Australian Open 2016 yang merupakan salah satu kejuaraan tennis dunia yang masuk kategori grand slam baru saja dimulai kemaren. Australian Open yang secara tradisi dilaksanakan di kota Melbourne ini merupakan salah satu kejuaraan tennis bergengsi dunia karena tidak hanya menyajikan kejuaraan Australian open saja namun didahului oleh kejuaraan pemanasan yang cukup bergengsi seperti Adelaide open, Sydney open dan Hoffman Cup (beregu).
![](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/01/19/tenis6-569d70e6969373350b3843ab.jpg?v=600&t=o?t=o&v=770)
Namun sehari sebelum dimulainya Australian Open tepatnya hari minggu lalu merebak aroma tidak sedap terkait skandal match fixing yang terjadi dalam dunia tenis professional. Pihak penyelidik menyatakan bahwa match fixing yang terjadi dalam olah raga tennis ini diduga merupakan fenomena gunung es yang sengaja ditutup tutupi oleh pihak pengelola dan telah melibatkan sindikat perjudian internasional. Bahkan dikatakan match fixing dalam dunia tenis lapang ini merupakan terbesar kedua setelah sepak bola.
![](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/01/19/tenis7-569d717e379373470e3996c6.jpg?v=600&t=o?t=o&v=770)
Dalam wawancaranya dengan berbagai media Novak Djokovic dengan memakai baju olah raga berwarna kuning setelah usai mengalahkan lawannya pada pertandingan pertamanya di Australian Open menyatakan bahwa dia pada tahun 2016 pernah didekati agen judi melalui salah seorang orang yang berada dalam lingkaran dalamnya dan ditawari uang sebesar US$200.000 untuk mengalah dalam pertandingan, namun ketika itu dia menolaknya. Ketika ditanya wartawan lebih lanjut tentang kemungkinan kejadian ini umum terjadi pada sesama rekan pemain tennis dia tidak mau menjawabnya lagi.
Pengakuan Djokovic tidak pelak lagi seolah membenarkan hasil penyelidikan bersama BBC-BuzzFeed yang menyatakan bahwa dalam 10 tahun terakhir saja ada 16 pemain tennis yang masuk kelompok pemain top 50 yang telah dilaporkan kepada pihak the Tennis Integrity Unit (TIU) atas tindakan yang diduga kuat terlibat dalam match fixing.
![](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/01/19/tenis3-569d63d4af7a61cf0ceea05c.jpg?v=600&t=o?t=o&v=770)
Menanggapi hasil investigasi ini Presiden the Association of Tennis Professionals menolak tuduhan ini dan mengatakan bahwa pihak ATP selama ini sudah berusaha keras untuk mencegah hal ini dengan cara menyuntik dana sebesar $14 juta. Kalaupun hal ini terjadi dikatakan hanya dalam skala kecil saja.
Hasil investigasi yang telah dingkapkan oleh BBC-BuzzFeed ini memang tidak main main. Bukti kuat menyatakan bahwa sebanyak 26 ribu pertandingan tennis yang diduga hasilnya sudah diatur dan ini melibatkan jaringan penjudi internasional.
Hasil investigasi ini juga mengungkap bagaimana cara mafia judi mendekati pemain untuk mengatur hasil pertandingan. Mereka mendekati para pemain di hotel pada kejuaraan bergengsi dunia dan menawarkan uang paling sedikit sebesar $50.000 untuk setiap pertandingan yang diatur hasilnya. Dari hasil match fixing ini para pejudi di Rusia dan di Itali misalnya mengantongi uang ratusan ribu dollar dari hasil pengaturan skor pertandingan ini.
Hasil investigasi juga mengungkap bahwa sebanyak 70 pemain yang diduga kuat melakukan pengaturan skor pertandingan tidak pernah diberi sangsi oleh badan tenis dunia.
Salah satu contoh kasus match fixing yang disoroti adalah pertandingan antara juara bertahan Davydenko yang pada saat itu menduduki rangkin 4 dunia dengan pemaian rangking 91 dunia asal argentina yang bernama Vassallo Arguello di kejuaraan Polandia terbuka pada tahun 2007.
![](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/01/19/tenis4-569d6483969373850a3843a5.jpg?v=600&t=o?t=o&v=770)
Saat itu pasar taruhan menempatkan jumlah uang yang sangat besar yaitu $3,6 juta jika Davydenko kalah. Pada set kedua ternyata pemain Rusia ini mengeluhkan sakit pada lututnya dan mengundurkan diri pada set ketiga untuk mengatur hasil pertandingan. Walhasil Vassallo Arguello dinyatakan menang dan para penjudi mengantongi uang dalam jumlah yang fastastis. Serangkaian investigasi memang telah dilakukan terkait kasus match fixing ini, namun tidak pernah menghasilkan sesuatu dan selalu menyatakan bahwa tidak ada yang bersalah.
Kita memang sering terheran heran ketika seorang pemain dengan peringkat dunia yang sangat tinggi tiba-tiba saja kalah straight set dengan pemaian yang peringkatnya jauh sekali dibawahnya bahkan oleh pemain tidak ternama. Dengan asumsi mereka semuanya professional kita seringkali menelan mentah-mentah hasil kekalahan ini sebagai akibat tidak primanya pemain tersebut.
Namun dengan terungkapnya sandal match fixing ini yang melibatkan mafia perjudian dunia, kita seolah menonton panggung sandiwara dimana para pemain yang kita percaya akan menjaga profesionalismenya ternyata adalah pemain sandiwara yang sangat hebat tanpa kita sadari.
Semoga saja match fixing yang diduga merupakan fenomena gunung es dalam dunia tennis professional ini dapat segera terungkap sebagaimana yang terjadi pada dunia sepakbola.
Ilustrasi judul : Australia Open 2016 yang dimulai senin lalu dihantui skandal match fixing. Sumber
Â