Salah satu contoh kasus match fixing yang disoroti adalah pertandingan antara juara bertahan Davydenko yang pada saat itu menduduki rangkin 4 dunia dengan pemaian rangking 91 dunia asal argentina yang bernama Vassallo Arguello di kejuaraan Polandia terbuka pada tahun 2007.
Saat itu pasar taruhan menempatkan jumlah uang yang sangat besar yaitu $3,6 juta jika Davydenko kalah. Pada set kedua ternyata pemain Rusia ini mengeluhkan sakit pada lututnya dan mengundurkan diri pada set ketiga untuk mengatur hasil pertandingan. Walhasil Vassallo Arguello dinyatakan menang dan para penjudi mengantongi uang dalam jumlah yang fastastis. Serangkaian investigasi memang telah dilakukan terkait kasus match fixing ini, namun tidak pernah menghasilkan sesuatu dan selalu menyatakan bahwa tidak ada yang bersalah.
Kita memang sering terheran heran ketika seorang pemain dengan peringkat dunia yang sangat tinggi tiba-tiba saja kalah straight set dengan pemaian yang peringkatnya jauh sekali dibawahnya bahkan oleh pemain tidak ternama. Dengan asumsi mereka semuanya professional kita seringkali menelan mentah-mentah hasil kekalahan ini sebagai akibat tidak primanya pemain tersebut.
Namun dengan terungkapnya sandal match fixing ini yang melibatkan mafia perjudian dunia, kita seolah menonton panggung sandiwara dimana para pemain yang kita percaya akan menjaga profesionalismenya ternyata adalah pemain sandiwara yang sangat hebat tanpa kita sadari.
Semoga saja match fixing yang diduga merupakan fenomena gunung es dalam dunia tennis professional ini dapat segera terungkap sebagaimana yang terjadi pada dunia sepakbola.
Ilustrasi judul : Australia Open 2016 yang dimulai senin lalu dihantui skandal match fixing. Sumber
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H