Mohon tunggu...
Ronny Rachman Noor
Ronny Rachman Noor Mohon Tunggu... Lainnya - Geneticist

Pemerhati Pendidikan dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Comfort Women : Sisi Gelap Sejarah Jepang

30 Desember 2015   06:18 Diperbarui: 30 Desember 2015   14:23 2043
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Kemaren hubungan Jepang dan Korea Selatan ditandai dengan peristiwa bersejarah ketika kedua negara mencapai kesepakatan untuk menyelesaikan permasalahan yang merupakan sisi gelap dari sejarah hubungan kedua negara.

Peristiwa besejarah ini terkait dengan “comfort women” yaitu pemaksaan wanita-wanita muda dari Korea Selatan, China, Taiwan, Phillipina dan Indonesia sebagai pemuas kebutuhan biologis tentara kerajaan Jepang pada Perang Dunia Kedua. Jumlah “comfort women” ini diperkirakan mencapai 200 ribu orang yang sebagian besar berasal dari Korea Selatan.

 

Wainem, salah satu "comfort women" dari Indonesia yang dijadikan cover di majalah DAYS JAPAN  yang diterbitkan tanggal September 20 2014. Sumber

 

"comfort women" dari Cina. Sumber

Kesepakatan ini diumumkan oleh menteri luar negeri kedua negara yaitu Fumio Khisida dan Yun Byun-se pada hari senin lalu. Kesepatakan ini tentunya menjadi berita yang besar di kedua negara, karena selama ini hubungan diplomatik kedua negara terkendala kasus ini.

Keberadaan “comfort women” selama perang dunia kedua memang mengundang pro dan kontra di Jepang ditengah-tengah tekanan berbagai negara yang saat itu wanita mudanya menjadi “korban” kekerasan seksual oleh tentara Jepang. Bagi Jepang “comfort women” merupakan sisi gelap sejarah kemanusiaan Jepang yang memalukan. Oleh karena itu tidak heran jika isu ini selalu menjadi pemberitaan hangat dan selalu terjadi pro dan kontra.

Pada tahun 1993 dikatakan sebagai awal yang baik karena adanya pengakuan resmi pemerintah Jepang tentang keberadaan “comfort women” ini. Ketika juru bicara pemerintah Jepang Yohei Kono menyampaikan permintaan maaf terhadap bekas “budak sex” dan mengakui peran Jepang yang menyebabkan penderitaan bagi ratusan ribu “comfort women” ini.

Namun pada tahun 2007 kembali terjadi kontroversi ketika Shinzo Abe yang saat ini menjadi Perdana Menteri mengatakan bahwa tidak ada bukti kuat yang membuktikan bahwa Jepang memaksa wanita-wanita ini menjadi pemuas kebutuhan biologis tentara Jepang. Bahkan tahun lalu walikota Osaka Toru Hashimoto menduga bahwa keberadaan “comfort women” diperlukan perannya untuk menghilangkan stress tentara Jepang yang sedang berperang.

Pernyataan yang juga mengundang kontroversi berasal dari Katsuto Momii yaitu direktur NHK yang mengatakan bahwa ppraktek pemaksaan wanita-wanita muda untuk melayani para tentara umum terjadi pada negara yang terlibat perang. Bahkan dia menyatakan bahwa praktek seperti ini juga terjadi di Eropa.

Namun tampaknya kontroversi ini akan segera berakhir dengan dicapainya kesepakatan kedua negara terkait “comfort women” ini. Sebagai bagian dari kesepakatan ini disamping permintaan maaf secara resmi kepada Korea Selatan yang disampaikan oleh Perdana menteri Jepang Shinzo Abe juga disepakati bahwa pemerintah Jepang akan membayar US$8 juta untuk mendirikan yayasan untuk menanggulangi dampak psikologis bagi korban dan juga keluarga korban.

 

Patung gadis kecil di depan kedutaan Jepang di Seoul sebagai simbol dari Comfort Women yang dianggap sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan. Sumber

Sebagai bagian dari kesepakatan ini, Jepang juga menginginkan agar patung gadis kecil yang berada di depan kedutaan Jepang di Seoul sebagai symbol dari kejahatan kemanusian terkiat “comfort women” ini disingkirkan. Secara khusus Shinzo Abe meminta maaaf kepada korban dan keluarganya akibat dari tindakan Jepang yang menyebabkan para “comfort women” ini mengalami trauma, kepedihan dan kekerasan sexual yang luka tersebut sangat sulit diobati.

Sisi gelap “comfort women”

Bagi Jepang kesepakatan yang telah diraih dengan Korea Selatan dan juga Cina sekaligus merupakan pengakuan resmi pemerintah Jepang atas kejahatan kemanusiaan yang terjadi selama perang Dunia Kedua.

Walaupun bagi sebagian orang Jepang mereka cenderung tidak ingin mengungkit aib masal lalu Jepang, namun pengakuan ini sekaligus memulihkan hubungan diplomatik secara penuh dengan Korea Selatan dan Cina yang selama ini terkendala dengan berbagai peristiwa terkait dengan Perang Dunia II dimana Jepang terlibat di dalamnya.

Secara terang-terangan Presiden Korea Selatan menyatakan bahwa kasus “comfort women” merupakan kendata terbesar dalam pemulihan hubungan diplomatik secara penuh anatara negaranya dengan Jepang. Bahkan juru bicara pemerintah Cina Lu Kang menyatakan bahwa “comfort women” merupakan tindakan kejahatan terhadap kemanusiaan.

 

Para "comfort women" dari korea yang kini sudah memasuki usia senja masih merasakan kepedihan mendalam. Sumber

“Comfort women” memang memang sangat menyakitkan dan meninggalkan luka yang sangat dalam. Kepada CNN Kim Bok-dong yang saat itu berumur 14 tahun menceritakan bahwa pada saat tentara Jepang masuk ke desanya dia harus meninggalkan rumah dan keluarganya untuk diperkerjakan pada pabrik garmen.

Wanita yang kiini telah berusia 89 tahun tersebut menyatakan bahwa dia tidak memiliki pilihan lain kecuali mengikuti permintaan ini. Pada kenyataannya dia dibawa ke rumah pelacuran yang khusus melayani tentara Jepang. Dia menceritakan bagaimana dia dikurung dan dipaksa melayani kebutuhan biologis para tentara ini.

Kim selanjutnya menceritakan bagaimana dipermalukannya, menakutkan dan kelelahannya setiap hari sabtu harus melayani para tentara yang antri untuk memuaskan kebutuhan biologisnya. Dia masih ingat ketika matahari terbenam dia demikian kelelahannya sehingga dia tidak dapat menggerakkan bagian bawah tubuhnya.

Sangat sulit bagi Kim untuk menggambarkan penderitaan yang dialaminya karena kata “menderita” saja tidak cukup untuk menggambarkan trauma dan pengalaman buruk yang dialaminya. Bahkan sampai saat ini dia tidak dapat hidup tanpa pengobatan karena Kim selalu merasakan sakit saat ini baik fisik maupun kejiwaanya.

Perang memang selalu meninggalkan jejak kepedihan yang sering kali tidak dapat dilupakan dan kepedihan ini dibawa sampai ke liang kubur. Perang adalah kejahatan kemanusiaan yang seharusnya tidak ada lagi diperadaban manusia modern seperti sekarang ini.

Sumber:
Sumber Ilustrasi judul
Sumber 1
Sumber 2
Sumber 3
Sumber 4
Sumber 5
Sumber 6

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun