Induk Simpanse dengan penuh kasih sayang menjaga dan memelihara bayinya yang cacat. Photo diambil tahun 2011. Sumber : Kyoto university, Michio Nakamura
Para peneliti Jepang memilki catatan panjang dalam meneliti tingkah laku simpanse liar di Tanzania. Para peneliti dari Kyoto University ini telah mempelajari tingkah laku simpanse sejak tahun 1965 sebagai bagian dari the Mahale Mountains Chimpanzee Research Project.
Hasil penelitian tim ini yang dipublikasikan di Journal Primates baru baru ini memang sangat menarik terkait dengan tingkah laku simpanse dalam menjaga dan memelihara anaknya yang menderita cacat.
Fokus penelitian yang sangat langka ini yang diyakini sebagai pertama kali dipublikasikan di dunia ini adalah bayi simpanse yang lahir cacat yang mengalami cacat tulang belakang terkait dengan kelainan genetic Down syndrome. Disamping itu bayi ini memiliki kelainan pada tangan kirinya yang membuat bayi ini tidak dapat duduk sendiri dan selalu bersandar pada induknya. Bayi ini juga menunjukkan ekspresi muka yang mencerminkan cacat dan gangguan mental.
Ternyata bayi betina yang cacat ini dapat bertahan hidup sampai dengan dua tahun setelah kelahirannya karena tingkah laku ibu dan saudara betinanya yang menjaganya seperti layaknya pada manusia. Fenomena inilah yang sangat menarik jika ditinjau dari tingkah laku hewan yang ternyata memilki kesamaan “perasaan” seperti halnya pada manusia. Bayi yang cacat ini tentu saja akan mati dalam waktu singkat di alam jika tidak ada tingkah lalu yang istimewa dari sang induk dan saudara perempuannya.
Beberapa penelitian memang menyebutkan bahwa cacat bawaan lahir yang terjadi pada manusia juga ditemui pada simpanse, namun tidak ada penjelasan lebih lanjut bagaimana sang induk mengatasi dan memelihara bayinya yang cacat ini di alam liar.
Hasil penelitian para peneliti Jepang ini dianggap yang pertama kali membuktikan bahwa induk simpanse memilki perasaan khusus yang mencerminkan sifat keibuannya (mothering ability) dalam menjaga dan memelihara anaknya yang cacat.
Ternyata si induk tidak memperbolehkan simpanse lain yang bukan anggota keluarga untuk menjaga bayinya yang cacat ini, namun memperbolehkan anak-anak lainnya untuk menjaganya namun tetap dalam pengawasan si induk dan anak perempuannya. Sifat keibuan yang ditunjukkan oleh chimpanzee yang bukan ibu kandungnya ini disebut dengan allomothering dan sifat ini tidak umum di kalangan simpanse.
Sifat keibuan yang dipertunjukkan oleh induk dan saudara perempuan bayi simpanse yang cacat inilah yang membuat bayi ini dapat bertahan selama 23 bulan di alam liar. Induk bayi ini selalu menggendong bayinya kemana saja karena jika tidak digendong bayi ini akan jatuh. Ketika waktu menyusui si Induk mengangkat bayi ini dengan hati-hati dan mengarahkan mulut bayi ke puting susunya agar sang bayi dapat menyusu.
Hal lain yang menarik jika ditinjau dari segi tingkah laku adalah anggota kelompok simpanse dimana si induk dan anaknya ini berada tidak memperlihatkan perasaan iri dan benci ataupun tidakan bermusuhan dengan bayi yang cacat ini.
Tingkah laku yang dipertunjukkan oleh ibu, bayi dan kelompok simpanse ini menunjukkan tingkat sosial dan tanggungjawab yang tinggi sebagaimana halnya yang ditemui pada manusia.
Sayangnya bayi yang cacat ini terakhir kali terlihat di alam liar pada bulan desember 2012. Diduga bayi ini mati karena malnutrisi, karena tidak mampu untuk memakan makanan yang keras atau kemungkinan juga saudara perempuan yang memeliharanya bunting dan memiliki anak sehingga tidak memungkinakn untuk menjaganya lagi.
Sumber: Journal of Primate, ABC
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H