Mohon tunggu...
Ronny Rachman Noor
Ronny Rachman Noor Mohon Tunggu... Lainnya - Geneticist

Pemerhati Pendidikan dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Angin Segar Pemulihan Hubungan Diplomatik Indonesia - Australia

19 Oktober 2015   05:48 Diperbarui: 19 Oktober 2015   12:17 1140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setelah sekian lama berusaha, akhirnya Menteri Luar Negeri Australia Julie Bishop berhasil menemui Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi ketika Menlu Indonesia transit di Sydney. Pertemuan ini menandai upaya pemulihan hubungan baik kedua negara. Photo: http://www.abc.net.au

Ibarat sebuah bangunan yang indah, hubungan diplomatik antara Indonesia dan Australia memiliki fondasi yang cukup kuat. Kedua negara tetangga ini memiliki kepentingan bersama baik ditingkat nasional maupun regional dalam berbagai bidang seperti keamanan, politik, ekonomi dan pendidikan.

Namun sayangnya di bawah kepemimpinan Perdana Menteri Tony Abbott yang lalu, bangunan yang indah dan cukup kokoh itu runtuh dan hanya meninggalkan fondasi saja. Selama ini hubungan Indonesia dan Australia dapat diibaratkan sebagai roller coaster yang turun naik, namun seperti yang disampaikan oleh beberapa pihak sebagai negara bertetangga dekat Indonesia dan Australia tidak memiliki pilihan yang lebih baik kecuali bersahabat.

Kebijakan Tonny Abbott telah berdampak buruk  pada hubungan baik Indonesia-Australia: Photo: http://resources2.news.com.au

Romantika hubungan Indonesia Australia hancur dan menuju titik nadir di bawah kepemimpinan Tony Abbott. Sebut saja peristiwa penyadapan terhadap SBY dan pejabat penting Indonesia, masalah pengungsi illegal, masalah penangkapan nelayan Indonesia, masalah hukuman mati gembong narkoba Bali Duo, memang telah  menghancurkan bangunan yang cukup kokoh itu.

Tony Abbott bersama menteri luar negeri Julie Bishop menyatakan sikap kerasnya di Canberra sesaat setelah pelaksaan hukuman mati Bali Duo. Photo : http://www.canberratimes.com.au

Ketika Tony Abbott masih dalam perjuangan menuju kursi Perdana Menteri dan juga di awal pemerintahannya tampaknya banyak pihak yang menaruh harapan besar kepadanya agar hubungan Indonesia-Australia menjadi semakin baik. Bahkan Abbott pernah mengatakan hubungan dengan Jakarta lebih penting jika dibanding dengan hubungan Australia dengan Paris-Jenewa.

Ibarat seorang petinju dengan gaya bertarungnya yang tergolong “orthodox fighter”, Tony Abbott menjalankan roda pemerintahannya seperti bulldozer yang menghancurkan nyaris apa saja yang merintangi jalannya. Gayanya yang cenderung tidak mau mendengar masukan ini membuat popularitasnya dan juga popularitas partainya makin terpuruk. Masalah dalam negeri terutama pendidikan, kesejahteraan dan juga ekonomi terus merundung pemerintahannya dan mengerus popularitasnya dan juga partainya. Dia pernah sekali selamat dari upaya internal partainya untuk menentang kebijakannya dan menggoyang posisinya sebagai Perdana Menteri.

Di tengah-tengah masalah domestik inilah Abbott tanpa pertimbangan yang matang menghancurkan aset berharga yang masih tersisa dipemerintahannya sebagai kekuatan, yaitu politik luar negerinya, terutama yang menyangkut Indonesia.

Sebenarnya Australia memiliki pakar-pakar Indonesia yang tau karakteristik dan budaya politik Indonesia. Pakar-pakar itu tersebar di berbagai perguruan tinggi dan juga aset penting lainnya adalah mantan duta besar Australia untuk Indonesia yang mengerti betul karakter orang Indonesia. Namun sayangnya aset berharga tersebut tidak digunakannya segara optimal sehingga puncaknya bangunan hubungan baik Indonesia-Australia itu runtuh ketika Indonesia melaksanakan eksekusi mati terhadap Andrew Chan dan Myuran Sukumaran.

Tony Abbott hanya yang menjabat sebagai perdana menteri kurang dari 2 tahun menuju ruang konferensi press setelah dikalahkan Malcolm Turnbull  dalam internal ballot. Photo: http://ichef-1.bbci.co.uk

Tony Abbott tampaknya salah perhitungan, dengan menekan Indonesia habis-habisan dan menggalang opini masyarakat Australia bahwa hukuman mati tidak patut dilaksanakan, harapannya Indonesia akan tunduk terhadap permintaan Australia. Pelaksanaan hukuman mati telah "menyengat" Tonny Abbott dan menyadarkan bahwa Indonesia adalah negara besar dan berdaulat dan tidak mudah ditekan.

Kebijakan pasca hukuman mati seperti menarik duta besarnya, mengurangi bantuan luar negeri dan membatasi hubungan tingkat tinggi dengan Indonesia membuat situasi menjadi lebih buruk. Dari segi keamanan dan ekonomi justru tindakan frontal yang diambil oleh Tony Abbott ini justru menyudutkan Australia karena Australia memiliki kepentingan besar dalam bidang keamanan dan ekonomi dengan Indonesia.

Era “pahit” tersebut memang sudah berakhir namun dampak dari kepemimpinan Tony Abbott tidak saja menurunkan kredibilitas Partai Liberal dan juga koalisi yang sedang berkuasa namun telah menyia nyiakan aset besar yang namanya hubungan Indonesia-Australia. Era Tony Abbott  sudah berakhir dan banyak pakar menyatakan akan sangat sulit bagi Tony Abbott untuk kembali menjadi pemimpin mengingat gaya kepemimpinannya yang tidak disukai banyak orang. Kini Australia dipimpin oleh Malcolm Turnbull sebagai Perdana Menteri baru yang memiliki gaya kepemipinan yang sangat berbeda.

Tony Abbott (kiri) dan Malcolm Turnbull (kanan) memiliki gaya kepemimpinan yang berbeda. Photo: https://realnewsone.files.wordpress.com/

Malcolm Turnbull yang memiliki latar belakang pengusaha ini memiliki gaya yang lebih sejuk yang sangat bertolak belakang dengan pendahulunya. Ibarat seorang petinju Malcolm Turbull memiliki gaya “classic tactical fighter” yang lebih taktis dan mau mendengar.
Dengan latar belakangnya ini tampaknya Turnbull memiliki pengetahuan yang cukup tentang “risk analysis” sehingga setiap langkahnya dilakukannya dengan penuh perhitungan dan kehatian-hatian. Dia tidak terlalu banyak mau berbicara di media, dia lebih memilih forum resmi seperti debat di parlemen untuk menyampaikan gais kebijaknya.

Dengan gaya kepemimpinannya yang lebih “bersahabat” ini tampaknya angin segar telah berembus terkait dengan hubungan Indonesia-Australia. Tanpa banyak digembar gemborkan  di media massa sudah banyak pejabat teras Australia dalam bidang politik, keamanan, ekonomi dan pendidikan telah berkunjung ke Indonesia untuk membangun kembali bangunan yang telah runtuh tersebut.

Malcolm Turnbull kini mememimpin Australia dengan gaya kepemimpinan yang lebih sejuk Photo:http://www.australiannationalreview.com

Dengan kebijakannya melakukan restorasi hubungannya dengan Indonesia, tampaknya Turnbull menyadari betul betapa pentingnya Indonesia bagi Australia. Langkah yang diambil Turnbull ini tampaknya disambut baik oleh Indonesia tercermin dari berbagai pernyataan positif yang disampaikan oleh menteri Luar negeri Indonesia terkait hubungan kedua negara ini.

Dalam waktu yang hanya kurang lebih sebulan gaya kepemimpinan Trurnbull yang lebih sejuk ini telah membuahkan hasil. Hasil pooling menunjukkan bahwa partai koalisi memiliki popolatiras yang jauh lebih baik dari partai oposisi, yaitu partai butuh dengan persentase 53:47%, sedangkan popularitas Turnbull melejit mencapai 67% dibandingkan  dengan Bill Shorten sebagai ketua oposisi yang hanya meraih 21%.

Bukankah akan lebih baik jika sebagai negara bertetangga dekat dapat saling mengerti dan menghargai? Bukankah jika ada permasalahan akan lebih baik  bagi kedua pemimpin negara untuk  mengangkat telpon dan berbicara langsung dibandingkan dengan membuat pernyataan yang kurang bersahabat di media demi kepentingan sesaat saja?

Semoga angin segar ini menyadarkan kembali betapa hubungan baik Indonesia Australia ini sangat penting dan diperlukan untuk menjaga stabilitas regional. Australia harus menyadari bahwa budaya “diplomasi koboi” tidak akan pernah dapat diterima oleh Indonesia sebagai negara besar yang berdaulat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun