Mohon tunggu...
Ronny Rachman Noor
Ronny Rachman Noor Mohon Tunggu... Lainnya - Geneticist

Pemerhati Pendidikan dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Perbandingan Hukuman Kejahatan Satwa Liar di Indonesia-Australia

21 Mei 2015   08:26 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:45 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="" align="aligncenter" width="295" caption="Kakatua jambul kuning hidup bebas di alam berdampingan dengan manusia. Photo: dok pribadi"][/caption]

Di Indonesia berdasarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 2009, pelaku kejahatan satwa liar dilindungi dapat diancam penjara maksimal 5 tahun dan denda Rp 100 juta.Berdasarkan aturan memang tampaknya hukumannya cukup berat, namun pada kenyataannya keputusan pengadilan sering kali sangat ringan.

Sebagai contoh Pengadilan Negeri Kepanjen, Kabupaten Malang, pada Selasa, 28 April 2015 memvonis pelaku kejahatan satwa liar dilindungi atas nama Sukron, warga Kecamatan Pakisaji, Malang, hanya dengan hukuman enam bulan penjara dan denda Rp 500 ribu subsider kurungan dua bulan penjara.

Hak inilah yang membuat maraknya praktek penangkapan dan penyendupan satwa liar seperti misalnya kasus yang baru saja terjadi yaitu penyendupan sadis kakatua jambul kuning yang telah menghebohkan dunia.

Bagaimana dengan Australia? Ditinjau dari hukuman memang hukum Australia dibuat untuk membuat efek jera pelaku kejahatan satwa liar sehingga alam dan satwa tersebut dapat dilindungi dan dilestarikan.Disamping itu, penegakan hukum yang konsisten dan kesadaran masyarakat bahwa satwa liar itu memang seharusnya dapat dinikmati di alam liar, bukan dimiliki dengan cara mengurungnya membuat tingkat kejahatan terhadap satwa liar ini sangat rendah.

Sebagai perbandingan setiap negara bagian memang memiliki hukum yang berbeda namun pada intinya hukum tersebut dibuat untuk membuat efek jera sekaligus melestarikan satwa liar yang dilindungi.Sebagai contoh bagi perorangan yang melakukan kejahatan terhadap satwa liar akan dikenakan denda maksimal $225.000 (atau 2,5M), sedangkan jika kejahatan tersebut dilakukan secara terorganisir atau dialkukan oleh suatu perusahaan atau badan korperat lainnya maka denda maksimalnya $5,5 juta (atau setara dengan 50,5M).

Bagi orang yang kedapatan memiliki atau memelihara satwa liar akan dikenakan denda $220.000 (setaradengan 2,5M) atau kurungan selama 2 tahun.  Aturan lengkap terkait denda dan hukuman kejahatan terhadap satwa liat dalat dilikat DI SINI.

Hasil dari penegakan hukum terhadap kejahatan satwa liar ini sungguh sangat nyata. Masyarakat secara sadar tidak ingin memiliki dan memelihara satwa liar tersebut.Mereka lebih baik menikmatinya di alam liar.Bagi satwa liar itu sendiri hidup di alam secara bebas membuat mereka dapat berkembang biak .

Dampak dari penegakan hukum yang konsisten ini dapat terlihat dari photo berikut:

[caption id="" align="aligncenter" width="614" caption="Sekelompok kaktua jambul kuning sedang mencari makan di pekarangan. Photo: Dok. pribadi"]

Sekelompok kaktua jambul kuning sedang mencari makan di pekarangan. Photo: Dok. pribadi
Sekelompok kaktua jambul kuning sedang mencari makan di pekarangan. Photo: Dok. pribadi
[/caption]

[caption id="" align="aligncenter" width="614" caption="Kakatua jambul kuning dan perkutut jambul mencari makan dengan bebasnya tanpa takut di pekarangan. Photo: dok pribadi"]

Kakatua jambul kuning dan perkutut jambul mencari makan dengan bebasnya tanpa takut di pekarangan. Photo: dok pribadi
Kakatua jambul kuning dan perkutut jambul mencari makan dengan bebasnya tanpa takut di pekarangan. Photo: dok pribadi
[/caption]

[caption id="" align="aligncenter" width="614" caption="Kakatua jenis Rosella dengan bebasnya mencari makan di pinggir jalan. Photo : dok pribadi"]

Kakatua jenis Rosella dengan bebasnya mencari makan di pinggir jalan. Photo : dok pribadi
Kakatua jenis Rosella dengan bebasnya mencari makan di pinggir jalan. Photo : dok pribadi
[/caption]

[caption id="" align="aligncenter" width="614" caption="Canda mereka di alam untuk dinikmati bukan untuk dimiliki. Photo: dok pribadi"]

Canda mereka di alam untuk dinikmati bukan untuk dimiliki. Photo: dok pribadi
Canda mereka di alam untuk dinikmati bukan untuk dimiliki. Photo: dok pribadi
[/caption]

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun