Mohon tunggu...
Ronny Rachman Noor
Ronny Rachman Noor Mohon Tunggu... Lainnya - Geneticist

Pemerhati Pendidikan dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kisah Cinta Indonesia - Australia

6 November 2014   14:31 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:29 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kehadiran Perdana Menteri Australia pada acara pelantikan Jokowi dan juga pertemuan singkatnya setelah acara pelantikan memang menunjukkankan keperdulian Australia akan pentingnya Indonesia sebagai “sahabat utama” terdekat.Akan tetapi yang menjadi pertanyaan mendasar bagi Ross Tapsel dosen di the Australian National University's College of Asia and the Pacific ini adalah akankah hubungan baik pribadi antara kedua pimpinan dapat menjamin hubungan baik antara Indonesia dan Australia? Apa makna terpilihnya Pak Jokowi bagi Australia?Akankan Jokowi akan bersahabat dengan Australia seperti yang telah diperlihatkan oleh SBY?

Dalam menganalisa hubungan Indonesia- Australia dia menyitir salah kalimat dalam buku yang ditulis oleh satu pakar tekemuka tentang Indonesia yaitu Professor Jamie Mackie pada tahun 2007 yang berbunyi "Don't put too much reliance on close personal relations between our heads of government."

Sejarah memang menunjukkan bahwa hubungan baik antara kedua kepala negara tidak dapat menjamin bahwa hubungan antara Indonesia dan Australia akan mulus.Ross Tapsel mengambil contoh bagaimana upaya 2 perdana menteri yaitu John Howard dan Kevin Rudd mencoba merangkul Indonesia dengan menjalin hubungan pribadi yang sangat baik dengan SBY.Bagaimana saat itu PM Australia menghadiri pelantikan SBY dan tampaknya upaya tersebut dilanjutkan oleh PM Tony Abbott menghadiri pelantikan Jokowi.

Dari hasil catatannya Ross Tapsell menyampaikan beberapa fakta bahwa ternyata hubungan baik antara kedua kepala negara tidak selalu dapat menjamin hubungan baik kedua negara.Lihat saja contoh apa yang terjadi pada tahun 2006.Di tengah-tengah mesranya buhungan kedua negara presiden SBY menarik Duta Besar nya karena ada kasus 46 pencari suaka dari Papua yang diterima oleh Australia.Walaupun hubungan Indonesia dan Australia saat itu memanas, tetap saja PM John Howard menyatakan SBY sebagai sahabat baik Australia.

Menurut catatnnya strategi ini bukanlah strategi baru dan sudah diterapkan oleh PM Australia sebelumnya yaitu Gough Whitlam and Paul Keating di era presiden Soeharto, bahkan Keating menghadiri pemakaman Soeharto.

Selanjutnya pada tahun 2010, PM kevin Rudd menyatakan bahwa Indonesia adalah “Strategic partner” Australia bahkan pada tahun 2010 SBY dianugerahi “Honorary Companion of the Order of Australia “ untuk mengekspresikan bahwa SBY adalah “true firend” nya Australia.

Pada tahun 2013 Perdana Menetri Australia Tony Abbott meluncurkan Yudoyono Fellowship sebagai bagian dari program New Colombo Plan.

Bagi pimpinan negara barat yang menganut paham demokrasi, SBY dinilai sangat cocok sebagai sahabat karena menaruh perhatian yang besar pada politik luar negeri. Bagi Ross Tapsel, retorika “Indonesia sebagai Sahabat Utama Australia” oleh pimpinan Australia perlu dipertanyakan efektivitasnya.Hal ini terbukti hubungan baik antara kedua kepala negara selama hampir 10 tahun seolah tidak berperan pada saat SBY kembali menarik Duta Besar Indonesia pada saat terjadi kasus penyadapan dan hubungan kedua negara memburuk yang belum pernah terjadi sejak peristiwa titik nadirnya hubungan Indonesia pada saat terjadi krisis Timor Timur.

Jokowi dinilai sebagai sosok pimpinan Indonesia yang berbeda dengan piminan sebelumnya. Jokowi dinilai lebih banyak mengandalkan pendekatan praktis dalam mengambil keputusan.Tampaknya Jokowi tidak akan begitu tertarik dengan segala pujian yang dikeluarkan oleh mitra Australianya.

Ross Tapsel menilai bahwa Australia perlu mendukung program Jokowi dalam membangun institusi yang demokratis, membangun ekonomi dan memperbaiki kualitas pendidikan dan kesehatan di Indonesia bukan hanya sekedar ucapan retorik semata.Hubungan baik Indonesia dan Australia yang lebih intensif dan mendalam atas dasar kejujuran dan kepentingan bersama dinilai dapat membantu Jokowi mewujudkan program-programnya.

Bagi Australia demokratisasi di Indonesia sangat krusial bagi kepentingan Nasional Australia.Indonesia diprediksi akan menjadi salah satu negara yang memiliki kekuatan ekonomi 10 besar dalam tahun-tahun mendatang.

Dengan kata lain menurutnya kata-kata Mackie "success or failure in our relations with Indonesia will depend on more enduring factors grounded in our respective national interests, not on mere accidents of personal chemistry" perlu menjadi perhatian pimpinan Australia.

Sumber Bacaan : http://www.abc.net.au : The Indonesian president and Australia: a love story

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun