[caption id="" align="aligncenter" width="568" caption="Awan Cumulonimbus. Photo: http://www.wetter-foto.de/"][/caption] Setelah musibah yang menimpa AirAsia QZ8501, CUMULONIMBUS menjadi sangat terkenal. Lantas bagaimana informasi tentang awan ini di dalam Al Quran? Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ يُزْجِي سَحَابًا ثُمَّ يُؤَلِّفُ بَيْنَهُ ثُمَّ يَجْعَلُهُ رُكَامًا فَتَرَى الْوَدْقَ يَخْرُجُ مِنْ خِلَالِهِ وَيُنَزِّلُ مِنَ السَّمَاءِ مِنْ جِبَالٍ فِيهَا مِنْ بَرَدٍ فَيُصِيبُ بِهِ مَنْ يَشَاءُ وَيَصْرِفُهُ عَنْ مَنْ يَشَاءُ يَكَادُ سَنَا بَرْقِهِ يَذْهَبُ بِالْأَبْصَارِ
“Tidaklah kamu melihat bahwa Allah mengarak awan, kemudian mengumpulkan antara (bagian-bagian)nya, kemudian menjadikannya bertindih-tindih, maka kelihatanlah olehmu hujan keluar dari celah-celahnya dan Allah (juga) menurunkan (butiran-butiran) es dari langit, (yaitu) dari (gumpalan-gumpalan awan seperti) gunung-gunung, maka ditimpakan-Nya (butiran-butiran) es itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan dipalingkan-Nya dari siapa yang dikehendaki-Nya. Kilauan kilat awan itu hampir-hampir menghilangkan penglihatan,” (QS An-Nuur : 43).
Ustadz Rofi’ Munawar dalam Kaleidoskop Dunia Islam 2014 di Masjid Namira Lamongan, Rabu (31/12/2014) malam menilai ayat ini menjelaskan tentang awan cumulonimbus (Ibnu K., 2015)
Subhanallah… Terus bagaimana penjelasan ilmiah tentang awan ini?
Berikut adalah penjelasan khusus Prof. Handoko pakar Geofisika dan Meteorologi FMIPA IPB tentang awan ini. Catatan : Saat ini Prof. Handoko adalah salah satu Direktur di SEAMEO BIOTROP yang berbasis di Bangkok.
Cumulonimbus adalah salah satu bentuk awan sedangkan awan merupakan kumpulan butir-butir air atau es yang melayang-layang di udara. Awan bukan hanya uap air karena jika hanya uap air maka tidak akan terlihat oleh mata.
Cumulonimbus berasal dari kata "cumulus" yaitu awan rendah pada ketinggian hingga sekitar 2000 m dan "nimbus" yang artinya raksasa atau besar.
Klasifikasi awan secara umum dibagi menjadi tiga yaitu (1) awan rendah yaitu cumulus dan stratus pada ketinggian sekitar 1000-2000 m, (2) awan menengah yang umumnya diberi kata "alto" seperti altocumulus dan altostratus, dan (3) awan tinggi yang biasanya berkaitan dengan kata "cirro" seperti awan cirrus, cirrostratus dan cirrocumulus.
Ketinggian 2000 m adalah tinggi dasar awan (Cloud Level Condensation) sedangkan puncak Cb bisa sampai setinggi awan-awan tinggi (Cirrus) atau puncak troposfer (lebih 10 000 m).
Awan dapat terbentuk jika permukaan bumi (daratan atau lautan) menerima energi radiasi matahari yang digunakan untuk mengubah air menjadi uap dan energi tersebut disimpan sebagai "energi laten dalam uap air".
Syarat terpenting pembentukan awan apabila udara bergerak ke atas (ke tekanan yang lebih rendah) sehingga suhu udara semakin rendah dan pada ketinggian tertentu yang disebut "Cloud Level Condensation" (CLC) mulailah terjadi kondensasi uap air tersebut menjadi butir-butir air atau es (udara di ketinggian 10 000 m dapat mencapai -40 oC sedang es terbentuk pada +4oC).
Ketinggian CLC tersebut merupakan dasar awan. Syarat pembentukan butir air/es disamping suhu dan uap air itu sendiri adalah "inti kondensasi" tempat berpegang uap air tersebut menjadi butir air/es. Di alam, inti kondensasi adalah debu atau garam-garam halus yang melayang-layang di atmosfer.
Teknologi hujan buatan pada prinsipnya adalah menebarkan inti kondensasi yang juga bersifat higroskopis untuk menyedot uap air tersebut berupa garam-garam yang telah digiling hingga ukuran mikro
Jika selama perjalanan udara yang berisi uap air ke atas tersebut tidak ditemukan inti kondensasi, maka semakin tinggi altitude kelembabannya bisa mencapai lebih 100%, bahkan dapat mencapai 400% (yang disebut super-cooled water).
Sebaliknya jika energi untuk penguapan air di permukaan bumi (lautan) sangat besar, sehingga uap air yang dikandung udara sangat banyak, dan udara lembab yang naik tersebut selalu memperoleh inti kondensasi maka butir-butir air akan selalu terbentuk ditambah dorongan terhadap massa udara untuk naik ke atas oleh energi laten yang dilepaskan menjadi panas terasa (sensible heat) selama proses kondensasi, sampai ketinggian awan menengah maupun awan tinggi.
Dalam hal ini awan cumulus telah berkembang menjadi sangat besar mulai dari dasarnya di ketinggian awan rendah hingga mencapai puncaknya di ketinggian awan tinggi, yang selanjutnya awan raksasa ini disebut "cumulonimbus".
Berapa jumlah energi laten yang dilepas kembali ke atmosfer selama proses kondensasi dari uap menjadi butir-butir air atau es?
Bayangkan jika cumulonimbus tersebut menjadi hujan seluas 1000 ha dengan curah hujan 50 mm saja, maka volume air yang jatuh adalah = 1000 x 10 000 m2 x 50/1000 m = 500 000 m3 = 500 000 ton = 500 juta kg. Jika panas laten yang dilepaskan adalah 2.3 mega Joule/kg, maka panas laten yang dilepaskan dalam awan comulonimbus adalah 2.3 MJ/kg x 5 juta kg = 11.5 x 1012 joule atau 11,5 juta MJ.
[caption id="" align="aligncenter" width="614" caption="Awan Berenergi tinggi. Photo: http://www.wetter-foto.de/"]
Dengan jumlah energi yang besar tersebut, maka akan terjadi turbulensi udara dalam awan cumulonimbus yang menghasilkan aliran listrik bagaikan turbin bendungan pembangkit tenaga listrik yang sangat besar. Besarnya energi listrik yang dihasilkan, menyebabkan terjadi lompatan elektron dari permukaan bumi ke dasar awan berupa kilat/halilintar.
[caption id="" align="aligncenter" width="551" caption="Lompatan Energi berupa kilat/halilintar. Photo: http://www.wetter-foto.de/"]
Dalam penutupan penjelasannya Prof. Handoko mengatakan : "memang tidak mengherankan jika cumulonimbus sangat ditakuti oleh para pilot dan mereka seharusnyalah memang menghindari awan raksasa ini".
SUMBER
1.Catatan khusus Prof. Handoko tentang awan Comulonimbus.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H