Mohon tunggu...
Ronny Rachman Noor
Ronny Rachman Noor Mohon Tunggu... Lainnya - Geneticist

Pemerhati Pendidikan dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Cara Media Australia Mengolah Isu dan Menggiring Opini Hukuman Mati

27 Februari 2015   18:17 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:25 240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo: http://asiapacific.anu.edu.au/

[caption id="" align="aligncenter" width="454" caption="Photo: http://asiapacific.anu.edu.au/"][/caption]

Pada awalnya berita tentang akan dihukum matinya dua warga negera AustraliaAndrew Chan dan Myuran Sukumaran dari kelompok Bali Nine tidak seheboh pemberitaan kasus Corby si ratu mariyuana.

Kasus Corby mendapatkan pemberitaan yang sangat intensif dan meluas di Australia.Luasnya pemberitaan ini dianggap “berhasil” ketika akhirnya si Ratu Mariyuana mendapatkan “pengampunan” dari pemerintahan Indonesia sebelumnya.

Keberhasilan pengurangan hukuman ini dianggap sebagai upaya bersama media dan pihak lain yang “berjuang” untuk kebebasan Corby.Bahkan pada saat Corby akan dibebaskan sementara di Indonesia, film tentang kehidupan dan kasus Corby sudah ditayangkan di stasiun TV.

Bahkan salah satu judul pemberitaan mempertanyakan apakah kalau corby itu tidak cantik media akan memberikatan kasus ini secara luas?  Artinya ada indikasi pemberitaan ini sengaja digencarkan.

Memang cukup ironis juga ketika Corby “minta ampun” kepada presiden yang bermagna dia mengakui kesalahannya dan sudah dikabulkan permohonannya, tapi dalam film tersebut secara jelas Corby tidak mengakui bahwa dia yang melakukan penyelundupan, bahkan dia menuduh bahwa “pejabat”Indonesia yang korup lah yang menjebak dia menaruh ganja dalam jumlah besar di tasnya.

Mungkin atas dasar inspirasi “keberhasilan” inilah media Australia mulai bergerak mengolah isu hukuman mati 2 warga negaranya yang akan dihukum mati.Kehebohan dan intensifnya pemberitaan di media ini dimulai saat diumumkannya bahwa 2 warga Australia ini masuk dalam daftar yang akan dihukum mati.

Berbagai isu diberitakan dan disusun secara rapi yang intinya mengarah pada penentangan hukuman mati tersebut.Pendapat-pendapat kuasa Todung Mulya Lubis, Human Right Indonesia dan tokoh hukum lainnya yang tidak pro terhadap terus menerus diberitakan.

Pemberitaan bahwa warga Australia sepakat menentang narkoba tapi tidak setuju dengan hukuman mati karena bertentangan dengan Human Right terus diangkat dan diolah.Pemberitaan ini sesekali dibumbui dengan adanya ketidakpastian sistem hukum di Indonesia.

Isu ini kemudian dibumbui dengan hasil pengamatan seorang seniman Australia yang mengambarkan bahwa kedua orang tersebut setelah mengalami rehabilitasi 10 tahun sudah “berobah” dan banyak berbuat hal yang baik bagi sesama tahanan dalam kegiatan workshop seni dan computer di Korobokan.

Pemberitaan ini kemudian ditambah dengan pendapat keluarga terpidana mati bahwa mereka sangat mencintai masyakat Indonesia dan budaya Indonesia.

Memang adawarga Australia dan juga keluarga korban keganasan narkoba yang membuka suara setuju dengan hukuman mati.Tapi porsi pemberitaannya sangat kecil sekali.

Pooling yang dilakukan oleh salah satu lembaga survey  yang menyatakan bahwa 52% warga Australia setuju dengan hukuman mati dibantah oleh hasil survey lain yang menyatakan bahwa sekitar 65% warga Australia menentang hukuman mati.

Bola salju yang terbentuk sudah terlanjur besar dan laju menggelinding, sampai seolah mencapai momentum yang sangat cepat ketika muncul isu Boycott Bali dan mengaitkan hukuman mati ini dengan bantuan tsunami Australia.

Masyarakat Australia pun yang tadinya adem ayem seolah bangun melihat gencarnya pemberitaan kasus ini.Mulailah timbul solidaritas  masyarakat yang menyuarakan keprihatinannya terhadap hukuman mati ini.

Pemberitaan tentang ditundanya pelaksanaan hukuman mati dianggap oleh sebagaian besar media sebagai pertanda baik dan mungkin juga diartikan bahwa upaya mereka selama ini menggalang opini dianggap mulai “berhasil”

Rupanya gelindingan bola salju tersebut seolah terhenti dan pecah setelah menabrak tembok kuat ketika pemerintah Indonesia yang selama ini tidak pernah menanggapi seruan Australia, melalui Kementerian luar negeri menyatakan bahwa Indonesia tidak akan menanggapi ancaman dan ancaman bukan merupakan bagian dari diplomasi.

Dua kalimat singkat pemerintah Indonesia ini sangat menyentak pemerintah Australia dan berdampak besar.Hal ini dibuktikan denganadanya berbagai klarifikasi dari pejabat terkait Australia tentang isu Boycot Bali dan isu bantuan tsunami Aceh.

Pemberitaan di media tentang kasus hukuman mati ini mulai mereda apalagi ketika pemerintah Australia menyatakan tidak akan memberikan komentar tentang isu ini secara terbuka.

Setelah sempat mereda beberapa hari, hari ini berbagai media cetak dan elektronik kembali memuat berita tentang PM Australia yang telah menelpon presiden Jokowi tentang hukuman mati ini.

Hari ini The Australian memuat kata-kata Tony Abbott yang menyatakan”….Saya tidak ingin menyampaikan apa yang telah saya bicarakan dengan Presiden Jokowi, tapi yang dapat saya sampaikan adalah Presiden Jokowi mengerti akan ketidaksetujuan kita terhadap hukuman mati”

“Saya tidak ingin menyampaikan sesuatu yang memberikan harapan yang akhirnya akan mengecewakan jika hal ini tidak terjadi”

“Saya berbicara tentang kemanusiaan, saya berbicara atas nama Australia atas dasar nilai Australia,…tapi saya juga harus menghargai dan mempertahankan sahabat baikAustralia yaitu Indonesia”

Di bagian akhir pemberitaan ini dikutip tulisan dari editorial Jakarta Globe yang meminta Presiden Jokowi untuk menunda eksekusi dengan menilai bahwa hukuman mati itu kejam. “Sekarang saat yang paling tepat untuk menghentikannya tanpa harus kehilangan muka”.

Di lain berita Greg Sheridan koresponden luar negeri the Australian menulis bahwa di Indonesia apapun dapat saja terjadi.Walaupun pihak resmi Indonesia telah secara jelas menyatakan akan melakukan eksekusi, namun penundaan masih menimbulkan harapan.

Greg menulis bahwa Pemerintahan Abbott sangat aktif untuk meminta pengampunan terhadap kedua terpidana mati ini.Perdana Menteri memang telah membuat kesalahan dengan mengaitkan isu ini dengan bantuan tsunami, tapi kesalahan tersebut kecil dan segera setelah menyadarinya PM Abbott mengklarifikasinya.

Dia juga menulis bahwa sebagian besar upaya pemerintah Australia dilakukan di bawah permukaan, tidak terlihat dan dilakukan secara diam-diam.“jika episode ini tidak diberitakan, orang Australia akan terkejut bahwa telah banyak hal yang telah diupayakan”….”selama ada penundaan disitu ada harapan”

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun