Indonesia merupakan negara yang memiliki warga atau masyarakat yang terdiri dari banyaknya suku bangsa dan budaya atau kelompok etnis. Keberagaman akan banyaknya suku bangsa dan budaya atau kelompok etnis ini di satu sisi memiliki pengaruhi positif tersendiri untuk kekayaan budaya, seni kehidupan masyarakat yang ada di Indonesia. Tetapi disisi lainnya keberagaman suku bangsa yang ada di Indonesia dapat menjadi bumerang kalau di masyarakat sendiri masih adanya individu atau segelintir orang yang memiliki sikap primordialisme yang sangat kental.
Primordialisme merupakan rasa kesukuan yang sangat berlebihan, dan di iringi dengan sikap yang kaku, memegang teguhi akan hal-hal yangi dibawanya sejak masa kecil, seperti tradisinya, adat-istiadat, kepercayaan, dan juga segala sesuatu yang ada di lingkungan asal mereka. (Romadatama and Haridison 2022). (Abdullah 2010) menjelaskan bahwa Primordialisme yaitu suasana tentang keakraban atau ‘pulang kampung’, yang dapat memuaskan rasa kerinduan pada keaslian yang dianggapnya belum pernah ternoda.
Semua individu warga di negara Indonesia pasti memiliki hal yang melekat di dalam diri individu itu sendiri yaitu dua identitas seperti identitas primordial serta identitas nasional. Identitas primodial yaitu jati diri yang pertama-tama melekat pada setiap diri atau individu warga negara Indonesia, yaitu jati diri kesukuannya seperti suku Jawa, Toraja, Ambon, Sumatra, Daya, Manado dan sebagainya. Terkadang karena jati diri ini seorang individu menjadi lebih susah untuk mencoba menerima hal baru yang tidak sesuai kebiasaanya yang ada di daerah wilayahnya. (Lura 2017)
Timbulnya prasangka disebabkan karena adanya faktor-faktor yang berkaitan dengan kepribadian, faktor lingkungan, dan tingkat intelegensi pada individu itu sendiri. Meningkatnya tinggi tingkat intelegensi dari individu itu sendiri maka ia akan memiliki sifat dan sikap yang lebih kritis sehingga individu tersebut lebih sukar untuk memiliki prasangka. Akan tetapi bila individu tersebut semakin rendah tingkat intelegensinya maka individu tersebut akan memiliki kecenderungan lebihi mudah atau gampang untuk berprasangka.
Kondisi lingkungan yang tidak mapan juga termasuk faktor untuk individu itu berpeluang untuk menimbulkan prasangka. Kondisi lingkungan yang tidak mapan disini adalah kondisi dimanai lingkungannya terdapat persaingan untuk mencapa nilai akumulasi materiil tertentu atau disebut juga persaingan ekonomi, persaingan untuk mendapatkan status sosial tertentu atau disebut juga persaingan sosial, dan juga pada suatu lingkungan atau wilayah dimana adanya norma-norma dan tata hukum dengan kondisi goyah. (Romadatama and Haridison 2022)
Kita jika ingin melakukan pendekatan yang baik dengan suku yang memiliki sikap primordialisme harus bisa berkomunikasi dengan baik. Karena komunikasi merupakan alat sebagai pemenuhan akan kebutuhan contohnya seperti kebutuhan sosial, tidak ada individu manapun yang hidup tanpa bantuan oleh orang lain. Individu yang memerlukan bantuan orang lain harus melalui komunikasi dengan individu lain (Putri and Djunaid 2021). Meskipun mereka berkomunikasi dengan bahasa mereka sendiri. Banyak dari suku pedalaman yang tidak bisa berbahasa Indonesia karena pendidikan yang minim sehingga mreka tidak diajarkan bahasa Indonesia, itu bisa membuat kita yang ingin menjalin hubungan yang baik dengan suku pedalaman menjadi susah berkomunikasi. Tapi kita bisa mengakalinya dengan mencari orang dari daerah tersebut yang memilki latar belakang pendidikan minimal bisa menggunakan bahasa Indonesia dan mengetahui artinya.
Sejak kecil individu yang telah diajari tentang banyaknya nilai-nilai atau ilmu kebudayaan yang berasal dari suku bangsa ketika mereka hidup didalam masyarakat lingkungan tersebut, sehingga konsep dari nilai-nilai tersebut dan sudah melekat erat dalam diri seorang individu tersebut dan menjadikan individu tersebut memiliki sikap primordialisme. Maka dari itu untuk mempersatukan atau menggabungkan masyarakati dengan latar belakang suku bangsa dan kebudayaan yangi berbeda sangati susah sehingga membutuhkan waktu yang lumayan lama karena harus melakukan pendekatan terlebih dahulu. (Prayitno dkk., 2017)
Sikap primordialisme memiliki dua dampak yaitu dampak positif dan dampak negatif. Dampak positif yang di peroleh dari sikap primordialisme yaitu memperkuat loyalitasnya seorang individu terhadap sukunya, dan juga dalam menghadapi perubahan sosial seperti era globalisasi karena sikap primordialisme ini individu menjadi lebih bisa menyaring budaya luar yang masuk ke Indonesia. Dampak negatif nya yaitu sikap primordialisme ini bisa menyebabkan perpecahan yang bisa merugikan bangsa dan negara dan banyak konflik yang muncul karena sikap primordialisme ini.
Persebaran yang tidak merata membuat kesenjangan antara penduduk kota dan penduduk desa berbeda sangat jauh. Beberapa suku yang ada di Indonesia yang terletak diperdesaan seperti Papua, Lampung, Nusa Tenggara, dan Nias mengalami kesusahan karena mereka jauh dari kota karena daerah perkotaan termasuk daerah berjalannya pusat ekonomi. Di Indonesia itu sendiri terjadi kesenjangan ekonomi dan sebagian kemiskin terjadi di daerah pedesaan karena efeknya jauh dari pusat perkonomian daerah. Kemajemukan budaya yang ada di Indonesia sudah dianggap ciri-ciri bangsa Indonesia karena Indonesia memiliki masyarakat yang multi etnis yang digunakan sebagai alat penggerak untuk mencapai ideologi kita karena ideologi kita dibentuk dengan terjadinya hal-hal yang historis dan ideologi kita memiliki satu tujuan yang sama yaitu tentang persatuan kesatuan negara Indonesia. (Agus Joko Pitoyo dan Hari Triwahyudi 2017)
Indonesia yang memiliki beraneka ragam suku dan budaya bukanlah sesuatu yang salah dan saling bertentangan tetapi karena perbedaan keanekaragaman suku budaya yang ada di tanah air kita ini menjadikan suatu daya tarik tersendiri untuk menumbuhkan rasa kesatuan dan persatuan untuk negara Indonesia. Seperti yang sudah dijelaskan pada Pancasila sila ke-3 yang berisi “Persatuan Indonesia”, kita harus mengamalkan sila tersebut demi kemakmuran bangsa, agar bangsa menjadi aman, tentram, dan harmonis tanpa adanya konflik mengenai perbedaan suku, ras, dan agama.
Kita sebagai warga negara Indonesia harus memiliki prinsip tersendiri untuk menghindari adanya perpecahan bangsa, contohnya seperti prinsip Bhinneka Tunggal Ika, memiliki rasa nasionalisme yang tinggi, memiliki wawasan nusantara yang tinggi agar memiliki rasa satu senasib sepenanggungan, dan memiliki semangat untuk mewujudkan cita-cita proklamasi yaitu mewujudkan masyarakat Indonesia menjadi adil dan makmur. Selain memiliki prinsip-prinsip itu kita juga harus menghindari sikap kita yang bisa membuat hal-hal yang tidak kita inginkan terjadi seperti menimbulkan konflik karena masalah sepele, bekelahi, beradu argumen, selalu mempunyai prasangka buruk terhadap orang lain yang tidak sejenis atau sepenanggungan dengan kita.