Mohon tunggu...
V Quiserto
V Quiserto Mohon Tunggu... wiraswasta -

Mengelola Blog Keuangan: http://www.duwitmu.com\r\n\r\n"Writing and sharing is my stress-relieve". Saya seorang ex-banker yang hobby menulis soal keuangan keluarga.\r\n\r\nDosen Manajemen Risiko, MM Atmajaya

Selanjutnya

Tutup

Money

Analisa Pembatasan LTV KPR terhadap Stabilitas Sistem Keuangan

9 November 2014   06:37 Diperbarui: 6 September 2015   00:04 693
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketiga, KPR/KPRS kedua dan seterusnya tidak diperkenankan untuk digunakan membiayai pembelian properti yang belum tersedia secara utuh (inden). ini juga dimaksudkan untuk lebih meningkatkan faktor perlindungan konsumen dengan mengatur  pembelian properti secara inden.

Ketentuan ini akan menghindari pemanfaatan kredit perbankan untuk membeli properti inden lebih dari satu unit oleh pihak-pihak tertentu. Sementara itu, pembelian properti dengan KPR/KPRS pertama masih dimungkinkan dilakukan secara inden dengan beberapa pengaturan terkait hubungan bank dengan pengembang.

Tujuan Pembatasan

Ada sejumlah tujuan dari pembatasan LTV di kredit properti ini sbb (sumber berita):

Pertama, menjaga stabilitas sistem keuangan terutama di kredit properti karena tren kenaikkan pemintaan properti dan kenaikan harga properti yang sudah sangat tinggi merupakan salah satu risiko yang perlu dicermati. Dikhawatirkan naiknya harga dan permintaan properti yang tajam berpotensi memicu instabilitas keuangan apabila terjadi gagal bayar oleh nasabah pada saat harga rumah jatuh.

Harapan  harga properti yang terus meningkat mendorong konsumen bersedia membeli properti berapa pun mahalnya harga yang ditawarkan, dengan keyakinan harga akan tetap naik di masa yang akan datang. Sementara, tanpa pengaturan, bank akan cenderung bersedia memberikan kredit beragun aset properti dengan tingkat LTV yang tinggi. Hal ini didasarkan pada ekspektasi harga properti yang akan naik dan bisa menutup expected cash inflow bila debitur gagal memenuhi kewajibannya.

Perkembangan tersebut dikhawatirkan akan mendorong harga rumah menjadi semakin mahal dan sulit terjangkau oleh masyarakat berpendapatan rendah. Tingginya harga rumah juga dapat mendorong peningkatan nilai KPR melalui pembiayaan perbankan. Hal ini berpotensi memicu instabilitas di perbankan apabila harga rumah jatuh.

Bukti tajamnya trend kenaikkan harga properti ditunjukkan oleh pertumbuhan Indeks Harga Properti Residensial (IHPR), yaitu sebesar 11,2% (yoy) pada triwulan I 2013 dan selanjutnya 13,51% (yoy) serta 14,64% (yoy) masing-masing pada Triwulan II dan Triwulan III 2013. Bila dilihat lebih detil lagi per kota, maka di beberapa lokasi, kenaikan harga properti residensial bahkan lebih tinggi. Pada triwulan I 2013, kenaikan IHPR sudah melampaui pertumbuhan PDB per kapita penduduk Indonesia.

Kedua, ketentuan Bank Indonesia yang memberikan hambatan kepada penggunaan fasilitas KPR untuk rumah tipe besar dan pihak-pihak yang memiliki fasilitas KPR lebih dari satu.  BI mewajibkan kepada nasabah yang akan kredit untuk rumah tipe besar dan rumah kedua dst-nya harus menyetor uang muka lebih besar karena adanya pembatasan LTV yang lebih ketat.

Hal ini dimaksudkan agar pengembang lebih banyak membangun rumah tipe kecil dan menengah bagi penyediaan perumahan masyarakat luas sehingga dapat mengurangi back log perumahan. Sementara itu, pihak-pihak yang merupakan pasar bagi rumah tipe besar dianggap cukup memiliki kemampuan untuk tetap memperoleh hunian yang dibutuhkan dengan ketentuan yang ditetapkan Bank Indonesia.

Dari data Bank Indonesia, porsi pembiayaan bank untuk KPR kedua, ketiga dan seterusnya masih di bawah 20% dari total KPR, sehingga masih sangat terbuka kesempatan bagi bank untuk tetap tumbuh dengan membiayai sektor perumahan. Demikian juga peluang bagi pelaku usaha di bidang properti masih sangat terbuka karena kebutuhan hunian bagi masyarakat masih sangat besar, terutama kesempatan untuk membangun rumah tipe kecil dan menengah yang terjangkau oleh masyarakat kebanyakan.

Dengan adanya penyempurnaan ketentuan LTV pada tahun 2013, risiko kredit diharapkan lebih terjaga, sehingga sektor properti tumbuh secara berkelanjutan. Selain itu, masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah akan memiliki kesempatan yang lebih besar untuk memperoleh rumah layak huni. Dalam rangka meningkatkan aspek perlindungan konsumen di sektor properti, ketentuan ini juga mengatur pembayaran cicilan sesuai dengan perkembangan pembangunan rumah atau apartemen yang dibiayai. Dengan hal itu, maka risiko terjadinya wanprestasi oleh pihak pengembang yang akan merugikan konsumen dapat diminimalkan.

Efektivitas Kebijakan Ini

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun