Obesitas masih merupakan salah satu topik pembahasan yang tidak ada habisnya di Indonesia, walaupun disisi lain permasalahan stunting juga masih menjadi bahan diskusi yang menarik untuk dibahas. Obesitas merupakan penumpukan lemak yang berlebihan akibat ketidakseimbangan asupan energi (energy intake) dengan energi yang digunakan (energy expenditure) dalam waktu lama (WHO, 2000). Indeks Massa Tubuh (IMT) merupakan salah satu parameter yang digunakan diseluruh negara untuk mengklasifikasikan kelebihan berat badan dan obesitas, dalam menentukan IMT pengukuran yang dilakukan adalah pengukuran berat badan seseorang dalam kilogram dibagi dengan kuadrat tinggi badan dalam meter (kg/m2).
Obesitas tidak hanya terjadi pada orang dewasa saja, obesitas juga dapat terjadi pada anak – anak. Bahkan terdapat 41 juta anak di bawah usia 5 tahun yang kelebihan berat badan dan obesitas di dunia. Di Indonesia berdasarkan Riskesdas 2018 prevalensi obesitas pada Balita sebanyak 3,8%, sedangkan berdasarkan indikator RPJMN 2015-2019 pada anak usia 5 – 12 tahun terdapat 18,8% anak yang mengalami kelebihan berat badan dan 10,8% mengalami obesitas. Prevalensi obesitas anak – anak juga berkembang dari tahun ke tahun. Obesitas pada anak merupakan salah satu penyebab utama terjadinya penyakit kardiometabolik (cardiometabolic diseases) termasuk juga dislipidemia. Identifikasi obesitas pada anak usia 5 – 18 tahun dapat menggunakan indeks massa tubuh menurut umur (IMT/U). Anak dikatakan obesitas apabila nilai IMT/U > +2 SD dan kelebihan berat badan apabila IMT/U +1 SD - +2SD (Kemenkes, 2020).
Metabolic syndrome merupakan istilah yang sering digunakan untuk menggambarkan serangkaian gangguan metabolisme yang dapat meningkatkan penyakit kardiovskular dan diabetes. Penyakit – penyakit atau gangguan metabolisme ini meliputi resistensi insulin, tekanan darah tinggi, hiperlipidemia (penurunan HDL, peningkatan trigliserida), obesitas sentral atau visceral, diabetes tipe 2, dan penyakit kardiovaskular. Deteksi dini kejadian sindrom metabolik pada anak – anak dan remaja yang obesitas sangat penting untuk dilakukan, hal tersebut merupakan salah satu pencegahan terjadinya komplikasi penyakit kardiovaskular ketika dewasa.
Berdasarkan sebuah literatur review oleh Qatrunnada (2022) mengenai faktor penyebab kejadian kelebihan berat badan dan obesitas pada anak – anak yaitu karena kebiasaan mengkonsumsi makanan yang tidak sehat seperti makan yang tidak teratur, mengkonsumsi makanan yang tinggi kalori, rendahnya asupan buah dan sayur, sering mengonsumsi minuman yang mengandung gula.Â
Kebiasaan mengkonsumsi junk food atau jajanan tidak sehat yang mengandung bahan-bahan seperti sebagai pemanis buatan, minyak goreng yang digunakan berkali-kali, dan bahan penyedap rasa lainnya adalah makanan ringan yang bisa menjadi salah satu penyebab kenaikan berat badan.Â
Aktifitas fisik juga sangat berperan dalam obesitas, saat ini lapangan bermain dan tempat bermain sangat sulit dan jarang ditemukan sehingga akan menyebabkan anak-anak lebih suka bermain di rumah dan memanfaatkan kemajuan teknologi dengan bermain video game, playstation, menonton televisi dan bermain komputer yang menyebabkan anak malas melakukan aktivitas fisik. Kurangnya aktivitas fisik atau yang dikenal dengan sedentary lifestyle dapat mengakibatkan energi yang tidak terpakai disimpan, dapat mengakibatkan proses metabolisme tidak berfungsi secara optimal yang mengakibatkan terjadinya penimbunan cadangan energi. Lama kelamaan akan menjadi timbunan lemak dan terjadi penambahan berat badan yang tidak terkontrol (Rizona et al., 2020).
Keturunan atau Genetika ternyata juga menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya obesitas pada anak, dimana terdapat faktor keturunan dalam obesitas. Ada kecenderungan seseorang untuk membangun lebih banyak lemak daripada yang lain karena ada sifat metabolisme yang diturunkan, misalnya ada gen bawaan dalam Adipose Tissue Lipoprotein Lipase enzyme yang lebih aktif. Durasi tidur ternyata juga berdampak terhadap obesitas pada anak – anak, berdasarkan National Sleep Foundation dan penelitian di Australia, anak-anak usia sekolah dasar biasanya memiliki waktu tidur 10 jam per hari. Penelitian ini  menjelaskan bahwa anak-anak yang memiliki durasi tidur pendek dapat menyebabkan sedentary lifestyle yang tinggi dan meningkatkan asupan energi, sehingga menyebabkan obesitas pada anak.Â
Peningkatan asupan makanan, terutama makanan tinggi lemak dan tinggi karbohidrat. Perubahan ini berhubungan dengan peningkatan serum ghrelin dan penurunan serum leptin. Kurang tidur (2-4 jam sehari) dapat mengakibatkan hilangnya 18% leptin dan peningkatan 28% ghrelin yang dapat menyebabkan peningkatan nafsu makan sekitar 23-24%. Maka dapat disimpulkan dari beberapa penelitian bahwa secara keseluruhan, kurang tidur dapat meningkatkan asupan berlebihan >250 kkal/hari (Marfuah et al., 2016).
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia juga telah menerbitkan cara dan prinsip dalam pencegahan dan pengelolaan obesitas. Prinsipnya yaitu adalah mengatur keseimbangan energi, energi yang masuk harus lebih rendah dibandingkan dengan energi yang dibutuhkan. Sehingga pola makan juga perlu adanya pengaturan berdasarkan jumlah, jenis, jadwal makan, dan pengolahan bahan makanan.Â
Pola aktivitas juga diperlukan untuk menyeimbangkan asupan energi, dengan adanya aktifitas fisik, energi yang berasal dari makanan tidak akan tersimpan berlebihan di dalam tubuh. Pola emosi makan juga diperlukan dalam pengelolaan obesitas, hal tersebut membantu agar dapat mengenali dan memahami jenis emosinya. Kemudian pola tidur atau istirahat juga berperan dalam mengkontrol obesitas, akibat dari kurang tidur akan menyebabkan hormon leptin terganggu sehingga dapat menyebabkan rasa lapar tidak terkontrol. Dengan mengetahui bagaimana cara pencegahan dan pengelolaan obesitas maka akan membantu mengurangi obesitas pada anak, sehingga anak akan terhindar dari Metabolic syndrome ketika beranjak dewasa.