Mohon tunggu...
Moh Rozaq Asyhari
Moh Rozaq Asyhari Mohon Tunggu... profesional -

Father who loves his children, husband who love his wife, lawyer who hate judiciary corruption, teacher who loves his job, a freelance writer, a human rights and peace activist,

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Mempidanakan Lembaga Survei?

14 Juli 2014   05:18 Diperbarui: 18 Juni 2015   06:24 441
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat menuju berangkat ke Kampus di Salemba, saya pesan taksi Gamya yang kebetulan poolnya dekat dengan rumah. Saya tidak mau ketinggalan kuliah tamu dari Prof. Anne Daly yang memberikan materi tentang Penyusunan Jurnal Internasional. Pak Sopir yang sudah berusia 62 tahun tersebut memulai obrolan dengan saya, pada pokoknya Pak Sopir tidak sepakat dengan ulah lembaga survei yang bikin situasi tidak nyaman. Menurut Pak Sopir kenapa lembaga survei tidak dibubarkan saja, dan untuk yang melanggar dipidanakan. Saya jawab sekenanya "ya dinikmati saja pak, ini kan namanya demokrasi, lebih nikmat kalau ada bumbunya kayak gini".

Diskusi dengan sopir taksi tersebut membuat saya tertantang untuk mendalami pertanyaannya. Apakah mungkin untuk mempidanakan lembaga survei ? sedangkan untuk pertanyaan apakah mungkin membubarkannya saya masih kurang sependapat, karena saya rasa inilah bumbu demokrasi yang bisa jadi tontonan dan memberikan hiburan kepada masyarakat.

Untuk mengetahui aturan main seputar Pilpres, tentunya kita harus telaah UU No 42 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Presiden, silahkan bisa didownload dan dipelajari. Untuk menelaahnya secara benar, tentunya kita perlu juga melihat beberapa perubahan yang dilakukan oleh MK atas UU tersebut, silahkan lihat disini. Pada pasal 188 ayat (1), perhitungan cepat disebut sebagai bagian dari partisipasi masyarakat :

Partisipasi masyarakat dalam bentuk sosialisasi Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, pendidikan politik bagi Pemilih, survei atau jajak pendapat tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, dan penghitungan cepat hasil Pemilu Presiden dan  Wakil Presiden wajib mengikuti ketentuan yang diatur oleh KPU.


Sedangkan pada pasal 188 ayat (3) dikatakan bahwa Hasil penghitungan cepat dapat diumumkan dan/atau disebarluaskan paling cepat pada hari berikutnya dari  hari/tanggal pemungutan suara. Jadi menurut pasal ini seharunya Quick Count dapat diumumkan tanggal 10 Juli 2014. Eit tunggu dulu, pasal ini sudah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi. Putusan atas permohonan Judicial Review pasal ini dapat dilihat disini.
Menurut Putusan MK No. 98 PUU-VII 2009 tersebut, ada dua ayat dalam pasal 188 yang dibatalkan dan tidak memiliki kekuatan hukum, yaitu ayat 2 dan ayat 3, silahkan lihat pada gambar berikut :

Nah, oleh karenanya apa yang dilakukan oleh lembaga-lembaga survei tersebut tidak bertentangan dengan UU Pilpres, karenanya mereka tidak dapat dipidanakan dengan alasan tersebut. Ketentuan yang melarang untuk melakukan publikasi hasil Quick Count pada hari perhitungan suara sudah dicabut oleh MK. Oleh sebab itu sah-sah saja, bila kemudian pada siang itu pula lembaga-lembaga survei ini menayangkan hasil perhitungan cepat yang mereka lakukan.
Akan tetapi ternyata pada perkembangannya, Lembaga Survei ini seolah menjadi Dewa Pemilu. Ada pernyataan bahwa Bila Perhitungan Yang Dilakukan Oleh KPU Berbeda Dengan Quick Count, maka KPU yang salah, silahkan baca salah satu beritanya disini , ini screen shot nya :

1405263903568979559
1405263903568979559
Coba kita lihat kembali pasal 188 UU Pilpres, saya tampilkan screen shotnya pasal tersebut :
1405264015578888248
1405264015578888248

Pasal yang dibatalkan oleh MK adalah ayat 2 dan 3 yang saya lingkari diatas, oleh karenanya masih tersisa 3 ayat yang sampai saat ini tentunya masih berlaku, yaitu ayat 1, ayat 4 dan ayat 5. Nah, pada ayat 4 terdapat ketentuan, bahwa penyebaran hasil Quick Count harus diberikan klausul bahwa hal itu bukanlah hasil resmi dari KPU. Dengan kata lain, sebagai bentuk dari partisipasi masyarakat sebagaimana ayat (1) lembaga survei seharusnya menyampaikan kepada masyarakat bahwa hasil resmi pemilihan presiden haruslah menunggu keputusan dari KPU, bukan dari hasil hitung cepat mereka. Nah, pada kasus diatas, lembaga survei bukannya memberikan edukasi sebagaimana dimaksudkan ayat 4 tersebut kepada masyarakat. Sepertinya malah terjadi deligitimasi terhadap keputusan KPU bila tidak sesuai dengan hasil perhitungan cepat mereka.
Nah berikutnya, mari dilihat pada ketentuan ayat 5, bahwa pelanggaran atas ayat 4 tersebut tersebut termasuk pada pelanggaran Pemilu Pilpres. Pelanggaran atas ketentuan tersebut diancam dengan pasal 256 sebagai berikut :
1405264493526641422
1405264493526641422
Perlu ditengok kembali pada putusan MK, bahwa ancaman pidana yang dihapuskan hanyalah pasal Pasal 228 dan Pasal 255. Oleh karenanya ketentuan pasal 256 ini masih berlaku sampai saat ini.
Dapatkah lembaga survei dipidanakan ? silahkan simpulkan sendiri...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun