Seperti yang kita ketahui, bahwa kasus pelecehan seksual pada anak semakin meningkat dari tahun ke tahun, walaupun banyak yang diantaranya tidak terlaporkan dan terdokumentasikan.Â
Minimnya pengetahuan mengenai hal ini menjadi alasan terbesar terjadinya pelecehan seksual pada anak. Seperti kasus yang terjadi pada pada Agustus 2020 lalu, yang dilaporkan bahwa ada seorang ayah yang telah melakukan pelecehan seksual pada anaknya yang belum cukup umur .Â
Kejadian ini terjadi akibat ketidaktahuan sang pelaku mengenai sexual child abuse. Namun demikian, Becker dan Murphy (1998) telah mengkaji mengenai hal ini, yang kemudian didapatkan hasil bahwa pelaku pelecehan seksual pada anak.
Beberapa diantaranya dikarenakan pelaku menderita paraphilia, kelainan mental, dan penyimpangan seksual. Tetapi tentu, setiap pelaku tidak dengan mudah untuk dikatakan demikian, melainkan harus berdasarkan hasil pemeriksaan dari profesional terkait.Â
Pelecehan seksual pada anak atau sexual child abuse merupakan tindakan pemaksaan, ancaman atau ketidakberdayaan seorang anak dalam aktivitas seksual. Aktivitas -- aktivitas yang dimaksud adalah melihat, meraba, penetrasi (tekanan), pencabulan, serta pemerkosaan (Orange dan Brodwin dalam Paramastri, 2015).Â
Pada tahun -- tahun ke belakang, pelecehan seksual hanya terjadi pada remaja dan orang dewasa, namun belakangan ini banyak dilaporkan terjadi pula pada anak-anak, termasuk balita.Â
Ada beberapa tips yang dapat dilakukan orang tua ketika dihadapkan masalah ini. Yang paling pertama, tentu harus kedua orang tua harus mengidentifikasi perilaku anak terlebih dahulu, jika terlihat perilaku-perilaku yang berbeda dari kebiasaannya, maka orang tua harus berkonsultasi dengan profesional yang ahli di dalamnya.
Setelah berkonsultasi kepada profesional dan terbukti terjadi pelecehan seksual pada anak, maka orang tua wajib untuk melaporkannya kepada pengadilan untuk menindaklanjuti.Â
Banyak profesional yang tentu dapat terlibat untuk menangani kasus ini, satu diantaranya adalah Psikolog Forensik. Dalam menangani kasus ini, Psikologi Forensik memiliki peran sebagai berikut (Fulero & Wrightsman, 2009) :Â
Psikolog berperan mengevaluasi anak dengan cara mewawancarainya serta melihat bagian lain dari anak, dengan maksud untuk melihat apakah memang benar pelecehan seksual terjadi pada anak tersebut.
2. Menilai kompetensi untuk bersaksi
Psikolog berperan jika memang dibutuhkan oleh hakim. Tugasnya tersebut adalah melakukan modifikasi dari beberapa prosedur yang biasanya digunakan untuk orang dewasa.
3. Mempersiapkan anak untuk bersaksi
Psikolog memiliki peran mempersiapkan anak untuk bersaksi di pengadilan yaitu membuat anak senyaman mungkin dan mengurangi stres di dalam ruangan.Â
Cara tersebut contohnya adalah memperbolehkan anak duduk di lantai, membuat ruangan lebih rileks, dan memperbolehkan anak membawa mainannya ke dalam ruangan asal tidak mengganggu jalannya sidang.
4. Bersaksi sebagai saksi ahli
Setiap pihak terkait bisa saja menjadikan psikolog forensik sebagai saksi ahli. Dalam hal ini, peran psikolog forensik sebagai saksi ahli adalah untuk menjelaskan kondisi psikologis anak, baik sebagai saksi ahli yang melakukan pemeriksaan atas anak maupun tidak (Kusumowardhani, 2017).
5. Menilai Dugaan Anak
Psikolog berperan menilai dugaan yang disampaikan oleh orang yang melaporkan, dengan menggunakan teknik wawancara pada korban.
Kasus pelecehan seksual pada anak ini banyak terjadi dimana-dimana, namun sedikit yang terlaporkan. Hal ini dapat terjadi karena baik itu orang tua maupun masyarakat luas, masih tabu akan bahayanya pelecehan seksual pada anak.Â
Selain itu, masyarakat luas terutama orang tua zaman dahulu, masih menganggap perilaku tersebut sebagai hal yang biasa dilakukan oleh orang-orang pada anak kecil. Kemudian, penyebab yang tidak kalah penting lainnya adalah banyak yang ketika akan melaporkan kasus tersebut malah terhambat dikarenakan kurangnya bukti yang konkrit.
Melihat kejadian tersebut, maka perlu dilakukan sosialisasi secara menyeluruh kepada seluruh masyarakat, serta dilakukan psikoedukasi mengenai pentingnya waspadai anak dari perilaku pelecehan seksual.Â
Melihat kejadian tersebut, maka dalam hal ini perlu dilakukan sosialisasi secara menyeluruh kepada seluruh masyarakat, serta dilakukan psikoedukasi mengenai pentingnya waspadai anak dari perilaku pelecehan seksual. Untuk mencegah peningkatan kasus ini, maka setiap individu haruslah bekerja sama untuk mencegahnya, termasuk Pemerintah.Â
Cara yang dapat dilakukan adalah memberikan edukasi mengenai seks sedini mungkin baik di sekolah maupun di rumah terutama mengenai ilmu parenting, agar orang tua dapat dengan tepat memberikan edukasi dengan baik.
REFERENSI
Fulero, S. M., & Wrightsman, L. S. (2009). Forensic Psychology: Third Ed.
Kusumowardhani, R. (2017). Perspektif psikoviktimologi dalam pendampingan dan perlindungan anak korban kekerasan seksual. Egalita, 10(2). https://doi.org/10.18860/egalita.v10i2.4544
Paramastri, I. (2015). Early prevention toward sexual abuse on children. Jurnal Psikologi, 37(1), 1 -- 12--12. https://doi.org/10.22146/jpsi.7688
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H