Ada pesan di balik jeruji jiwa melayani.
Jika memang saat ini waktu sedang memelukku, apakah kini dunia sedang sekarat?Â
Dalam langkah yang lemas, kekacauan menarik paksa dengan tambang yang berlumuran darah. Membungkam mulut dengan kain bekas, mencaci maki diri atas permintaan keadilan. Kucing-kucing yang haus mengencingi sudut kota, terus menyembah pada penguasa hutan tingkat satu. Bukan lagi ikan keranjang, hanya tuna yang ia mau. Memburu para manusia untuk memberi mereka makan. Entah, apakah hewan mana lagi yang menggambarkan seorang budak yang kini masih menyembah pada keadilan. Keadilan mana lagi yang harus diperjuangkan? Selagi semua terus di abaikan?
Entah apa yang terjadi dengan diri makin tidak masuk akal, sedangkan semua yang terjadi di dunia ini sudah di luar nalar. Kejahatan marak dimana-mana, kegelapan menyelimuti dunia. Putih bukan lagi milik warna, ia sudah kehilangan putih bertahun-tahun lalu. Kini Warna-warna lain yang tercipta diatas kepala manusia sudah sirna. Langit sudah tak seceria dulu, walau kini malam menjadi indah dibandingkan senja.Â
Bibir sudah melantur apa yang mau ia bicarakan, sudah berapa sumpah serapah yang sudah ia katakan. Tangannya terus menggenggam dengan darah yang terus mengalir dari genggaman itu sendiri, ia mengusap foto dirinya sendiri.Â
"Lihat, dunia kini kacau, bawa aku kembali."
Roz, 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H