Malam semakin padam, bulan setengah tenggelam. Aku masih asik menyanggah wajahku, mendengarkan bagaimana kau bercerita tentang masa dimana aku dan kamu terpisah begitu jauh.Â
Lucunya tawa ku masih tertahan, tak terbahak-bahak bagaimana dulu kau sering melontarkan kerecehan mu pada ku. Perlahan sepi menjadi pengiring pembicaraan kita.Â
Berat hati diri ingin menambahkan cerita, epertinya cerita mu lebih menarik daripada ceritaku walau kurasa banyak yang terjadi atas kepergianmu.Â
Lucunyaa sampai ceritamu terlalu asik, tak cukup satu cangkir kopi untuk menemani itu, aku harus menambahnya lagi, kau sampai mengeluarkan tatapan bingung disaaat pesanan kopi keduaku datang. Dalam benak ku hanya terbesit beberapa kalimat seperti "Hmm, sudah lama ya.. dan kau sudah banyak berubah"
Kau kembali bertanya, bagaimana kabar ku? Aku terdiam, hanya menjelaskan beberapa hal. Selebihnya diperjelas oleh kawan di sebelahmu. Sepertinya dia yang lebih tau aku bagaimana disaat tidak adanya kehadiranmu.Â
Tidak, itu hanya sebagian kecil. Lain kali akan ku ceritakan bagaimana kisahku tanpa adanya hadirmu, sepertinya apakah ada waktu nanti kita akan dapat bersua? Dengan keadaan kau yang sudah berubah kini? Ah, mungkin lain kali disaat waktu itu benar-benar nyata.Â
Awan dan angin sepertinya mendengar keluh kesah ku, dan debu mengadu pada senja yang hampir membiru. Bagaimana bibir terus membisu dengan mata yang menatap sendu.Â
Malam itu aku berteriak membenci pada kondisi dan waktu, deritaku beradu, iya beradu akan patah hati atas kamu. Diri memang tidak tahu apa yang direncanakan waktu, dan waktu memberi ku kesempatan untuk cerita yang hampir tak tersampaikan padamu.
Kembali walau tak sama, kau berusaha untuk bertahan pada rasa yang sama. Berusaha membuat diri menjadi lebih pasti, walau diri lebih takut pada waktu yang tak pasti.Â
Terimakasih telah berusaha, dan rasa sepertinya jangan tanyakan padaku. Bagaimana dengan diri? Seberapa yakin aku? mengapa itu kamu? Sepertinya kau akan mengetahuinya nanti setelah temu. Setelah kau memutuskan sendiri pilihanmu.Â
Perihal rasa, mungkin lain kali akan ku ceritakan kembali..
Tapi apakah kau percaya bahwa detak jantung yang seirama itu kah cinta sejati?
Nav
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H