Mohon tunggu...
Royyan Zuhdi Arrifqi
Royyan Zuhdi Arrifqi Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Masih Belajar

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Mengapa di Penajam Paser Utara?

8 September 2019   16:10 Diperbarui: 8 September 2019   16:18 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Royyan Zuhdi Arrifqi

181910501036

Fakultas Teknik/Universitas Jember

Indonesia merupakan negara dengan lebih dari lima belas ribu pulau yang terbagi dalam beberapa rumpun pulau besar. Pulau dengan kepadatan penduduk tertinggi terletak di Pulau Jawa dengan lebih dari setengah populasi Indonesia. Kepadatan ini juga disebabkan pertumbuhan ekonomi yang semakin meningkat dari tahun ke tahun, sehingga mendorong perpindahan penduduk atau arus transmigrasi yang besar ke Pulau Jawa. Ketersediaan infrastruktur yang memadai menjadi daya tarik terbesar bagi masyarakat untuk tinggal di Pulau Jawa.

Kemudahan dalam mengurus administrasi pemerintahan juga menyebabkan banyak investor kemudian menanamkan modal di Pulau Jawa. Penyebab lain dari semakin padatnya Pulau Jawa ialah letak ibukota negara yang juga terdapat di pulau jawa, hal ini tentu menyebabkan kesenjangan ekonomi di pulau pulau lain yang memiliki jarak relatif jauh dari Pulau Jawa. Kepadatan tertinggi di Pulau Jawa berada di wilayah Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi) yang merupakan Kawasan ibukota dengan jumlah penduduk lebih dari setengah penduduk di Pulau Jawa dengan jumlah tiga puluh dua juta lebih penduduk. Kondisi ini menyebabkan wilayah terbangun menjadi bertambah dan tidak diimbangi dengan tersedianya ruang terbuka hijau, kondisi ini tentu tidak baik bagi pusat pemerintahan.

Problematika ibukota yang begitu komplek mulai dari terbatasnya ruang terbuka, kemacetan hingga banjir yang terjadi setiap tahunnya menjadikan Jakarta tidak lagi memenuhi kemampuan sebagai pusat pemerintahan. Selain itu, setiap tahunnya Jakarta mengalami penurunan muka tanah akibat beban yang semakin besar dari pembangunan Gedung tinggi, infrastruktur jalan dan beban kendaraan di atas (truk truk besar) serta pemompaan air tanah secara besar -- besaran dan tidak terkendali (rumah tangga, gedung, dan kawasan industri). Pengamat dari Universitas Trisakti, Nirwono Joga mengatakan penurunan muka tanah di Jakarta memang terjadi karena faktor alami dimana permukaan tanahnya cukup lunak sehingga secara alami tetap akan mengalami penurunan tanah secara perlahan lahan. Dengan rentang penurunan antara delapan sampai dua puluh empat sentimeter setiap tahunnya. Sedangkan permukaan air laut naik dua sampai empat sentimeter per tahun.

Permasalahan lain yang hingga kini masih belum bisa teratasi ialah kemacetan. Problematikan lawas ini sungguh menjadi beban terbesar bagi ibukota negara. Aksebilitas yang begitu minim membuat pertumbuhan ekonomi bisa saja terhambat dan mengakibatkan kerugian bagi negara. Bahkan setiap harinya masyarakat Jakarta harus menghabiskan hampir seperempat aktivitasnya di jalan karena terjebak kemacetan. Kemacetan juga menimbulkan dampak buruk bagi kesehatan, gas emisi yang dikeluarkan oleh kendaraan menjadi penyebab pencemaran udara. Sampah juga turut menjadi permasalahan yang kini harus dihadapi oleh Jakarta.

Setiap harinya ada tujuh ribu ton sampah yang dihasilkan oleh pemukiman dan perkantoran di ibukota. Sistem pengelolaan sampah yang tidak sesuai dengan kriteria menyebabkan banyak sampah yang tidak bisa diolah dan bahkan ada beberapa yang berakhir di saluran irigasi dan sungai. Akibat banyaknya sampah yang tidak terkendali menimbulkan bau tidak sedap dan lebih parah lagi, sampah menjadi penyebab terjadinya banjir di setiap tahunnya di Jakarta. Semakin padatnya pemukiman sehingga saluran irigasi menyempit ditambah adanya sampah yang dibuang di saluran irigasi.

Dengan semua permasalahan seperti ini maka langkah pemerintah untuk memindahkan ibukota negara ke tempat yang lebih layak tentu merupakan alternatif yang bisa diambil sebagai solusi masa depan Indonesia. Pemindahan ibukota ini juga berkaca dari pengalaman negara lain yang memindahkan ibukota ke wilayah baru. Seperti Brazil yang memindahkan ibukotanya dari Rio De Janiero ke Brazilia pada tahun 1960. Pemerintah Brazil memulai pemindahan ibukota pada tahun 1956.

Pada saat itu, Brazilia belum memiliki sarana penunjang yang memadai sebagai ibukota, Perdana Menteri Brazil untuk Indonesia Rubem Barbosa menyampaikan bahwa belum ada akses transportasi mulai jalan raya hingga rel kereta api menuju Brazilia dari ibukota lama yakni Rio De Janiero pada awal proses perpindahan ibukota tersebut. Pemerintah Brazil memang memulai perpindahan ibukota tersebut dari nol karena memang Rio De Janiero berkembang terlalu cepat sehingga tidak bisa mengakomodasi pemerintahan lagi.

Selain itu, Tujuan Pemerintah Brazil memindahkan ibukota untuk memperbaharui kebanggaan nasional masyarakatnya dengan memiliki ibukota modern pada abad ke -- 21, meningkatkan kesatuan nasional dengan pembukaan lahan baru yang terletak di tengah negaranya dan untuk mengurangi ketimpangan ekonomi di Brazil. Tidak hanya meratakan ekonomi, pemindahan ibukota Brazil juga bertujuan untuk meratakan persebaran penduduk.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun