Artikel disusun oleh Mikail Rifqiy A.R, Muh. Fakhril Nursam, & Muh. Royyan HasanÂ
    Hanya
    oleh: Sapardi Djoko Damono
    Hanya suara burung yang kau dengar
    dan tak pernah kaulihat burung itu
    tapi tahu burung itu ada di sana
    Hanya desir angin yang kaurasa
    dan tak pernah kaulihat angin itu
    tapi percaya angin itu di sekitarmu
   Hanya doaku yang bergetar malam ini
   dan tak pernah kaulihat siapa aku
   tapi yakin aku ada dalam dirimu
KETIKA kita membaca sajak dari puisi "Hanya" ini, timbul suatu perasaan tentang seseorang yang mungkin kita pernah merasakan keberadaannya, suatu hawa yang tidak pernah timbul sebelumnya, dan sebuah pesan kepada pujaan hati bahwa dengan lantunan doa yang kita panjatkan, semoga dia merasakan hal yang sama dengan pembaca, yakni 'cinta'
Sapardi menuliskan sebuah kata yang terkesan ambigu dan berulang bagi para pembaca. Namun, dibalik sajak-sajak itu Sapardi hendak menyampaikan rasa kerinduannya pada seseorang yang selama hidupnya ia hanya bertemu sekali atau dua kali. Bak suara burung tanpa kehadirannya, kumpulan angin yang berlalu tanpa dilihat oleh mata, juga doa yang terbesit dalam hati, semua itu adalah ungkapan yang hendak ia sampaikan mengenai perasaannya tersebut.
Apakah Latar Belakang dari Sajak-Sajak dalam puisi "Hanya"?
Berdasarkan keterangan dari kata "Kau" dalam sajak, hal ini membawa kita pada perawakan seorang perempuan yang pernah ditemui oleh penulisnya. Sesuatu yang tidak dapat dideskripsikan secara detail mengenai sifat, tubuh dan karakternya, namun penulis meyakinkan pembaca dengan sajak-sajak yang membawa kita pada perasaan yang pernah ada namun tidak dapat kita ulangi.
Sajak-sajak yang ditulis oleh Sapardi memiliki segudang luapan emosi yang dapat mempengaruhi perasaan pembaca. yakni diantaranya:
1. Melodi Keberadaan yang Tak Terlihat
Puisi ini membawa kita menyelami dunia di mana keberadaan tak selalu bisa dilihat dengan mata telanjang. Keindahan alam, kekuatan doa, dan bahkan kehadiran diri sendiri, terkadang tersembunyi di balik tirai tak kasat mata.
2. Suara Burung yang Misterius
Bait pertama membuka dengan suara burung yang tak terlihat. Kita hanya mendengar melodinya, merasakan kehadirannya tanpa pernah melihat wujudnya. Hal ini melambangkan banyak hal yang ada di sekitar kita, namun tak selalu bisa dipegang atau dilihat secara fisik. Alam, dengan segala keindahannya, terkadang hadir dengan cara yang halus dan tak terduga.
3. Angin yang Tak Terjamah
Bait kedua melanjutkan dengan "desir angin" yang tak terlihat. Angin yang tak kasat mata ini, meskipun tak terjamah, mampu kita rasakan keberadaannya. Angin melambangkan kekuatan yang tak terikat oleh bentuk, kekuatan yang mampu bergerak bebas dan menembus batas.
4. Doa yang Menggetarkan Jiwa
Bait ketiga beralih ke doa. Doa, meskipun tak berwujud, mampu menggetarkan jiwa dan membawa ketenangan. Doa melambangkan komunikasi dengan kekuatan yang lebih besar, komunikasi yang tak membutuhkan kata-kata, tapi terjalin melalui getaran hati.
5. Kehadiran Diri yang Tak Terlihat
Bait terakhir menyingkap keberadaan diri sendiri. Kita tak selalu bisa melihat diri kita sendiri secara utuh, namun yakin bahwa kita ada. Keberadaan diri ini, meskipun tak tergambar di cermin, tertanam dalam hati dan jiwa.
6. Simbolisme Keberadaan
Puisi ini penuh dengan simbolisme tentang keberadaan. Burung, angin, dan doa, meskipun tak terlihat, memiliki kekuatan dan pengaruh yang besar. Keberadaan mereka tak diragukan lagi, meskipun tak tertangkap oleh panca indera.
Puisi ini mengajak kita untuk melampaui batas penglihatan dan merasakan dunia dengan cara yang lebih halus dan mendalam. Kita diajak untuk percaya pada kekuatan yang tak kasat mata, kekuatan yang mampu membawa kedamaian dan ketenangan dalam hidup.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H