Mohon tunggu...
Roy Wangintan
Roy Wangintan Mohon Tunggu... profesional -

Refleksi di saat sendiri

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Hujan Pun Ingin Berteduh

12 September 2013   20:34 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:59 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Ketika kemarin adalah kenangan hari ini dan besok adalah mimpi sejuta harapan. Biarkan hari ini memeluk masa lalu dengan kenangan masa depan ditemani penantian.

Dalam kearifannya, waktu adalah teman terbaik. Seperti butir hujan yang turun ke bumi, selalu mencari ruang kemana dia berada.

Jakarta turun hujan.....

Warung nasi dan gerai toko fotocopy disepanjang jalan sudah tutup. Aku duduk termangu sendiri. Dari halte kota ini, kalian bisa melihat dengan leluasa pemandangan jalan, tidak begitu besar tapi cukup untuk memecah kemacetan di siang hari. Tepat disebrang jalan berdiri gedung rumah sakit besar dan cukup modern, Kerlip lampu malam, duduk dua orang satpam di pos penjagaan. Ngantuk sangat kelihatannya. Warung pedagang kaki lima memadati jalan sepanjang mata memandang. Cuaca dingin dan rinai hujan membuat kepulan nasi goreng, dan hidangan mie rebus amat mengundang selera. Sayang, malam ini aku sama sekali tidak lapar! Kota ini maju sekali, meskipun itu harus dibayar dengan ketidaknyamanan. Siapa yang peduli? Entahlah...

Halte ini sudah tidak asing, hampir dalam setiap kunjungan ke kota ini, aku selalu menyempatkan diri untuk singgah. Selain memang hanya sekedar bernostalgia atau hanya ingin duduk-duduk dan atau hanya sekedar ingin menikmati hidangan warung kopi pedagang kaki lima saja.

Mata menatap keramaian di sebrang jalan. Menunggu hujan reda. Warung rokok persis samping halte memutar lagu ringan dengan tempo lambat. Lagu itu seperti  disengaja. Sebuah usaha yang patut diapresiasi, seperti berada di cafe mewah walaupun itu hanya sekedar lagu dangdut alakadarnya. Apalagi kalau bukan untuk menyugesti pembeli sehingga berbetah-betah dan berlama-lama.

Sejenak aku kadang tersenyum meringis kadang pula aku tersenyum ganjil, seakan berharap kehidupan selalu berbaik hati padaku. Ayahku pernah bilang, kelak kau akan dewasa, kelak kau akan memahami, tidak sekarang, esok, lusa kau akan tahu artinya. Dan kini aku telah dewasa.!

Tepat ketika janji masa depan baik itu tiba.....tersenyumlah, menatap kehidupan ini dengan yakin.....Begitu membanggakan.”

Malam kian larut, hujan tidak kunjung reda. Air hujan pun perlahan masuk mealui rongga- rongga atap halte yang bolong. Hujanpun ingin berteduh!!!

Jakarta,    September 2013

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun