Mohon tunggu...
Roy Wangintan
Roy Wangintan Mohon Tunggu... profesional -

Refleksi di saat sendiri

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Celah Bibir dan Langit–langit Taman Sari

8 Februari 2014   12:40 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:02 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_310874" align="aligncenter" width="300" caption="Si gajah Bonbin (dokumen pribadi)"][/caption]

“Apakah si Singa masih tetap jadi Raja Hutan? Apakah bintik kulit si macan tutul masih belum luntur? apakah si ular masih masih bisa meliuk-liukkan tubuh panjangnya? Atau apakah si panda masih tetap lucu? katakan padaku burung, apakah mereka masih tetap sama?”

“Ya ampun, kamu masih tetap saja berdiri di kandang yang sempit. Rantai panjang angkuh melingkar di kaki-kakimu. Teralis besi tua itu setia jadi pagar rumahmu. Kamu sudah jadi warga kebun binatang ini lama gajah! Kamu seperti bergelantunan rerumputan sepanjang taman tak berembun, tidak seperti angin yang plin plan kemana harus bermalam. Apa yang harus di kata?? Kamu tetap Gajah teman!

“Uh Puitis sekali kau burung, aku bosan mendengarnya.” Burung,  apakah mereka mencibir aku sebagai gajah yang tidak lagi indah dan mempesona?”

“Tidak – tidak, Lihat Kuping dan belalaimu masih lengkap bukan ?” Tubuhmu masih besar, kupingmu masih lebar dan belalaimu pun masih panjang”.

“Tapi mereka kurang memperhatikanku, tubuhku kotor, makan saja sudah seperti manusia pake ada jadwalnya, jangan bicara enak atau tidak makanan itu! “Sedangkan kamu,?. Kamu Bisa terbang bebas sambil bersiul mencari makan sesuka hati..”

“Tidak gajah...teman-temanku juga banyak yang berada dalam sangkar sana”.

“Tapi.....setidaknya teman-teman burungmu mendapatkan kandang yang jauh lebih baik di banding aku”. “Aku ingin bicara sama mereka, aku ingin yang lebih luas atau setidaknya berilah kandang yang layak untukku. Agar aku bisa berjalan bebas, berlari sesuka hati, tebar pesona ke seluruh pengunjung. Bibirku tidak bisu,...tapi percuma, mereka manusia tidak mengerti apa perkataanku”. Langit kita sama, tapi kenapa tanah kita berbeda?”

“Setidaknya aku ingin duduk! Aku ingin ingin seperti gajah bangunan kampus sebelah. Si gajah duduk yang memiliki nama besar, sedangkan aku.?... Aku sudah lupa kapan terakhir aku bisa duduk!

“Ya..ya..ya..curhat kamu aku terima. Suatu saat nanti aku akan mengajakmu terbang teman, kamu bisa duduk di awan dan bisa melihat indahnya dunia dari ketinggian sana”. Hehe...

“Ah ada-ada saja kau burung..!”

*Bandung, Februari 2014

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun