Sebagai seorang karyawan, kita kadang ragu untuk memanfaatkan cuti yang diberikan perusahaan. Padahal dengan memanfaatkan cuti kita dapat menghilangkan penat yang disebabkan oleh rutinitas pekerjaan. Hal ini dapat memberikan efek positif kepada karyawan maupun perusahaan. Bagi karyawan, dengan keluar sejenak dari rutinitas akan menjaga kondisi kesehatan mental dan mengembalikan tingkat kepuasan dalam bekerja. Sedangkan bagi perusahaan, kondisi mental karyawan yang baik akan berpengaruh terhadap pencapaian target. Selain itu, perusahaan dapat menggunakan kesempatan cuti karyawannya untuk melatih cross-skill karyawan lainnya.
Lalu bagaimana peraturan ketenagakerjaan mengakomodir hak karyawan tersebut?
Hak cuti karyawan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang (UU) Ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003. Dalam Undang-undang tersebut telah hak cuti karyawan salah satunya yaitu cuti tahunan.
Dalam pasal 79 ayat 2 UU Nomor 13 menyebutkan bahwa, karyawan berhak memperoleh sedikitnya 12 hari, dengan syarat bahwa karyawan tersebut sudah bekerja minimal 1 tahun atau 12 bulan lamanya di perusahaan itu. Namun pada kenyataan di lapangan, terdapat beberapa metode untuk menghitung cuti tahunan ini, berikut metodenya:
Metode annually
Menghitung dengan menggunakan metode ini maka, perusahaan terlebih dahulu akan menentukan periode bulan tertentu untuk memunculkan cuti ini. Banyak perusahaan memunculkan cuti tahunannya pada bulan Januari. Maka untuk karyawan yang baru bergabung, cutinya akan dihitung proposional sampai ke bulan januari, sedangkan untuk karyawan lama maka cutinya akan muncul pada bulan Januari sebesar 12 hari.
Contohnya seperti di bawah ini:
Metode anniversary
Dengan menggunakan metode perhitungan ini maka karyawan akan mendapatkan cuti ketika telah 1 tahun bekerja. Efeknya, waktu pemunculan cuti karyawan antara satu dengan yang lainnya dapat berbeda. Hal ini terkadang menjadi kesulitan bagi perusahaan untuk melakukan pengecekkan. Namun metode ini sesuai dengan apa yang tertulis di UU Nomor 13 pasal 79 ayat 2 yang mana menyebutkan bahwa karyawan harus bekerja 12 bulan berturut-turut.
 Contoh perhitungannya di bawah ini:
Metode ini merupakan pencampuran antara 2 metode yang telah disebutkan di atas. Bagi karyawan baru cuti akan muncul ketika sudah genap 1 tahun dan di tahun berikutnya akan muncul cuti tahunan mulai per Januari (dihitung proporsional). Metode ini relatif sering digunakan oleh perusahaan karena sesuai dengan UU Nomor 13 yang menyebutkan bahwa karyawan harus bekerja 12 bulan berturut-turut dan setelah tahun kedua perusahaan akan lebih mudah dalam hal pengecekkan serta pemunculan cutinya.
Contohnya seperti di bawah ini:
Ada beberapa perusahaan yang menggunakan metode ini dalam menghitung cuti bagi karyawan baru maupun karyawan lama. Pada metode ini, setiap karyawan berhak mendapatkan cuti tahunan sebesar 1 hari/bulan. Untuk masa berlakunya ada yang 1 tahun setelah muncul adapula yang habis pada akhir tahun periode berjalan.
Contohnya seperti di bawah ini:
Dari berbagai metode yang sudah disebutkan di atas, setiap perusahaan akan mengatur hak cuti tahunan karyawan lebih lanjut dalam peraturan perusahaan atau perjanjian kerja sama dan kesepakatan antara pengusaha dan karyawan. Meskipun terlihat sederhana, seringkali metode penentuan cuti di atas akan semakin kompleks jika dilakukan secara manual. Apalagi jika jumlah karyawan pada perusahaan semakin banyak dan perusahaan membutuhkan kombinasi beberapa cuti dengan metode perhitungan yang berbeda. Untuk hal tersebut, maka perusahaan dapat mempertimbangkan penggunaan Software Payroll Indonesia dan pastikan Software Payroll Indonesia pilihan anda telah mendukung metode perhitungan yang Anda butuhkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H