Mohon tunggu...
roy paty
roy paty Mohon Tunggu... -

Pekerja usaha mandiri, peduli pada masalah sosial, tinggal di Ambon Maniseee...

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Ambon Rusuh, Bung Karno Menangis

12 September 2011   05:16 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:02 661
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ambon kembali dilanda kerusuhan massal. Warnanya masih sama : SARA. Awalnya hanya ada kejadian seorang tukang ojek tewas (sabtu, 10/09/2011). Belum jelas benar apa penyebabnya, tetapi massa sudah beraksi. Akibatnya korban tewas bertambah lagi dua orang, dan 18 luka-luka. Belum terhitung berapa kendaraan yang hangus dibakar massa dan bangunan hancur akibat amuk massa.

Sebagian warga ada yang mengungsi ke Masjid dan ada pula yang mencari tempat aman ke gunung, karena khawatir terjadi saling serang sebagaimana pernah terjadi tahun 1999 dan 2000 yang lalu.

Menyaksikan peristiwa ini, kerinduan saya tiba-tiba muncul pada sosok pemimpin revolusi kita, Bung Karno. Pencetus ideologi Pancasila ini mungkin sedang bermuram durja lantaran Pancasila yang diwariskannya itu seakan sudah tak bernyawa lagi.

Padahal sedari awal, Bung Karno punya harapan besar. Dengan nilai-nilai Pancasila yang telah ditanamnya agar melekat kuat di hati seluruh anak bangsa, pluralitas suku, ras, agama dan kepercayaan tidak akan menjadi penghambat kelanggengan sebuah bangsa, Bangsa Indonesia yang amat dicintainya ini.

Inilah harapan Bung Karno, yang saya petik dari Pidatonya berjudul “Negara Pancasila : Terbanglah kapal udaraku datang di daerah Aceh*)

Aku terbang dari barat ke timur, dari timur ke barat. Dari utara ke selatan,dari selatan ke utara. Aku melihat tanah air kita. Allahu akbar, cantiknya bukan main! Dan bukan saja cantik, sehingga benarlah apa yang diucapkan oleh Multatuli didalam kitab "Max Havelar", bahwa Indonesia ini adalah demikian cantiknya, sehingga ia sebutkan "Indulinde de zich daar slingert om den evenaar als een gordel van smaragd". Indonesia yang laksana ikat pinggang terbuat daripada zamrud berlilit-lilit sekeliling khatulistiwa! Indahnya demikian. Ya…, memang saudara-saudara, jikalau engkau terbang 17.000 kaki di angkasa dan melihat ke bawah, kelihatan betul-betul Indonesia ini adalah sebagai ikat pinggang yang terbuat dari zamrud, melilit mengelilingi khatulistiwa, berpuluh-puluh, beratus-ratus, beribu-ribu pulau saudara melihat. Dan tiap-tiap pulau itu berwarna-warna. Ada yang hijau kehijauan, ada yang kuning kekuningan. Indah permai tanah air kita ini, saudara-saudara. Lebih daripada 3.000 pulau, bahkan kalau dihitung dengan yang kecil-kecil, 10.000 pulau.

Terbanglah kapal udaraku datang di daerah Aceh. Rakyat Aceh menyambut kedatangan Presiden, rakyat beragama Islam. Terbang lagi kapal udaraku, turun di Siborong-borong darah Batak. Rakyat Batak menyambut dengan gegap-gempita kedatangan Republik Indonesia, agamanya Kristen. Terbang lagi, Saudara-saudara, dekat Sibolga, agama Kristen. Terbang lagi ke Selatan ke Sumatra Tengah dan Sumatra Selatan, agama Islam.

Demikianlah pulau di Jawa, kebanyakan beragama Islam, di sana Kristen, di sini Kristen. Terbang lagi kapal udaraku ke Banjarmasin, kebanyakan Islam. Tetapi di Banjarmasin itu aku bertemu utusan-utusan dari suku Dayak, Saudara-saudara. Malahan di Samarinda aku berjumpa dengan utusan-utusan, bahwa rakyat Dayak yang sembilan hari Sembilan malam turun dari gunung-gunung untuk menjumpai Presiden Republik Indonesia. Mereka tidak beragama Islam, tetapi beragama agamanya sendiri.

Aku ber-ibu orang Bali. Idayu Nyoman Rai nama Ibuku. Malahan jikalau aku beristirahat di Tampaksiring, desa kecil di Bali, rakyat Bali menyebut aku, kecuali Bung Karno, Bapak Karno, menyebut aku, Ida Bagus Made Karno. Aku melihat masyarakat Bali yang dua juta manusia itu beragama Hindu-Bali. Di Singaraja ada masyarakat Islam sedikit. Di Denpasar ada masyarakat Islam sedikit. Terbang lagi kapal udaraku ke Sumbawa, Islam. Terbang kapal udaraku ke Flores, pulau dimana aku dulu di internir rakyat Flores kenal akan Bung Karno, Bung Karno kenal akan rakyat Flores, sebagian besar rakyat Flores itu beragama Roma Khatolik (Kristen).

Terbang lagi kapal udaraku ke Timor, sebagian besar rakyatnya Kristen Protestan. Terbang lagi kapal udaraku ke Ambon, Kristen. Sekitar Ambon itu adalah masyarakat Kristen. Terbang lagi ke Utara ke Ternate, Islam di Ternate. Dari Ternate terbang ke Manado. Minahasa sekelilingnya Kristen, ke Selatan Makasar, Islam. Di Tengah Sukawesi, Toraja sebagian besar Kristen, sebagian belum beragama.

Benar apa tidak perkataanku, Saudara-saudara, bahwa Bangsa Indonesia adalah beraneka agama? Demikian pula aku berkata, bahwa bangsa Indonesia ini beraneka adat-istiadat, beraneka suku pula. Beraneka suku, beraneka agama, beraneka adat-istiadat. Ini yang menjadi pikiran Bapak berpuluh-puluh tahun. Aku ingin membentuk satu wadah yang tidak retak, yang utuh, yang mau menerima semua masyarakat Indonesia yang beraneka itu dan yang masyarakat Indonesia mau duduk pula di dalamnya, yang diterima oleh Saudara-saudara beragama Islam, yang beragama Kristen Katholik, yang beragama Kristen Protestan, yang beragama Hindu-Bali, dan oleh Saudara-saudara yang beragama lain, yang bisa diterima oleh Saudara-saudara yang adat-istiadatnya begitu, dan yang bisa diterima oleh sekalian Saudara.

Aku bukan pencipta Pancasila. Pancasila diciptakan oleh bangsa Indonesia sendiri. Aku hanya menggali Pancasila daripada buminya bangsa Indonesia. Pancasila terbenam di dalam bumi bangsa Indonesia 350 tahun lamanya. Aku gali kembali dan aku persembahkan Pancasila ini di atas persada bangsa Indonesia kembali.

Jikalau kita 80 juta bersatu padu di dalam kesatuan nasional revolusioner tidak ada satu cita-cita yang tidak terlaksana oleh kita.

*) Pidato di Surabaya, 24 September 1955.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun