Nyuwun duko Pak ES, saya udah tidak mampu demo tentang BBN (udah uzur, meski masih berjiwa pemberontak), saya cuman bisa ”ngompori” di blog ini. Saya tahu ”kerugian” Bapak udah mencapai bilangan M..M-an, dengan berkiprah di BBN. …. karena memang ”Bener Benar Nekat”. Tapi sabar deh Pak, bila Idul Fitri lalu kita dapat parsel dari Menteri ESDM……konon Idul Fitri ini, kita akan dapat ”kado” dari Pak Beye. Bu Dirjen menjanjikan pertengahan Oktober 2009.
Ya BBN mania memang harus ”Bener Benar Nekat”. Tapi ahamdulilah BBN ”jauh lebih maju” dibanding energi alternatif lain. Minggu lalu saya diundang berbuka puasa sambil diskusi tentang mempush BBG oleh LSM Indonesian Lead Information Center. Kompasianers tahu kepanjangan BBG ? Baku sih Bahan Bakar Gas tapi diplesetkan Bolak Balik Gagal, karena mereka udah berjuang sejak tahun 1985. Lihatlah SPBU gas yang terbengkalai alias mangkrak di Surabaya dan juga di Jakarta. Tidak ada suplai gas, padahal konon Indonesia amat kayaaaaa gas alam. BBG kan bahan bakar zero population dan ”lebih murah” dibanding BBM fosil. Kenapa BBG tidak berkembang ???
Berita Duka 2. Menyusuli email Pak ES di Jumat sore lalu, masuk pula email dari Mas BP, senior saya di APBI (Asosiasi Pengusaha Bioetanol skala UKM), dan teman pengajar teknologi bioetanol antara lain di IPB, Bogor. Email beliau menulis, antara lain sebagai berikut :
Saya kira Mas Roy juga tahu saat ini ada beberapa bukti yang menunjukan kegagalan program bioetanol ( apakah ini merupakan kegiatan teroganisir maupun tidak ) , sebagai contoh beberapa etanol plant di Sukabumi , Lebak ,Sulut , Lampung , Aceh , KALSEL dengan skala 500 Ltr / hari yang dibangun oleh Dept ESDM dan DEPERIN saat ini dalam kondisi” MANGKRAK” . Tahun 2009 ini ada 7 paket pabrik Bioetanol skala 400 Ltr /hari yang dibangun oleh ESDM , dan kami berharap ini tidak “gagal/mangkrak” Jika juga mangkrak maka hal tsb sudah dapat dijadikan referensi bahwa program Bioetanol skala UKM gagal tentunya hal ini berdampak buruk bagi pengembangan BBN ke depan. Aduh Gusti, kenapa ya di Republik ini masih ada aja pebisnis iptek kagetan yang profit taking dan tidak memiliki business etic. Mereka membuat alat ala ”bioetanol cowboy”. Mosok para pakar kalah dengan para sesepuh di Bekonang (foto di Bioetanol 4, klik di sini). Mungkinkah para Master dan Doktor di DEPERIN dan ESDM kalah dengan PT ABE (di Bioetanol 6, klik di sini, bila berkenan baca komentar saya di No. 10). Ataukah karena tidak melaksanakan 4 Cermat, seperti saya paparkan di Bioetanol 2 ?
Pemerintah mengharap pendirian pabrik- pabrik bioetanol skala kecil akan memacu industri kecil pedesaan, diversifikasi pasar, dan meningkatkan nilai tambah komoditas pertanian. Sehingga pabrik-pabrik itu, antara lain dibangun pula dengan dana DEPTAN melalui Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani). Misal singkong yang tadinya sangat tergantung pada pasar tradisional, ”dimimpikan” diversifikasi ke BBN. Produk bioetanolnya diangankan dapat mensubstitusi misal, minyak tanah seperti saya uraikan di Bioetanol 1, klik di sini.yang dipopulerkan oleh APBI dengan trade mark MITANOL (di Bioetanol 8, dua alinea jelang akhir, klik di sini ).
BBN mania pernah ”malu” karena ratusan alat pemerah biji jarak pagar dan puluhan unit pengolah minyak jarak yang digadang-gadang jadi biodiesel atau minyak nabati murni (PPO) ternyata mubazir. Apakah pengalaman buruk itu, akan kita ulang kembali dengan pembangunan pabrik bioetanol skala UKM ? Yaaa, jadilah KELEDAI saja !
Kuningan 21 Residence, 14 September 2009 SALAM ENERGI HIJAU, Berkah Dalem Gusti Roy Hendroko
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H