Novel ini juga mengangkat tema kepercayaan dan skeptisisme, terutama dalam konteks kepercayaan terhadap tradisi dan adat istiadat. Tambera sering kali mempertanyakan keabsahan kepercayaan yang dianut oleh masyarakat desanya. Dalam momen reflektif, Sontani menulis:
"Kepercayaan adalah jembatan yang menghubungkan kita dengan yang tak terlihat, namun skeptisisme adalah api yang membakar jembatan itu hingga tersisa abu." (halaman 132, paragraf 1)
Karakterisasi
Tambera sebagai tokoh utama digambarkan dengan kompleksitas yang mendalam. Dia adalah seorang pemuda yang penuh semangat namun juga penuh dengan keraguan dan kebingungan. Karakter lain, seperti keluarga dan tetangga Tambera, juga digambarkan dengan detail yang membuat cerita ini lebih hidup dan realistis.
Gaya Penulisan
Utuy Tatang Sontani menggunakan gaya penulisan yang kaya dengan metafora. Bahasa yang digunakan cukup sederhana namun mampu menyampaikan nuansa dan emosi yang dihadapi oleh para karakter. Sontani juga berhasil menciptakan atmosfer yang mendalam melalui deskripsi yang detail, membuat pembaca merasa seolah-olah mereka benar-benar berada di desa tempat Tambera tinggal.
Kesimpulan
"Tambera" adalah sebuah karya yang mendalam dan menggugah pikiran. Novel ini tidak hanya menawarkan kisah kehidupan di pedesaan yang penuh dengan konflik dan tantangan, tetapi juga mengajak pembaca untuk merenungkan makna dari tradisi, modernitas, dan pencarian jati diri. Utuy Tatang Sontani berhasil menciptakan sebuah cerita yang relevan dan kuat, yang tetap bertahan dalam ingatan pembaca lama setelah halaman terakhir dibaca.
Melalui "Tambera", Sontani mengingatkan kita bahwa di tengah arus perubahan yang tak terelakkan, mempertahankan identitas dan nilai-nilai yang kita anut adalah sebuah perjalanan yang penuh dengan tantangan namun juga penuh dengan makna.
Menelaah novel "Tambera" karya Utuy Tatang Sontani memberikan berbagai manfaat bagi mahasiswa, baik dari segi akademis maupun personal. Berikut beberapa manfaat utama:
1. Pengembangan Pemahaman Budaya dan Tradisi