Puruk Cahu berjarak kurang lebih 100 km dari Muara Teweh. Menuju ibukota kabupaten Murung Raya ini terbilang cukup menantang. Bagi saya it’s the awesome road. Adrenalin akan terpacu ketika melintasi beribu kelokan, sangat banyak tikungan tajam, dan tentu saja begitu banyak tanjakan curam. Kendati hal ini juga ditemui di perjalanan antara Ampah – Muara Teweh, namun belum seberapa dahsyat jika dibandingkan dengan medan jalan antara Muara Teweh – Puruk Cahu ini. Dengan hampir sepanjang perjalanan sepi dari pemukiman penduduk serta di kanan kiri jalan hutan lebat dan jurang yang dalam, saya sarankan untuk bepergian di siang hari. Paling tidak sore menjelang malam sudah harus sampai di Puruk Cahu, kecuali jika bepergian dengan bis atau taxi travel.
Di separuh perjalanan, saya singgah di 52 (kilometer lima dua). Di sinilah tempat persinggahan satu-satunya jika ingin makan minum di warung. Lumayan warung makan yang ada di sini, tapi jumlahnya masih bisa dihitung dengan jari, tidak sampai belasan. Saya membeli dua botol minuman untuk persiapan kalau-kalau buka puasa di perjalanan sebelum sampai di Puruk Cahu. Kemudian lanjut lagi menunggang MX yang sudah penuh debu. Satu jam lebih berkendara dari 52 hari pun mulai senja. Dari kejauhan terlihat cahaya lampu warna warni begitu semarak di suasana yang mulai gelap. Ya, jembatan Merdeka Murung Raya kini semakin menarik saja. Akhirnya saya tiba di kota Puruk Cahu setelah menempuh hampir 450 km perjalanan. Singgah berbuka di jembatan yang bercat merah meriah ini sambil menikmati pemandangan malam dari atas jembatan. Di kejauhan sana nampak Mesjid Agung Al-Istiqlal Puruk Cahu bersinar terang dengan kemegahannya.
**********
Thanks for reading...""
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H