Mohon tunggu...
Royan Juliazka Chandrajaya
Royan Juliazka Chandrajaya Mohon Tunggu... Freelancer - Seorang pekerja lepas yang sedang berusaha memahami makna hidup.

Saya suka hal-hal yang berbau fiksi. Jika diberi kesempatan, saya akan terus menulisnya. Instagram : @royanjuliazkach Twitter : @royanazka

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Pertanyaan yang Seharusnya Dipertanyakan

29 Desember 2022   17:28 Diperbarui: 29 Desember 2022   17:41 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Artikel ini telah tayang di basabasi.co dengan judul yang sama.

Saya yakin, semua yang sedang membaca tulisan ini pernah ber-cermin. Berdiri di depan sebuah benda yang mampu memantulkan citra diri secara sempurna tidak saja menghadirkan sensasi eksistensial yang gigantik tetapi juga mampu menciptakan tanya bagi orang-orang yang senang berpikir. 

Pernahkah kalian berdiri di depan cermin, lalu memandangi susunan organ yang membentuk tubuh kalian? Pernahkah kalian melihat mata kalian sendiri? Meraba alis dan hidung dan bertanya mengapa letaknya harus berada di situ?

Mungkin ketika melakukan hal tersebut, sekelebat pertanyaan muncul di kepala meski beberapa menit kemudian akan hilang begitu saja dan kita kembali melanjutkan hidup. Toh, apa pentingnya mempertanyakan itu? Tetapi, saya tak mau kalian mengabaikan pertanyaan tersebut. Saya mengajak kalian untuk berdiri di depan cermin sekarang juga. Coba pandanglah wajah kalian sendiri. Tatap mata kalian. Amati baik-baik hingga semuanya terasa aneh.

Mengapa wajah dan bentuk saya seperti ini? Bukankah aneh memiliki kumpulan bulu tebal di atas kepala? Apa yang menarik dari susunan tulang yang terbalut daging ini? Lihat betapa anehnya bentuk telingamu yang menempel seperti daging menumpang. Kita belum membicarakan organ vital yang lain.

Sejak kecil, rezim pengetahuan telah mengajarkan kita bahwa segala hal yang ada di alam semesta merupakan kumpulan materi yang tersusun dari benda mikro bernama atom. 

Semuanya bermula ketika sebuah singularitas tidak lagi mampu mempertahankan wujudnya akibat panas dan tekanan maha besar yang dimilikinya lalu meledak, melontarkan triliunan energi purba, menciptakan ruang dan waktu, terus berekspansi, berevolusi dan membentuk keadaan seperti yang anda lihat di depan cermin tadi.

Bintang, Galaksi, Nebula, Komet, Planet, Air, Gunung, Magma, Pasir, Udara, Pohon, Awan, Api, Batu, Tanah, Manusia, Belut, Lalat, Babi, Kotoran Sapi, Amoeba dan semua yang ada di alam semesta dengan kata lain berasal dari satu unsur awal yang sama. Para Astronom mengatakan bahwa atom yang berada pada inti bintang Auriga juga ada di dalam air liur manusia. Atau jika yang mengatakannya para fisikawan, mungkin saja atom yang kini berada di ujung hidung kita dulunya berada di kuku kaki Brontosaurus.

Jika benar demikian, maka apa yang sebenarnya terjadi ketika kita berdiri di depan cermin? Apakah atom yang sedang berdiri memandangi citra dari atom itu sendiri? Ya, benar, bahwa dalam ilmu biologi suatu organ merupakan hasil dari kumpulan jaringan. Jaringan sendiri merupakan kumpulan dari unit yang lebih kecil bernama sel. Lalu, sel tersusun dari molekul dan molekul tersusun dari atom. Jadi, apa yang salah dari pertanyaan di atas?

Atau, jika kita melontarkan pertanyaan lain, siapakah sebenarnya yang bertanya? Siapa nama mu? Oke sebut saja Budi. Apakah budi yang bertanya? Lalu siapa budi itu? Bukankah Budi adalah nama pemberian orang tuamu agar kau mudah dikenali? Budi hanyalah konsep yang berada dalam alam imajiner, lalu di mana letak alam imajiner tersebut? Nah kan, kita kembali bertanya, siapa yang bertanya?

Oke fokus, fokus. Kita tahu bahwa kita dapat berpikir karena kita memiliki organ yang bernama otak. Ingatkan rangkaian susunan sebelumnya? Jika otak adalah organ maka sudah tentu ia tersusun pula oleh atom. 

Otak memiliki sistem syaraf yang bekerja dalam mengirimkan impuls-impuls elektrik agar kita dapat mengolah informasi yang tercerap oleh indra. Informasi itu akan disimpan dalam bentuk ingatan.

Kegiatan otak ini, yang kita sebut berfikir adalah tiada lain dari proses reaksi protein dan asam-asam di dalam tengkorak yang terjadi karena ada rangsangan dari unsur yang lain. Salah satunya adalah sirkulasi oksigen yang ada di dalam darah. Otak tak dapat bekerja tanpa oksigen di dalam darah tentunya. Darah bisa sampai ke otak karena dipompa oleh jantung. Jantung bisa berdetak karena mendapat suplai energi. Salah satu sumber energinya adalah makanan.

Makanan yang dimakan manusia berasal dari luar tubuh manusia tentunya, bisa tumbuhan maupun hewan. Ya, kira-kira secara sederhana seperti itu cara tubuh kita bekerja. Sampai di sini, apakah sidang pembaca mulai menangkap arah pembicaraan kita?

Apabila seluruh rangkai kerja organ tubuh manusia bergantung dari adanya suplai dari luar tubuh manusia, maka dapat dipastikan bahwa tubuh manusia bukanlah entitas yang swadaya. Jika seluruh materi yang ada di alam semesta ini memiliki wujud dasar yang sama, yakni atom, maka baik manusia maupun apa yang dimakan, diminum dan dihirupnya mestilah juga memiliki dasar wujud yang sama.

Dengan kata lain, manusia dengan segala bentuk kehidupannya hanyalah rangkai interaksi atomik yang berubah dari satu wujud ke wujud lainnya. Bukan kah hal itu sesuai dengan bunyi Hukum Termodinamika, bahwa energi tidak dapat diciptakan ataupun dimusnahkan. Energi hanya berubah bentuk dari satu bentuk ke bentuk lainnya. Dari kentang rebus berubah menjadi kekuatan kuli untuk membangun sebuah gedung.

Lalu apakah sudah selesai? Belum. Jika kalian masih di depan cermin, coba lihat kembali wajah kalian yang aneh itu. Sejak tadi kita melontarkan begitu banyak pertanyaan, tetapi kita belum menjawab, jika kita bertanya, siapakah sebenarnya yang bertanya itu? Apabila kalian tadi menyimak dengan baik perihal cara kerja otak, maka jawabannya sudah sedikit jelas. Ya, benar! Bertanya merupakan salah satu kegiatan berpikir.

Itu artinya, ketika kita bertanya, sebenarnya pertanyaan itu muncul berkat reaksi protein dan berbagai macam asam yang ada di otak yang digerakkan oleh seluruh rangkai atomik yang telah saya jelaskan di atas. Begitupun ketika kita panjang lebar menguraikan perihal asal usul alam semesta hingga wujud dasar dari sebuah materi-dan kita menyebutnya sebagai atom-artinya semua hal itu tidak lain tidak bukan hanyalah sebuah keadaan di mana atom yang berada di otak kita menyadari bahwa wujud dasar dari alam semesta ini adalah dirinya sendiri. Atom menemukan dirinya sendiri. Hebat bukan?!

Apa yang lebih jauh? Berawal dari sebuah nama tadi. Budi. Saya menyebut hal tersebut hanyalah konsepsi di alam imajiner. Lalu, bagaimana dengan konsepsi alam imajiner yang lain? Hukum, Politik, Negara, Ideologi, Ekonomi, Agama-mungkin, Kebudayaan dan lain lain. Bisakah kalian menunjukkan wujudnya? Tidak bisa kan? Ya, benar, karena  semuanya haya berada dalam alam imajiner kita.

Manusia menciptakannya demi berbagai tujuan tertentu. Ada yang menyebutnya kebahagiaan, ketertiban, keamanan, apapun itu. Lalu di mana alam imajiner itu? Semua diproduksi melalui cara kerja pikiran manusia. Ya, cara kerja protein tadi. Lalu dijual dalam sebuah pasar mitologi. Konsumennya beragam, sesuai dengan cara kerja protein masing-masing otak manusia.

Lalu, jika seperti itu, apakah bangunan peradaban, sejarah, dan kompleksitas dunia saat ini hanyalah merupakan hasil rekayasa atomik di dalam otak kita? Untuk menjawabnya, tentu kita memerlukan protein lebih di kepala. Selamat berpikir, Atom!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun