Mohon tunggu...
Royan Juliazka Chandrajaya
Royan Juliazka Chandrajaya Mohon Tunggu... Freelancer - Seorang pekerja lepas yang sedang berusaha memahami makna hidup.

Saya suka hal-hal yang berbau fiksi. Jika diberi kesempatan, saya akan terus menulisnya. Instagram : @royanjuliazkach Twitter : @royanazka

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Dilema Pembangunan Kosmodrom: Lompatan Katak di Atas Tanah Papua? (Bagian II)

21 Juli 2022   16:33 Diperbarui: 21 Juli 2022   16:34 278
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam berbagai kesempatan, pemerintah mengatakan bahwa proyek Kosmodrom ini akan mempercepat modernisasi di Papua dan memberikan kesejahteraan bagi masyarakat setempat. Tetapi apakah hal tersebut memang dibutuhkan oleh masyarakat Papua?

Berkaca kepada kehidupan beradat di Papua, tanah adat bagi masyarakat Papua bukanlah tanah bebas. Dalam ungkapan Ernest Pugiye, setiap orang mesti mengetahui bahwa tidak pernah ada bagian tanah adat yang tidak memiliki pemilik hak kesulungan. Menurut ajaran adat dari setiap masyarakat suku bangsa di Papua, mereka mengakui tanah adat sebagai kepemilikan bersama.

Kepemilikan ini bersifat abadi dan melekat pada setiap anggota komunitas mayarakat dari suku-suku bangsa di Papua. Sebagai tanah ulayat/milik bersama yang melekat, tanah adat tidak bisa diperjual belikan dan tidak dapat digantikan dengan berbagai adanya proses pembangunan pemerintah.

Jika menelisik lebih jauh, artinya berdasarkan ungkapan Ernest Pugiye di atas, negara tak dapat memandang relasi antara masyarakat adat dengan tanah/lingkungannya hanya sebatas relasi ekonomi semata. Sebab dalam prakteknya, masyarakat adat justru menjalin hubungan dengan alam dalam relasi yang berlapis-lapis.

Relasi itu bisa berupa relasi sosiologis, ekologis, kultural, historis, spiritual, hingga estetis. Bahkan, relasi ekonomi terkadang ditempatkan di lapisan paling terakhir.

Dengan sekedar memberikan uang ganti rugi akibat pembebasan lahan, tentu tidak akan mampu mengembalikan simpul-simpul sosial dan historis yang telah tercipta antara masyarakat adat dengan lingkungan hidupnya yang mungkin saja sudah berlangsung selama ribuan tahun.

Jika dipaksakan, wacana pembangunan kosmodrom di Biak Numfor-terlepas urgensinya-hanya akan membuat luka lama yang belum sembuh kambuh kembali. Suara-suara penolakan dari masyarakat adat di sana tak dapat diabaikan apalagi diselesaikan dengan kacamata teknokrat semata.

Salah satu pembelajaran yang dapat dilihat oleh Indonesia adalah dengan berkaca pada sejarah perkembangan teknologi antariksa milik India. Meskipun memiliki masalah yang hampir sama dengan Indonesia, saat ini India mendapatkan reputasi sebagai salah satu negara berkembang yang mampu bersaing dengan negara-negara maju di sektor keantariksaan.

Dalam jangka waktu lima tahun terakhir, India telah mampu mengirimkan sebanyak 250 satelit menggunakan roket dari fasiltas peluncuran sendiri. Bahkan baru-baru ini India telah mampu mendaratkan robot di Bulan dan Mars.

Hal tersebut tidak terlepas dari "lompatan katak" yang dilakukan Jawaharlal Nehru pada tahun 1960. Pada waktu itu Nehru memfokuskan tujuan utama dari pembangunan teknologi antariksa India adalah untuk menjawab persoalan kemiskinan yang cukup tinggi.

Saat itu India mengembangkan teknologi satelit penginderaan jarak jauh untuk memetakan persebaran penduduk miskin di berbagai wilayah yang sulit terjangkau. Justru berkat hal tersebut, kini India memiliki teknologi penginderaan jauh dengan kualitas terbaik di dunia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun