Dalam hal ini, Biak Numfor dianggap memenuhi persyaratan teknis untuk dibangunnya sebuah Kosmodrom. Lokasi Biak Numfor terletak -1 derajat di lintang selatan. Selain itu posisinya yang berhadapan langsung dengan laut, serta struktur tanahnya yang keras dan berkarang dianggap sebagai lokasi yang sangat strategis untuk berdirinya sebuah kosmodrom.
Mengapa harus tepat atau setidaknya dekat dari ekuator? Agar roket-roket yang nantinya melakukan peluncuran ke orbit tidak lagi membutuhkan manuver yang berlebih dan tentunya hal tersebut akan menghemat bahan bakar secara drastis.
Tepat di atas ekuator, terdapat sebuah orbit dengan ketinggian 36.000 km dengan lebar tak lebih dari 60 km bernama Geo Stationary Orbit (GSO). Orbit ini sejak dulu menjadi rebutan negara-negara karena satelit yang berada di orbit ini akan bergerak seirama dengan rotasi bumi.
Negara-negara lain seperti AS, Rusia, China, India dan Perancis memiliki Kosmodrom tetapi hampir semuanya berada di atas ekuator. Ketika melakukan peluncuran menuju GSO, roket mereka akan menghabiskan bahan bakar yang banyak dan tentu membutuhkan biaya yang besar.
Jika Indonesia mampu membangun Kosmodrom, maka kedepannya secara geopolitik posisi Indonesia akan sangat diperhitungkan. Sebab, negara yang tak memiliki kosmodrom akan menyewa/menumpang kepada negara yang memiliki Kosmodrom untuk misi peluncuran roket mereka. Dan lokasi kosmodrom Indonesia yang berada di ekuator akan menjadi incaran negara-negara.
Berdasarkan analisis perusahaan perbankan AS, Morgan Stanley, disebutkan bahwa industri keantariksaan dapat menghasilkan pendapatan lebih dari US$1 triliun pada tahun 2040. Peluang yang paling signifikan datang disebut dari sektor satelit telekomunikasi. Dan sektor tersebut erat berkaitan dengan Low Earth Orbit (LEO), lokasi yang paling relevan digarap Indonesia selain GSO.
Rencana pembangunan kosmodrom sendiri telah tertuang dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2013 tentang Keantariksaan. Dalam peta Rencana Induk Penyelenggaraan Keantariksaan Tahun 2016-2040, disebutkan bahwa pada periode tahun 2036 -- 2040 teknologi antariksa Indonesia diharapkan sudah memiliki program peluncuran roket pengorbit satelit LEO.
Selain itu, memajukan teknologi antariksa akan sangat membantu suatu negara dalam memperkuat pertahanannya. Era ini kekuatan militer suatu negara tidak lagi diukur berdasarkan jumlah personil militernya, tetapi seberapa jauh penguasaannya terhadap teknologi satelit dan senjata kendali jarak jauh.
Dikutip dari tulisan Yasuo Otani berjudul Dual-Use Concept on Civil and Defense Uses of Outer Space, bahwa pengembangan teknologi antariksa seperti roket, selain digunakan untuk mengirim satelit ke luar angkasa, juga dapat digunakan oleh militer untuk mengirim misil dengan kecepatan tinggi. Begitu pula dengan teknologi satelit penginderaan jauh dapat dialihfungsikan sebagai sistem pengawas perbatasan negara dan pemandu misil.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penguasaan teknologi antariksa selain berpeluang memajukan perekonomian, juga mampu memperkuat pertahanan suatu negara. Indonesia memiliki kondisi geografis yang sangat menguntungkan jika dikelola dengan optimal,. Terlebih lagi, untuk saat ini belum ada kosmodrom ekuator di kawasan Indo-Pasifik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H