Sebagai sebuah negara yang baru tujuh dekade merdeka, Indonesia berulang kali berada diambang kebimbangan dalam menentukan arah cita-citanya. Meminjam ungkapan Soedjatmoko, Indonesia kerap terjebak dalam sebuah keadaan di mana tak dapat membedakan apa yang benar-benar dibutuhkan untuk memajukan bangsanya dengan apa yang justru hanya memberi keuntungan kepada segelintir kelompok.
Hal ini terlihat ketika kita membicarakan pembangunan di sektor keantariksaan. Dalam salah satu pidatonya di Bandung pada 25 Januari 1960 saat pembukaan Musyawarah Nasional untuk perdamaian, Soekarno menyebutkan bahwa ada lima tahadap revolusi dunia, yaitu revolusi agama, komersial, industri, atom dan antariksa.
Untuk mewujudkan revolusi itu Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) didirikan. Indonesia mendahului AS dan Uni Soviet dalam hal memiliki lembaga antariksa nasional. Ketika orde lama jatuh dan digantikan orde baru, wacana antariksa kembali menguat setelah negara berniat membangun kosmodrom di Biak Numfor, Papua.
Tetapi pada perkembangannya, niatan tersebut harus berjalan lambat kalau tidak ingin dikatakan berhenti di tengah jalan. Hingga saat ini kosmodrom tak kunjung dibangun. Penetapan lahan di Biak Numfor dianggap tidak adil ketika dilakukan di era orde baru karena penetapannya secara sepihak dan represif.
Sementara itu, kelanjutan wacana tersebut saat ini yang digaungkan oleh pemerintahan Joko Widodo dilakukan dengan mengundang pihak swasta sebanyak-banyaknya untuk mau berinvestasi di Biak Numfor. Metode yang akan digunakan nantinya adalah skema PPP (Public Private Partnership) dan KPBU (Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha)
Pembangunan Kosmodrom memang perlu mendapat perhatian serta kritik yang serius. Urgensi dari kosmodrom ini layak dipertanyakan mengingat untuk menjadi "pemain" di sektor antariksa suatu negara membutuhkan modal yang sangat besar serta penyesuaian teknologi tingkat tinggi. Selain aspek teknis yang perlu di penuhi (teknologi, modal, geografis dll), aspek non-teknis juga harus dipenuhi (sosial budaya, agraria, lingkungan dll).
Mengapa Kemajuan Antariksa Itu Penting?
Secara sederhana, kosmodrom adalah sebuah lokasi di mana berbagai fasilitas peluncuran ruang angkasa termasuk instalasi roket, pesawat dan satelit dibangun. Di tempat inilah nantinya seluruh uji coba peluncuran hingga peluncuran resmi benda-benda ke ruang angkasa dilakukan. Di dunia sendiri baru terdapat 22 instalasi kosmodrom yang aktif. Kesemuanya tersebar di lima negara yakni Rusia, Amerika Serikat, China, India dan Perancis.
Sulit untuk menyangkal bahwa menguasai teknologi antariksa di era ini adalah sebuah keharusan jika suatu negara benar-benar tidak ingin terisolir. Semua teknologi digital yang dapat kita nikmati hari ini adalah berkat bantuan kemajuan teknologi antariksa seperti satelit, roket dan wahana pemancar lainnya.
Selain manfaat di atas, Eligar Sadeh dalam bukunya yang berjudul Space Politics and Policy: An Evolutionary Perspective menjelaskan, bahwa kemajuan teknologi yang dikembangkan dalam industri antariksa dapat diaplikasikan ke berbagai sektor kehidupan, contohnya seperti peringatan bencana alam, pemantauan kebakaran hutan hingga edukasi dan kesehatan. Indonesia sebagai salah satu negara yang rawan bencana karena berada di lintasan cincin api tentu akan sangat terbantu jika mampu menguasai teknologi tersebut.
Salah satu tahapan dalam mencapai kemajuan antariksa adalah dengan membangun terlebih dahulu instalasi khusus untuk semua kegiatan keantariksaan. Secara prinsipil, Kosmodrom sebenarnya bisa dibangun di belahan bumi mana pun. Tetapi terdapat perhitungan teknis dan menyangkut efisiensi sebelum pembangunan tersebut dilakukan.