Mohon tunggu...
Royan Juliazka Chandrajaya
Royan Juliazka Chandrajaya Mohon Tunggu... Freelancer - Seorang pekerja lepas yang sedang berusaha memahami makna hidup.

Saya suka hal-hal yang berbau fiksi. Jika diberi kesempatan, saya akan terus menulisnya. Instagram : @royanjuliazkach Twitter : @royanazka

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Miniatur Kekerasan Negeri dalam Ingatan Juadi: Sebuah Memoar Singkat

9 Juni 2022   11:20 Diperbarui: 9 Juni 2022   11:44 256
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Juadi adalah korban kekerasan negara. Meski tidak secara fisik. Di umurnya yang masih belia, ia dipaksa untuk terlibat dalam suatu peristiwa kekerasan yang paling kelam di negeri ini. ia terusir dari kampung halamannya karena tanah yang harusnya ia kelola untuk menyambung hidup dirampas oleh prajurit yang telah bersumpah setia kepada negara. Di perantauan, ia malah harus kembali menyaksikan rentetan kekerasan-yang diduga-diakibatkan oleh kelalaian negara di dalamnya.

Pasca peristiwa pembunuhan di pasar, Juadi sadarkan diri dalam sebuah bilik puskesmas di sudut kota Ambon. Beberapa rekan yang membawanya terlihat duduk di depan puskesmas. Dari pandangan yang masih sayup-sayup, Juadi melihat sekelilingnya untuk memastikan jika rekannya yang telah jadi sang pembunuh tidak ada. Ia kini takut dengan rekannya tersebut. Melihat rekannya itu kini sama saja dengan melihat milisi/prajurit Angkatan Darat 30 tahun yang lalu.

Meski masih harus menetap di kota Ambon, Juadi mulai tak betah di kota tersebut. Setiap tahun dirinya menyempatkan pulang kampung menengok anak dan cucunya. Hal yang tak pernah dilakukan sama sekali sebelumnya. Kini ia berencana menghabiskan masa tuanya di Malang. Ia memiliki uang tabungan yang tak seberapa, dengan tabungan tersebut ia berencana membuka usaha lontong sayur bersama istri dan cucunya. Rumah peninggalan bapaknya masih sama seperti sejak awal ia tinggalkan. Hanya atap dan tembok dapur yang berubah. "ukurannya masih sama mas, 6 x 4 meter, hehehe" ucap Juadi sambil tertawa. Di sisi kiri dan kanan rumahnya banyak mengalami perubahan. Kebun jeruk milik tetangganya semakin luas. Kebun milik bapaknya yang dulu dirampas oleh perwira Angkatan Darat kini juga telah berubah menjadi kebun jeruk. Jika Juadi ingin mencicipi jeruk tersebut, ia harus membelinya terlebih dahulu.

Kini Juadi benar-benar ingin pulang. Dari wajahnya yang berbinar, saya melihat masih ada tersisip harapan yang kuat untuk tetap hidup, meski usianya sudah mendekati senja. Di akhir percakapan saya usil bertanya, "Jadi bapak ndak akan balik lagi ke Ambon?".. "Akan balik kok mas, saya masih ada satu proyek lagi di sana untuk diselesaikan. Rumah milik pak camat baru. Jedingnya (WC) belum tak selesaikan, nanti dia mau berak di mana, hehehehehehe" pungkas Juadi sambil terbahak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun