Mohon tunggu...
Roy Alvian
Roy Alvian Mohon Tunggu... Konsultan - https://www.kompasiana.com/royalvian

Susun Planningnya, Jalankan Strateginya dan Gapailah Mimpimu karena Hidup Adalah Hasil dari Buah Pikir Kita...

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Youtube, Kunci Sukses Kemenangan Jokowi di Pilpres 2019

16 Juli 2019   23:55 Diperbarui: 17 Juli 2019   08:29 415
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Drama panjang Pilpres 2019 telah berakhir. Suasana hangat dan penuh canda tawa akhirnya terlihat saat Jokowi bertemu dengan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto di Stasiun Mass Rapid Transit (MRT) Lebak Bulus Jakarta. Momen indah yang tentunya telah lama dinanti-nantikan oleh seluruh masyarakat Indonesia sekaligus menurunkan tensi politik Nasional kita saat ini.

"Tidak ada lagi 01, tidak ada 02, yang ada adalah Garuda Pancasila", ujar Jokowi kepada awak media. Hal senada juga ditegaskan oleh Prabowo, "Sudahlah, enggak ada lagi cebong-cebong, enggak ada lagi kampret-kampret, semuanya sekarang merah-putih".

Banyak pelajaran yang dapat kita petik dari pesta demokrasi 5 tahun sekali ini. Sebagai seorang praktisi di bidang pemasaran, saya melihat ada hal yang sangat menarik dibalik kesuksesan Jokowi di Pilpres kali ini.  Dimana menurut analisa pribadi saya, Jokowi sangat ciamik membentuk citra politiknya dengan memanfaatkan sosial media (spesifik YouTube).

Tidak bisa dipungkiri jika Indonesia sedang dilanda demam YouTube. Dari anak kecil, muda hingga dewasa menemukan hiburan baru pengganti televisi hanya dengan membuka YouTube. Segala jenis video, mulai dari musik, komedi, berita, film, sampai yang tidak jelas kebenarannya (hoax) dapat kita temui di YouTube. Padahal YouTube sendiri baru didirikan pada tahun 2005 oleh tiga sekawan bekas karyawan PayPal, yaitu Steve Chen, Chad Hurley, dan Jawed Karim. Hanya dalam kurun waktu 14 tahun, YouTube telah berhasil memberi dampak yang sangat signifikan terhadap kehidupan kita.

Penggunaan media YouTube untuk membentuk citra Jokowi, dapat dikaji dengan pendekatan teori perilaku konsumen dan komunikasi massa. Menurut Teori Kognitif Sosial (Social Cognitive Theory) yang dikembangkan oleh seorang psikolog bernama Albert Bandura, manusia dapat belajar dari pesan atau perilaku yang ditampilkan oleh figur atau model yang dilihatnya melalui media massa. Prinsip inilah yang mendasari Jokowi untuk memilih YouTube sebagai media untuk mempengaruhi dan membentuk persepsi publik sesuai dengan apa yang diharapkan oleh beliau. Hal yang sama sebenarnya juga dilakukan oleh SBY dengan cuitan di twitternya ketika dahulu menjabat sebagai Presiden. Tetapi Jokowi agaknya sadar betul bahwa perilaku netizen Indonesia telah berubah. Twitter saat ini sudah mulai dilupakan masyarakat Indonesia.

Sekarang eranya sudah beralih ke arah video streaming. Hal ini didukung dengan banyaknya smartphone yang secara spesifikasi sudah sangat mencukupi untuk menonton ataupun membuat video dengan kualitas baik. Video yang di-upload Jokowi di YouTube adalah solusi cerdas untuk merangkul dan mempengaruhi persepsi generasi millennial yang merupakan lumbung suara terbesar di Pemilu 2019 kemarin. Keunggulan lain dari unggah video di YouTube adalah dapat menimbulkan multiplier effect karena dapat di share di media sosial lain seperti Facebook. Sehingga jangkauannya semakin lebih luas. Semakin luas cakupannya, semakin banyak orang yang dapat dibentuk persepsinya oleh Jokowi.

Jangkauan media YouTube yang luas dan sangat menarik bagi kalangan muda, tentu tidak akan efektif bila pesan yang disampaikan tidak menampilkan figur yang memiliki karakter yang kuat serta memikat audiens. Hal ini sesuai dengan prinsip dalam teori kognitif sosial Bandura yang menyatakan bahwa efektifitas komunikasi melalui media massa sangat dipengaruhi oleh figur yang menyampaikan pesan. Dalam hal ini, Jokowi amatlah sadar jika dia adalah figur yang memenuhi karakteristik sebagai endorser yang sangat influential. Jokowi adalah sosok yang digambarkan berbeda dengan para pejabat Negara yang lain. Jika ada birokrat lain yang ingin melakukan hal yang sama, hasilnya mungkin tidak sefantastis jokowi effect yang kita rasakan sekarang.

Jika kita berkaca pada cerita masa lalu, sosok Jokowi sebagai ikon media yang sangat influential sudah terlihat ketika gonjang ganjing wacana mobil Esemka. Kala itu, Jokowi yang masih menjabat sebagai Walikota Solo hanya melakukan hal sederhana, yaitu mengganti mobil dinasnya dengan mobil rakitan anak SMK. Tetapi lihatlah efek beritanya sangatlah dahsyat di media masa saat itu. Karena medialah, karir politiknya terus merangkak naik. Dari Gubernur DKI sampai menjadi seorang Predisen. Jadi jika sekarang video YouTube Jokowi sering menjadi viral di media sosial bukanlah sesuatu hal yang mengagetkan.

Selain penggunaan media YouTube yang luas jangkauannya serta penggunaan figur yang tepat dan kuat, ada faktor lain yang mempengaruhi efektifitas komunikasi melalui media massa. Menurut Assael, seorang pakar perilaku konsumen, lingkungan merupakan salah satu komponen penting yang berpengaruh terhadap perilaku konsumen. Lingkungan adalah semua aspek budaya, nilai, dan cara pandang suatu masyarakat. Berdasarkan konsep tersebut, maka untuk mencapai target komunikasinya secara efektif, pesan-pesan Jokowi harus sesuai dengan budaya dan nilai dari masyarakat Indonesia yang menjadi target audiens-nya.

Bila kita amati sejak tahun 2017 (saat dimana Jokowi mulai aktif menggunakan YouTube sebagai media komunikasinya), video-video yang di-upload telah mengimplementasikan prinsip ini dengan cukup baik, karena pesan dan nuansa yang ditampilkan dalam videonya sudah sejalan dengan budaya dan nilai yang hidup dalam masyarakat Indonesia yang menghargai semangat keramahtamahan, kekeluargaan, gotong royong dalam bekerja, kesederhanaan dan kesantunan serta tentu saja harapan akan kehidupan berbangsa yang lebih baik.

Jokowi sebagai calon petahana sadar akan kerinduan rakyatnya itu, oleh karenanya konten video yang diunggahnya sejak tahun 2017 hingga di akhir Pilpres 2019 pasti tidak jauh-jauh dari harapan itu. Ingatkah kalian Vlog pertama Jokowi tentang memanah? Secara tidak langsung ingin menyampaikan pesan kepada publik bahwa pemerintahannya sangat fokus, ada target dan sasaran yang jelas. Videonya bersama Raja Salman yang sangat viral kala itu adalah simbol bahwa Indonesia adalah Negara Islam terbesar dan disegani di seluruh dunia, sekaligus secara tidak langsung juga memberikan dampak elektoral kepada Jokowi karena memunculkan persepsi dikalangan masyarakat jika Jokowi sangatlah dekat dengan pemilih Islam.

Jadi bisa kita simpulkan bahwa penggunaan YouTube untuk membentuk citra Jokowi sangatlah efektif karena pelan-pelan namun pasti Jokowi telah berhasil menyentah hati (heart share) para  future vouters-nya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun