Mohon tunggu...
Roy Alvian
Roy Alvian Mohon Tunggu... Konsultan - https://www.kompasiana.com/royalvian

Susun Planningnya, Jalankan Strateginya dan Gapailah Mimpimu karena Hidup Adalah Hasil dari Buah Pikir Kita...

Selanjutnya

Tutup

Money

Menyikapi Dinamika Pasar dengan Repositioning

7 Mei 2017   18:36 Diperbarui: 7 Mei 2017   19:02 4602
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 Kemudian Fatigon mereposisi dirinya menjadi multivitamin "penghilang rasa lelah, letih dan lesu". Diferensiasi ini terbukti ampuh dan dapat diterima dengan baik oleh konsumen. Buktinya jika saya berpergian ke keluar kota, saya selalu membawa Fatigon agar harapannya rasa capek yang saya rasakan selama perjalanan segera hilang.

Padahal komposisi vitamin yang ada di dalam Fatigon sama dengan multivitamin lainnya. Bisa saja sebenarnya saya membeli merek lain ketika berpergian. Tetapi kembali persepsi yang berbicara. Strategi repositioning yang diterapkan oleh Fatigon nyatanya ampuh dan berhasil memenangkan hati saya hingga saat ini.

Aspek penting lain yang tidak kalah krusial saat melakukan repositioning adalah kesederhanaan (simplicity) pesan agar maksud yang ingin dikomunikasikan dapat terserap dengan baik ke dalam benak konsumen. Contoh perusahaan yang mengadopsi konsep ini adalah Volvo asal Swedia. Masih hangat di ingatan kita iklan Truk Volvo yang diperankan oleh Van Damme sangat viral di media sosial. Maksud iklan ini jelas ingin menunjukkan kepada konsumen bahwa Volvo sangatlah "Aman" dan mesin yang digunakan sangatlah "Stabil".

Meski demikian, tidak berarti upaya repositioning yang dilakukan perusahaan akan memberikan hasil yang diharapkan. Masih ingatkah kita akan Bintang Zero yang dikeluarkan PT Multi Bintang Indonesia? Merek tersebut adalah produk minuman karbonasi yang sama sekali bebas alkohol (0%) namun memiliki rasa mirip bir bintang yang mengandung alkohol.

Tujuan PT Multi Bintang Indonesia meluncurkan produk ini karena bisnis bir menjadi tidak lagi menguntungkan seperti dulu akibat adanya regulasi pemerintah. Dalam hal ini Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor 06/M-DAG/PER/1/2015  mengenai larangan penjualan minuman beralkohol golongan A (dengan kadar sampai 5%) di minimarket dan toko pengecer. Serta Permendag RI Nomor 20/M-DAG/PER/4/2014 Pasal 14 yang membatasi penjualan minuman beralkohol hanya boleh diminum langsung ditempat, dalam hal ini di Hotel, Restoran atau Bar saja.

Peluncuran produk minuman non alkohol dengan brand “Bintang” merupakan bentuk repositioning yang ingin memperluas makna merek Bintang sebagai minuman bukan hanya bir, namun juga minuman karbonasi. Alih-alih mendapatkan pasar yang lebih luas dan besar, justru yang terjadi adalah respons yang kurang positif dari masyarakat Indonesia. Hal ini disebabkan karena begitu kuatnya positioning brand “Bintang” sebagai minuman beralkohol di benak masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim dan meng-haram-kan minuman beralkohol.

Tidak hanya itu, repositioning yang dilakukan dengan cara menyerang produk pesaing juga dapat menjadi bumerang bagi produk itu sendiri. Sebagai contoh saat Campbell meluncurkan produk soup siap masak. Didalam iklannya diselipkan serangan kepada produk pesaingnya yaitu Progresso. Tuduhan yang dilancarkan sangatlah sederhana, yaitu penggunaan penyedap rasa (MSG) didalam soup yang diproduksi oleh Progresso. Tidak tinggal diam, si pesaing membalas iklan tersebut dengan mengatakan produk yang dikeluarkan Campbell ternyata juga menggunakan penyedap rasa. Pada akhirnya, kedua produk ini harus menerima penderitaan karena citranya sama-sama meredup.

Melalui kasus diatas, kita belajar bahwa repositioning yang aman dan efektif adalah dengan menciptakan celah sendiri. Celah tersebut pastinya didapat dari kelemahan posisi produk pesaing. Adapun didalam proses komunikasinya, kita tidak boleh menyerang produk pesaing secara frontal.

Strategi repositioning nyatanya bisa menjadi solusi yang tepat dan ampuh untuk menghadapi dinamika pasar yang terus berubah. Tetapi strategi ini membutuhkan waktu yang sangat lama dan konsistensi didalam penyampaiannya karena tujuan akhir yang ingin disasar adalah perubahan persepsi di dalam benak konsumen. Oleh karenanya, diperlukan sebuah kesederhaan dalam penyampaian pesannya agar misi reposisi kita dapat diterima dengan baik oleh konsumen. Meski demikian, tidak selamanya strategi ini dapat berjalan dengan mulus seperti yang diharapkan. Apa yang dilakukan Bintang Zero dan Campbell adalah contoh nyata kegagalan penerapan strategi ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun