"Percayalah Kekuasaan itu Tuhan yang Memberi dan Tuhan Pula yang Mengambil (Basuki Tjahaja Purnama)"
Jagoan saya di Pilgub DKI harus menerima hasil kurang menggembirakan, yaitu kalah di hasil hitung cepat putaran kedua versi Litbang Kompas. Arghhh.. Kekalahan yang sebenarnya sudah saya prediksi dari awal perhelatan pemilu ini.
Kekalahan Ahok. Kalau saya pribadi boleh berpendapat adalah kesalahan dari mesin politik dan tim marketing mereka. Pembelajaran yang bisa kita petik dari kekalahan ini adalah didalam pemilu kita tidak bisa hanya menggarap segmen tertentu. Semua masyarakat harus bisa kita rangkul. Semua orang yang sah secara hukum, punya hak yang sama untuk memilih. Mau dia kaya atau miskin, tua atau muda, berperilaku baik atau buruk, mereka tetaplah calon pemilih yang berhak memberikan suaranya untuk memilih pemimpinnya.
Blunder Strategi Ahok mulai terlihat ketika di putaran pertama mereka hanya menggarap segmen kelas menengah keatas, berpendidikan dan para generasi Millenial. Program-program kampanyenya selama putaran pertama murni dimata saya hanya hura-hura saja dan terlalu mengandalkan media sosial. Tidak terlihat gerakan door to door, turun ke lapangan untuk menggarap segmen lain secara lebih intens. Ahok hanya sekedar blusukan saja, tanpa program lanjutan mengamankan suara di tempat yang sudah di blusukinya. Rasanya Timses Ahok terlalu percaya diri dan akhirnya boomm…. ketakutan saya terjadi. Hasil putaran pertama tidak sampai 50% suara.
Berbeda dengan kudu Anies. Strategi mereka diputaran pertama adalah strategi bertahan. Yang penting lolos ke putaran kedua. Sejak awal mereka menyasar target diluar yang sudah digarap oleh kubu Ahok. Kalau saya jadi Anies, mau tidak mau akan melakukan hal yang sama. Menggarap orang-orang garis keras, ekonomi kurang mampu dan tidak berpendidikan. Mereka adalah warga Jakarta yang berhak memilih dan memiliki suara yang sah. Strategi kubu Anies sangatlah sunyi nan senyap tapi menohok. Dengan cara terjun langsung mengamankan suaranya di lumbung-lumbung utama mereka, strategi brilian ini benar-benar berhasil mengkunci hati para calon pemilihnya untuk tidak berpaling ke pasangan yang lain.
Diakhir waktu mendekati pencoblosan putaran pertama, Anies sangat piawai mengambil momentum. Ketika Agus dan Ahok lagi asyik-asyiknya adu kecepatan satu lawan satu di sirkuit balap, Anies yang membuntuti diposisi ke tiga tancap gas dan main cantik di tikungan tajam. Dan posisi kedua tujuan mereka akhirnya tercapai.
Terlepas dari pendapat teman-teman saya yang berkata kubu Anies pakai politik uang dan main kotor. Kalau saya pribadi biarlah itu dibuktikan oleh aparat yang berwenang. Saya tidak mau berkomentar dan menyoroti masalah itu. Tapi yang jelas, saya ingin membuka mata kita bahwa strategi yang dilakukan Anies Sandi ampuh dan oke oce banget. Hahaha
Buat saya pribadi, yang notabene orang berpendidikan, program-program Anies-Sandi seperti DP 0% dan yang lainnya sangatlah konyol. Solusi yang ditawarkan di beberapa kali debat juga awang-awang. Tapi harus diakui disampaikan dengan tutur kata yang sangatlah indah, memang disitu keahlian seorang Anies Baswedan. Sekaligus menutupi kelemahan Sandi yang masih belum berpengalaman di pemerintahan.
Seperti jaman pdkt, gombal-gombalan yang konyol pun nyatanya tetap terbukti mampu memikat hati si wanita yang lagi digebetnya. Program yang ditawarkan Anies yang dimata saya konyol itu tetaplah menjadi sebuah harapan yang menjanjikan bagi segmen targetnya. Kita harus sadar yang disasar Anies adalah orang-orang yang tidak berpikir kritis seperti saya. Mereka hanya melihat tampilan luarnya saja. Ditambah lagi gaya ala Anies yang santun itu memang lebih sesuai/diterima dengan nilai-nilai budaya masyarakat kita yang sangat mendambakan kekeluargaan, keramahtamahan dll
Ketika kampanye putaran kedua berlangsung. Anies mulai alih strategi mendeketi generasi milenial yang sangatlah labil itu. Segmen yang sangat memungkinkan untuk digarap dalam waktu 1 bulan kampanye. Disini kantong suara Ahok tergerus pelan-pelan. “Bra bro bra bro” ala Anies Sandi ketika tampil di media jelas bentuk penetrasi ke anak-anak muda.
Kalau kita amati gaya busana Sandiaga Uno dalam berpenampilan. Fashionable banget kan? Buat saya yang cowok mungkin biasa saja. Tapi buat anak muda berjenis kelamin wanita, kacamata dan celananya yang branded itu berhasil meluluhkan hati mereka. Di alam bawah sadarnya, wanita-wanita ini seperti menemukan sosok lelaki idaman yang ganteng, cerdas dan tentunya mapan. Personal branding seorang Sandi harus diakui meroket di kalangan anak muda akhir-akhir ini. Disini terlihat jelas kombinasi Anies-Sandi bisa saling melengkapi.
Sedangkan kubu Ahok yang terlalu pede di putaran pertama terlihat kelabakan dan kehilangan arah ketika memasuki kampanye putaran kedua. Segmen agama yang sudah dikunci betul oleh Anies-Sandi berusaha mereka rangkul. Tapi pemetrasinya sudah terlambat. Mereka orang-orang yang tidak mudah diubah persepsinya hanya dalam waktu 1 bulan.
Ditambah lagi pribadi Ahok sendiri sudah sejak awal di serang dengan isu SARA. Ibarat mau dekati cewek pujaan hati, si cowok yang mau pdkt sudah terlanjur citranya jelek dimata si cewek sejak pandangan pertama. Jadi mau usaha sekeras apapun si cowok bakal percuma, tetaplah sulit mengubah pandangan yang sudah terlanjur tertanam di benak wanita itu. Strategi senyap kubu Ahok di putaran kedua sangatlah terlambat. Ketika seluruh tenaga mesin partai Ahok fokus sowan ke ormas-ormas Islam. Si Anies-Sandi asyik menggerogoti suara anak-anak muda pendukung Ahok.
Si Banteng Merah sebagai mesin partai utama Ahok juga keasikan clubbing di putaran pertama. Masih teler ketika kembali ke habitat asalnya. PDIP pada pemilu Jakarta melupakan jati dirinya sebagai partainya “Wong Cilik”. Andaikan saja wong cilik digarap sejak pemilu putaran pertama dimulai. Seperti strategi ketika memenangkan Jokowi-Ahok jaman pemilu DKI 2012 yang lalu. Tentu ceritanya mungkin bisa berbeda.
Baiklah, semua pihak harus legowo dan bisa menerima apapun hasil real count yang akan diumumkan KPU kelak. Semoga kekalahan Ahok di Jakarta bisa menjadi pembelajaran penting bagi siapa saja yang berniat untuk maju mencalonkan diri dalam pemilu presiden 2019 yang akan datang.
Akhir kata, selamat bekerja dan berkarya untuk kemajuan Jakarta Pak Anies-Sandi. Tentunya kita berharap Ibukota kebanggaan kita menjadi lebih baik lagi. Untuk Pak Ahok terkhusus, jangan berkecil hati, saya kutipkan satu kata-kata mutiara dari sahabat saya untuk Bapak, “Kita tidak tahu apakah Tuhan sedang merencanakan sesuatu yang lebih BESAR. Jadi janganlah berhenti untuk berharap!”
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H