Banyak ahli telah meramalkan bahwa kehadiran teknologi akan mengakibatkan disrupsi, ternyata ramalan ini memeleset, melalui kondisi yang tengah melanda dunia saat ini telah dibuktikan bahwa disrupsi terjadi karena kehadiran sebuah virus. Sebuah virus yang menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI, 2020) merupakan jenis baru yang ditemukan pada manusia sejak kejadian luar biasa muncul di Wuhan Cina, pada Desember 2019, kemudian diberi nama Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-CoV2), dan menyebabkan penyakit Coronavirus Disease-2019 (Covid-19). Covid-19 yang berjangkit serempak di mana-mana dan meliputi daerah geografi yang sangat luas ini telah membawa perubahan menjadi lebih cepat dari yang seharusnya dalam berbagai sektor, banyak pihak dipaksa untuk mengimplementasikan digitalisasi menjadi lebih intens dan maksimal, banyak pihak dipaksa untuk beralih dari yang luring menjadi daring, mulai dari belajar, bekerja dan beribadah harus dilakukan dari rumah dengan pemakaian sistem digital.
Berbagai sektor kehidupan masyarakat terdampak oleh kehadiran Covid-19, termasuk sektor pendidikan di Indonesia pun turut terdampak. Kegiatan belajar mengajar yang selama bertahun-tahun---khususnya pada jenjang pendidikan dasar---hanya dimungkinkan berlangsung secara luring, di dalamnya terdapat interaksi secara langsung dengan bertatap muka antara Pendidik dan Naradidik, namun sejak pertengahan bulan Maret 2020 semua penyelenggara pendidikan dipaksa untuk melaksanakan kegiatan belajar mengajar secara daring dengan menggunakan sistem digital. Keadaan yang memaksa ini tentu membuat keterkejutan berbagai pihak, bukan hanya Pendidik dan Naradidik, Wali dari Naradidik pun dikejutkan dengan kegiatan belajar mengajar yang menggunakan sistem digital. Berbagai kendala dialami oleh Wali Naradidik dalam memberikan pendampingan dan penyediaan fasilitas bagi Naradidik yang dapat mendukung pelaksanaan pembelajaran secara daring melalui rumah masing-masing. Setidaknya proses adaptasi dari keterkejutan yang dialami oleh berbagai pihak ini membutuhkan waktu hingga pertengahan bulan Juni 2020, menjelang berakhirnya tahun ajaran yang tersisa.
Setelah melalui proses adaptasi yang telah dijalani bersama oleh berbagai pihak dengan ditandai berakhirnya tahun ajaran yang lama, dan bermulanya tahun ajaran yang baru, baik Pendidik maupun Naradidik---termasuk bagi Naradidik yang baru pertama kali memasuki jenjang pendidikan dasar---telah tampak jauh lebih siap untuk mengikuti kegiatan belajar mengajar dengan menggunakan sistem digital, dibandingkan dengan awal mula saat terjadinya pandemi Covid-19. Semua ini tentu tak lepas dari berbagai upaya evaluasi yang telah ditempuh oleh berbagai pihak, terutama dari sisi Pendidik yang telah melakukan evaluasi secara komprehensif sebelum memasuki tahun ajaran baru, hingga berusaha menyiapkan skenario yang terbaik dalam merencanakan pelaksanaan pembelajaran yang menggunakan sistem digital bagi Naradidik. Tak terkecuali bagi penulis yang merupakan Tenaga Pendidik pada mata pelajaran Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan (PJOK) telah menyiapkan skenario yang terbaik dalam pelaksanaan pembelajaran bagi Naradidik.
Jauh sebelum kehadiran pandemi Covid-19 melanda Indonesia, pada saat Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tergantikan oleh Kurikulum 2013, mata pelajaran PJOK pun melebur menjadi satu bagian ke dalam tematik. Keadaan yang demikian menjadikan posisi Pendidik untuk mata pelajaran PJOK menjadi tidak jelas, bukan hanya tidak jelas keberadaan dan fungsinya sebagai Pendidik---karena Wali Kelas yang bukan dari latar pendidikan jasmani pun dapat melaksanakan pembelajaran praktik bagi Naradidik sesuai tema yang terkait---namun tak jelas pula metode pembelajaran yang ada di dalamnya. Seharusnya mata pelajaran PJOK tidak ditematikan, karena tujuan mata pelajaran PJOK berbeda dengan tujuan dari mata pelajaran yang lain, posisi yang tepat bagi PJOK yakni setara dengan posisi Pendidikan Agama dan Budi Pekerti yang dapat berdiri sendiri, tidak masuk ke dalam tematik (Soselisa, 2015).
Upaya revisi terhadap Kurikulum 2013 memang telah dilakukan, tetapi belum mencapai kondisi yang ideal, dan secara esensi tidak melepaskan belenggu dari Kurikulum 2013 terhadap Pendidik pada mata pelajaran PJOK. Dengan tetap menggunakan model pembelajaran tematik, dan evaluasi pengajaran seperti yang ada dalam Kurikulum 2013, maka Pendidik yang mengampu mata pelajaran PJOK hanya akan menjadi robot-robot kurikulum, karena hanya diarahkan sesuai dengan rancangan yang telah ditentukan, sehingga Pendidik tidak memiliki kebebasan dalam mendesain pembelajaran, Pendidik akan menjadi mandul karena hanya bergerak di bawah kendali program yang telah ditentukan melalui Kurikulum 2013. Ironisnya saat Pendidik pada mata pelajaran PJOK hanya menjadi robot-robot kurikulum seperti demikian, maka Naradidik pun berada dalam perangkap belenggu yang sama.
Hingga akhirnya pandemi Covid-19 melanda dunia, seketika belenggu Kurikulum 2013 yang telah lama mengikat bisa terlepaskan, setidaknya yang dirasakan oleh penulis. Dengan hadirnya pandemi Covid-19, penulis merasakan adanya terobosan bagi Pendidik pada mata pelajaran PJOK untuk bisa mendesain model pembelajaran dan menentukan arah yang tepat dalam kegiatan belajar mengajar--- model pembelajaran dan evaluasi pengajaran yang tepat untuk mata pelajaran PJOK sebenarnya telah dijumpai di dalam KTSP, di dalam KTSP untuk mata pelajaran PJOK yang mendesain model pembelajaran adalah Pendidik yang bersangkutan yang bersangkutan sendiri, sehingga Pendidik dapat menentukan arah yang tepat untuk kegiatan belajar mengajar (Soselisa, 2015). Pendidik dapat mendesain model pembelajaran yang berorientasi pada proses, bukan hanya berorientasi pada hasil, karena evaluasi pengajaran dalam PJOK yang sebenarnya haruslah diikuti dengan proses yang benar, teristimewa dalam pembelajaran yang menggunakan sistem digital.
Melalui penggunaan sistem digital, Pendidik memiliki kesempatan untuk membukakan akses menuju pengetahuan yang seluas mungkin bagi Naradidik. Teknologi dan informasi yang terjadi pada Era Revolusi Industri 4.0 saat ini telah berkembang sedemikian pesat, ruang untuk belajar tidak lagi hanya terbatas pada ruang tertentu, menyaksikan tayangan televisi lokal tertentu, melainkan ruang belajar menjadi sangat luas hingga tanpa batas. Dampak dari Era Revolusi Industri 4.0 ini pun bisa dimanfaatkan oleh Pendidik untuk menyediakan bahan pembelajaran yang bermutu bagi Naradidik, apabila proses pembelajaran yang sebelumnya selalu terperangkap oleh Kurikulum 2013 yang hanya menjadikan Pendidik dan Naradidik sebagai robot-robot kurikulum, maka melalui penggunaan sistem digital inilah kegiatan belajar mengajar dapat didesain menjadi model pembelajaran berkelas dunia.
Ketersediaan bahan baku tentang model-model pembelajaran PJOK yang berkelas dunia ini sangatlah berlimpah, cukup banyak situs jejaring berbagi video yang dapat diakses secara gratis melalui internet oleh siapa pun, kapan pun, dan di mana pun dengan menggunakan alat apa pun (laptop maupun gawai) dari berbagai belahan dunia. Ketersedian bahan baku yang telah tersedia---khususnya dalam bidang PJOK---inilah yang dapat dimanfaatkan dengan sangat baik oleh Pendidik dalam memberikan layanan pendidikan bagi Naradidik. Dalam konteks penulis sendiri, selama pelaksanaan pembelajaran melalui sistem digital, penulis telah berusaha memberikan layanan pendidikan bagi Naradidik dengan selalu berusaha menentukan pilihan yang terbaik dari kelimpahan bahan baku yang tersedia untuk digunakan sebagai bahan dalam mendesain pembelajaran.
Kebutuhan Naradidik selama pandemi Covid-19 yang dalam keseharian selalu berada di rumah saja, tentu memiliki kebutuhan yang sangat besar untuk meningkatkan imunitas dan menjaga kebugaran tubuh. Kebutuhan Naradidik ini bisa terpenuhi salah satunya melalui berolahraga, dan di sinilah letak peran penting dari Pendidik dalam mengakomodasi kebutuhan Naradidik untuk berolahraga. Kebutuhan Naradidik tak bisa terpenuhi hanya dengan menyaksikan pembelajaran PJOK melalui tayangan televisi lokal dengan durasi tertentu saja, terlebih muatan tayangan yang disajikan belum terlepas dari belenggu Kurikulum 2013, Naradidik hanya kenyang dicekoki dengan konsep-konsep pembelajaran PJOK, tanpa terakomodasi kebutuhan bergeraknya dalam keseharian.
Kesadaran akan pentingnya mengakomodasi kebutuhan Naradidik inilah yang mendorong penulis menyediakan bahan baku yang terbaik supaya bisa digunakan oleh Naradidik dalam keseharian mereka memenuhi kebutuhan gerak. Tentu dalam upaya menyediakan bahan baku untuk pembelajaran berkelas dunia ini, penulis dalam kebebasannya memilih bahan baku pembelajaran tetap berada dalam bingkai yang merujuk pada empat tujuan penting dalam pembelajaran PJOK yakni (1) kecakapan gerak dasar, (2) meningkatkan kebugaran, (3) membudayakan sportivitas, dan (4) kesadaran hidup sehat.
Selain mengacu pada empat tujuan penting dalam pembelajaran PJOK, penulis pun dalam menentukan sebuah pilihan bahan baku merujuk pada saluran situs jejaring berbagi video dari negara tertentu yakni Amerika Serikat, Britania Raya, dan Republik Rakyat Tiongkok. Bingkai berpikir yang dimiliki oleh penulis tentang ketiga negara tersebut, karena ketiga negara inilah yang secara berurutan telah berhasil menduduki peringkat teratas dalam penyelenggaraan Olimpiade yang terakhir kali diselenggarakan di Rio de Janeiro, Brasil pada tahun 2016.
Dengan menduduki peringkat teratas dalam Olimpiade, maka dapat diasumsikan bahwa ketiga negara tersebut memiliki pembinaan atlet jangka panjang yang sangat baik. Melalui pola pembinaan seperti demikian dapat diasumsikan pula bahwa terdapat sistem pengembangan olahraga yang telah dimulai sejak atlet berusia dini. Berusia dini di sini dapat dipahami sebagai usia kronologis dari seorang anak yang melalui pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Dengan memiliki pemahaman bahwa sistem pengembangan olahraga telah berjalan sejak atlet berusia dini, maka dapat dipahami bahwa sistem pengembangan olahraga pada ketiga negara yang menduduki peringkat teratas di Olimpiade telah dimulai sejak atlet masih berstatus sebagai Naradidik pada lembaga pendidikannya masing-masing.
Betapa menakjubkannya saat kita mengetahui bahwa ternyata lembaga pendidikan pun dapat memiliki kontribusi yang besar terhadap prestasi dari sebuah negara di Olimpiade, karena terdapat proses yang berkesinambungan antara olahraga pendidikan dengan olahraga prestasi. Oleh sebab itu, tanpa Naradidik melalui tahapan yang benar sejak dini di dalam sebuah lembaga pendidikan, maka tak akan pernah ada prestasi olahraga yang mendunia, dan di sinilah letak peran penting dari kehadiran Pendidik yang membidangi olahraga dalam sebuah lembaga pendidikan---dalam terminologi ilmu keolahragaan dipahami sebagai pendidikan jasmani. Â Pendidik pada bidang pendidikan jasmanilah yang berperan penting dalam mempersiapkan tahapan dasar yang benar bagi Naradidik terkait dengan berbagai keterampilan gerak secara umum (multilateral), serta keterampilan teknis dan taktis untuk memperoleh sebuah gaya hidup yang dinamis pada masa yang akan datang.
Pengertian dari mempersiapkan tahapan dasar yang benar bagi Naradidik sendiri dapat dipahami bahwa Pendidik hanya berperan dalam memberikan bekal bagi Naradidik supaya memiliki kesadaran untuk berolahraga sepanjang hayat yang dikenal dengan istilah Literasi Fisik. Lebih lanjut, mempersiapkan tahapan dasar yang benar dapat dipahami pula bahwa peran Pendidik di sini bukan menjadikan Naradidik sebagai juara dalam berbagai kompetisi olahraga, karena dalam sistem pembinaan atlet jangka panjang terdapat tahapan-tahapan penting yang harus dipahami bahwa Naradidik dengan (1) rentang usia dalam jenjang pendidikan dasar berada pada tahap mengembangkan kemampuan gerak dasar dan belajar untuk berlatih, kemudian (2) rentang usia dalam jenjang pendidikan menengah pertama berada pada tahap latihan untuk berlatih, dan (3) rentang usia dalam jenjang pendidikan menengah atas berada pada tahap latihan untuk bertanding, sedangkan (4) tahap latihan untuk menang berada pada rentang usia selepas Naradidik menuntaskan jenjang pendidikan menengah atas.
Dengan menggunakan titik pijak inilah, penulis telah berusaha memilihkan bahan baku yang terbaik bagi Naradidik selama kegiatan belajar mengajar dengan menggunakan sistem digital. Tujuan penulis sebenarnya sederhana, hanya berusaha mengakomodasi kebutuhan gerak dari setiap Naradidik selama berada di rumah saja dalam keseharian mereka. Namun, dari tujuan yang sederhana ini penulis berusaha memberikan pembelajaran yang dapat mengantarkan Naradidik memiliki kemampuan literasi fisik dalam sepanjang hayatnya, kemampuan yang dimiliki pula oleh Naradidik pada ketiga negara---serta negara lain yang telah menerapkan Long Term Athlete Development dalam sistem pengembangan olahraganya---yang menduduki peringkat teratas di Olimpiade.
Selama pandemi Covid-19 masih belum berlalu, dan selama pembelajaran masih menggunakan sistem digital dari rumah masing-masing, maka kesempatan ini akan menjadi momen yang tepat untuk membangun budaya literasi fisik bagi Naradidik tanpa harus terbelenggu oleh kurikulum. Pendidik dalam bidang pendidikan jasmani sudah sepatutnya terus berusaha memberikan yang terbaik dalam membangun kesadaran Naradidik akan pentingnya berolahraga untuk menjaga kebugaran tubuh, hingga kesadaran yang telah dibangun dapat menginternalisasi dalam diri setiap Naradidik.
Karya bakti Pendidik bagi Naradidik dalam pembelajaran dengan menggunakan sistem digital masih belum berakhir, penulis sendiri akan tetap berusaha memilihkan bahan baku yang terbaik bagi Naradidik, memilihkan satu metode pembelajaran berkelas dunia yang berbasiskan gerak untuk dilakukan oleh Naradidik setiap harinya selama satu minggu penuh, dan metode pembelajaran yang dipilihkan akan tetap berganti setiap minggunya dengan pola yang terstruktur, terukur dan teratur. Pendampingan pun akan tetap diberikan oleh penulis bagi Naradidik, dan penulis akan tetap memastikan bahwa notifikasi respons selalu muncul pada fitur formulir daring yang digunakan sebagai media untuk mengumpulkan bukti dari pelaksanaan pembelajaran berupa foto dan video.
Tak akan pernah lelah kami mengabdi dalam memberikan layanan pendidikan yang terbaik bagi Naradidik selama pandemi Covid-19, namun besar harapan kami saat pandemi Covid-19 telah berlalu, maka berlalu pula kurikulum yang telah lama membelenggu dunia pendidikan di Indonesia. Kiranya melalui program kebijakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Kemendikbud RI, 2020) tentang Merdeka Belajar yang telah dicanangkan akan benar-benar dapat membebaskan dunia pendidikan dari keresahan, sehingga Pendidik dapat merdeka dalam berpikir saat mendesain pembelajaran, dan Naradidik dapat merdeka dalam merasakan pembelajaran berkelas dunia yang lebih nyaman.
Oleh: Roy Agustinus Soselisa*
*Tentang Tulisan
Tulisan tersebut merupakan potret pemikiran penulis yang turut mengonstruksi kata dalam kalimat untuk disumbangkan menjadi bagian dari sebuah karya buku antologi atau kumpulan tulisan dari para pendidik di unit kerja penulis---ditulis pada tanggal 26 Oktober 2020 di Kota Surabaya. Sumbangan tulisan tersebut ditujukan dalam rangka program Program Sasek Sabu (Satu Sekolah Satu Buku) yang digagas oleh Pemerintah Kota Surabaya melalui Dinas Pendidikan, demi mewujudkan Kota Surabaya sebagai Kota Literasi, dan bertepatan dengan puncak peringatan Hari Guru Nasional pada 25 November 2020 telah diluncurkan tulisan tersebut bersama dengan ribuan tulisan yang lainnya.
*Tentang Penulis
Roy Agustinus Soselisa, merupakan Tenaga Pendidik yang mengampu mata pelajaran PJOK di Lingkungan Pemerintah Kota Surabaya. Menyelesaikan pendidikan terakhir pada program studi Magister Pendidikan Olahraga, Pascasarjana, Universitas Negeri Surabaya. Surel: roympd@gmail.com | Facebook: Roy Soselisa | Instagram: @roy.soselisa
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H