Mohon tunggu...
Roy Soselisa
Roy Soselisa Mohon Tunggu... Guru - Sinau inggih punika Ndedonga

Sinau inggih punika Ndedonga

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Pilihan

Kebijakan Olahraga Disabilitas yang Terlihat, tetapi Tidak Terlihat

10 April 2016   08:35 Diperbarui: 10 April 2016   21:52 2174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Olahraga. Sumber ilustrasi: FREEPIK

Alasan yang tidak kalah penting, perlunya peninjauan kembali terhadap produk perundang-undangan yang telah ada, untuk kemudian direvisi sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan adalah untuk memberikan payung hukum yang jelas bagi pemerintah (pusat maupun daerah) dalam menetapkan anggaran dan mekanismenya. Karena apabila hanya mengandalkan produk perundang-undangan yang sudah ada, dan hanya sekadar mengandalkan surat pemberitahuan dari kementerian terkait, sangat mungkin kebijakan yang saat ini meregulasi pembinaan dan pengembangan olahraga disabilitas hanya akan bertahan seumur jagung—saat terjadi pergantian pemerintahan, terjadi pula pergantian kebijakan.

Kebijakan yang lebih memerdekakan bagi pembinaan dan pengembangan olahraga disabilitas di Indonesia harus segera diwujudkan, karena selain untuk menghapuskan diskriminasi dan marginalisasi yang selama ini terjadi, harus ada produk perundang-undangan yang mengatur olahraga disabilitas secara detail, bahkan bila perlu ada undang-undang yang berdiri sendiri memuat segala ketentuan tentang sistem keolahragaan disabilitas nasional. Oleh sebab, selain untuk menghindarkan olahraga disabilitas dari kerawanan dijadikan objek oleh pihak-pihak tertentu (baik dari pihak internal maupun pihak eksternal), undang-undang sistem keolahragaan disabilitas nasional juga akan berguna dalam meregulasi induk organisasi olahraga disabilitas di luar NPC Indonesia. Karena selain NPC Indonesia, ada beberapa induk organisasi olahraga disabilitas di Indonesia, diantaranya: 1) Special Olympic Indonesia (SOIna); 2) Persatuan Olahraga Tunarungu Indonesia (Porturin); 3) Persatuan Olahraga Tunanetra Indonesia (Porti); 4) Persatuan Olahraga Cacat Tubuh Indonesia (Porcatu).

Setiap induk organisasi olahraga disabilitas (selain NPC Indonesia) memiliki kekhasan—anggaran dasar dan anggaran rumah tangga—sendiri, dan meski tujuan utamanya untuk pemberdayaan, tetaplah penting bagi pemerintah untuk memastikan bahwa induk-induk organisasi tersebut mendapatkan perhatian dan kesempatan yang sama dalam pembinaan dan pengembangan olahraga disabilitas. Induk-induk organisasi tersebut perlu diakomodasi keberadaannya, mungkin secara struktur dapat berdiri di bawah NPC Indonesia sebagai induk organisasi olahraga disabilitas fungsional, karena bila melihat kedudukan NPC Indonesia yang telah menjadi sederajat dengan KONI, maka konsep yang ada dalam KONI pun dapat ditularkan kepada NPC Indonesia (selaku komite olahraga disabilitas nasional). Dengan mengakomodasi keberadaannnya dalam produk perundang-undangan, harapan ke depan agar dapat membantu induk-induk organisasi tersebut dalam memenuhi kebutuhan untuk menjalankan berbagai agenda kegiatan (diantaranya ajang multi event tingkat internasional yang juga mempertaruhkan harkat dan martabat bangsa, seperti: Special Olympics World Games dan Deaflympics), mengingat selama ini keberadaannya seolah-olah berada di negeri antah berantah dengan sistem regulasi yang hanya ada dalam khayalan saja.

Jalan yang terbaik untuk menanggulangi semua ini adalah pemerintah perlu tanggap darurat bencana, tanggap untuk segera bertindak cepat, cekatan, dan sigap dalam menghadapi bencana—kebijakan yang meregulasi pembinaan dan pengembangan olahraga disabilitas—yang saat ini menimpa sebagian besar daerah di seluruh Indonesia. Pemerintah perlu segera turun tangan mengatasi kebijakan olahraga disabilitas yang terlihat, tetapi tidak terlihat realisasinya yang sepenuh hati, tidak terlihat usahanya dalam menghapuskan diskriminasi dan marginalisasi, tidak terlihat upayanya melindungi hak-hak kaum disabilitas dalam mengukir prestasi, tidak terlihat kerja kerasnya dalam memastikan bahwa setiap kaum disabilitas telah mendapatkan kesempatan yang sama untuk berpartisipasi mengibarkan sang merah putih di luar negeri. Akhir kata, menantikan kebijakan olahraga disabilitas yang direvisi, bagaikan para penjaga malam menantikan pagi, yang tak sabar ingin segera menyaksikan mentari, yang akan menerangi kegelapan akibat diskriminasi dan marginalisasi di negeri tercinta ini.

 

*Tentang Penulis
Roy Soselisa, merupakan aktivis dalam pembinaan prestasi dan kepengurusan induk-induk organisasi olahraga disabilitas di Kota Surabaya dan Provinsi Jawa Timur. Catatan tambahan: artikel tersebut telah dipresentasikan oleh penulis pada suatu komunitas akademik yang sedang mempelajari tema Disability Sport dan Adaptive Physical Education.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun