Berangkat dari bahan evaluasi kejurda tahun 2011, sebulan sebelum kejurda tahun 2012 dilaksanakan, saya telah membuat dan mengirimkan surat undangan kepada pengurus NPC Kota dan Kabupaten Se-Jawa Timur. Redaksi dalam surat undangan coba saya susun sesistematis mungkin (namun tanpa masif dan terstruktur, seperti bahasa dari Si Megalomania Delusional), terutama terkait dengan batas waktu pendaftaran. Dalam surat undangan, pada salah satu pointnya saya beri ketentuan jangka waktu pendaftaran. Pendaftaran dimulai sejak tanggal diterimanya undangan, dan apabila tidak mendaftar sesuai jangka waktu yang ditentukan (paling lambat satu minggu sebelum kejurda dilaksanakan), maka daerah terundang saya nyatakan tidak ikut serta. Beberapa pilihan media pendaftaran juga saya berikan untuk memudahkan proses pendaftaran, diantaranya melalui: Via Pos, Via Email, Via Facebook, dan Via SMS (sesuai contoh format pendaftaran).
Undangan yang saya kirim direspon baik oleh semua daerah terundang sesuai batas waktu yang telah ditentukan, buku acara pun bisa saya susun (tanpa perlu merepotkan atau meminta bantuan seorang rekan lagi untuk memasukan data pendaftaran) dengan segera, tanpa tergesa-gesa dan tersiksa seperti tahun sebelumnya. Dengan “entry by name dan entry by number” yang telah ada di tangan, buku acara dengan semangat saya kerjakan. Kejurda tahun 2012 pun terlaksana, untuk pertama kalinya dalam Kejurda NPC, buku acara dan nomor dada peserta bisa diterimakan kepada semua daerah pada saat technical meeting (sebelum pembukaan dan pada saat peserta baru berdatangan).
Pada tahun 2010, buku acara hanya dimiliki oleh panitia (karena hanya ditulis tangan). Pada tahun 2011, buku acara dimiliki oleh panitia dan daerah peserta kejurda hanya bisa melihat melalui papan pengumuman (karena keterbatasan waktu yang tersedia untuk bisa menggandakan buku acara, boro-boro bisa menggandakan, buku acara saja harus direvisi berulang kali, karena daerah yang berdatangan dan menyerahkan data pendaftaran tidak bersamaan, bahkan beberapa jam sebelum pembukaan kejurda dimulai pun masih ada yang mendaftar). Namun pada tahun 2012, setiap pos panitia pelaksana, dan setiap daerah yang ikut serta dalam kejurda menerima buku acara yang sangat berguna untuk mengikuti jalannya perlombaan (buku acara sangat diperlukan official untuk mengondisikan atletnya, terutama atlet tuna rungu wicara yang tidak bisa mendengar dan berbicara, dan atlet tuna netra yang tidak bisa melihat).
Konsep yang ada dalam kejurda tahun 2012, saya terapkan kembali pada tahun 2013 dan tahun 2014 (untuk tahun 2014 berlangsung pada tanggal 7 s.d. 9 Juni), tentunya dengan perbaikan-perbaikan yang didapat dari evaluasi yang saya lakukan setiap berakhirnya kejurda. Bersyukur dengan konsep yang ada, manajemen perlombaan menjadi mudah, meski jumlah peserta terus bertambah (sebagai catatan: tahun 2014 jumlah peserta 22 daerah, setiap daerah menurunkan 10 atlet, setiap atlet mengikuti 3 nomor lomba, tersedia 7 kategori kecacatan, yang dipertandingkan dan diperlombakan sebanyak 87 nomor: catur, nomor lintasan, tolak peluru, lompat jauh, lempar lembing, lempar cakram) dan beban kerja makin melimpah, karena harus mengerjakan administrasi yang terkait dengan hadiah uang tunai dan piagam penghargaan bagi peraih medali emas, perak dan perunggu.
Semua yang saya tempuh ini tidak lebih karena sebuah perjalanan iman, sebuah perjalanan dalam lapangan olahraga dengan mempersembahkan kemampuan yang telah Tuhan percayakan. Perjalanan iman yang saya tempuh ini merupakan bentuk lain dalam berteologi, karena selama ini saya memiliki pemahaman bahwa teologi itu bukan hanya pergumulan dan perjalanan iman yang tercatat dalam kitab suci, melainkan juga pergumulan dan perjalanan iman yang kita alami di dunia ini. Sebuah perjalanan yang saya tidak pernah tahu kapan berhentinya, saya pun tidak pernah tahu kemana saya harus menempuh perjalanan berikutnya, karena yang saya tahu hanya siap mengarungi pengembaraan apa pun medannya.
Menyadari kemungkinan adanya perjalanan berikutnya, maka dalam perjalanan saya di NPC Kota Surabaya pun telah coba saya lakukan pengaderan. Pengaderan tersebut saya lalukan pada seorang atlet (kategori 46: tangan kirinya hanya sepanjang bahu hingga siku) NPC Kota Surabaya yang baru saja menyelesaikan jenjang pendidikan menengah atas, bulan Maret 2014 lalu saat mengarahkannya untuk melanjutkan kuliah, sempat saya sampaikan: “Kamu boleh terlahir ke dalam dunia dengan kondisi seperti ini, bukanlah suatu rencana yang kebetulan. Kamu boleh tergabung dalam organisasi ini juga bukan karena kebetulan, kamu telah diberi kesempatan mengenal teman-teman dengan kondisi yang serupa, bahkan ada yang lebih miris kondisinya. Semua ini boleh kamu alami, karena Tuhan memberikan kesempatan kepadamu untuk menjadi jawaban buat mereka, dan bla... bla... bla...”
Singkat cerita, atlet tersebut saat ini telah diterima dalam Jurusan Pendidikan Luar Biasa pada salah satu Perguruan Tinggi Negeri di Surabaya (sesuai dengan saran saya), dan dua minggu lalu saya sampaikan kembali kepadanya untuk mulai membantu setiap pengerjaan administrasi yang terkait dengan kepentingan organisasi. Saya tidak menjanjikan materi apa pun kepadanya, karena saya pun tidak mendapatkan materi (saya benar-benar tidak mendapatkan honor untuk pekerjaan ini, yang saya terima hanya sebatas uang transport pelatih yang diberikan setiap enam bulan sekali sebagai konsekuensi logis sebagai pelatih, bukan sebagai ‘tenaga administrasi’). Saya hanya menyampaikan kepadanya bahwa selama saya mengerjakan semua itu, kemampuan saya menggunakan MS Word, MS Excel, dan Power Point makin dipertajam (yang bisa berguna untuk mahasiswa baru seperti atlet tersebut). Terlebih saat kita tulus melayani sesama, terkadang berkat (sukacita, koneksi, dll.) akan datang sendiri--bila ada waktu luang untuk menulis note lagi, saya akan menceritakan tentang hal ini.
Pengaderan akan dimulai, saya benar-benar terbeban untuk pengaderan ini. Karena mungkin saja suatu saat saya harus melambaikan tangan untuk melanjutkan pengembaraan, maka semua yang telah diaktifkan tak terhenti dan tetap bisa berjalan. Mengingat kejurda NPC yang diselenggarakan oleh NPC Kota Surabaya setiap tahunnya, menjadi ajang eksistensi (dan tulang punggung pembinaan) bagi olahraga cacat di Jawa Timur. NPC Provinsi Jawa Timur selama ini belum mampu menyelenggarakan kejurda seperti yang diselenggarakan NPC Kota Surabaya, mengingat anggaran setiap tahunnya (yang bersumber dari dana hibah APBD Pemprov Jatim) untuk semua kegiatan kurang lebih hanya Rp 50 juta, sementara biaya untuk menyelenggarakan kejurda mencapai lebih dari Rp 80 juta (saya mengetahui hal ini secara pasti, karena saya selaku pengurus NPC Kota Surabaya dan NPC Provinsi Jawa Timur).
Demikian sedikit kisah saya saat coba mengaktifkan tempat di mana saya berada. Yuk, bareng-bareng kita mengaktifkan tempat di mana kita berada, apa pun yang menjadi persoalannya. Karena yang terpenting bukan aktif di mana-mana, tapi mengaktifkan setiap tempat di mana kita berada. Tuhan memberkati.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H