Mohon tunggu...
Glen Oktavian Turambi
Glen Oktavian Turambi Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Graduate of International Relations degree.Studied History, Diplomacy, War Studies, and International Politics

Sangat tertarik dengan topik Hubungan Internasional dan strategi Geopolitik

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

"Berteman dengan Negara Jauh dan Serang Negara Tetangga" Analisa Karya Seni Perang Wang Jingze terhadap Politik Luar Negeri Tiongkok

9 Februari 2023   21:14 Diperbarui: 9 Februari 2023   21:22 280
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pada tanggal 24 Februari 2022 Rusia melancarkan Invasi kepada Ukraina mengikuti keputusan presiden Putin untuk memulai sebuah serangan yang dilandaskan dengan nama "Operasi Militer Khusus". Serangan ini mengejutkan seluruh tatanan internasional karena pertama kali setelah kurun waktu 77 tahun pasca perang dunia kedua, perang muncul kembali di benua eropa yang identik akan citranya sebagai kawasan dengan nuansa politik luar negeri yang stabil. 

Berselang satu hari pasca invasi itu tepatnya pada 25 Februari 2022 di ibu kota Republik Rakyat Tiongkok yaitu Beijing, para pemimpin tertinggi dan Presiden Republik Rakyat Tiongkok Xi Jinping sepakat memutuskan untuk mengambil langkah netral dalam menentukan posisi negaranya untuk menjadi arah politik luar negerinya. 

Dalam pemahaman ini dapat dikatakan Republik Rakyat Tiongkok tidak akan memberikan sanksi kepada Rusia maupun mendukung secara penuh Rusia dalam serangannya ke Ukraina, apa yang menjadi latar belakang kebijakan tersebut.? Sesungguhnya apa yang dilakukan oleh Presiden Xi Jinping dan para petinggi yang lain dalam politbiro Partai Komunis Tiongkok merupakan cerminan pengambilan keputusan yang dilandasi sepenuhnya dari kerangka sejarah bangsa Tiongkok dimasa lampau disaat memandang sebuah konflik.

Dalam Sejarah Dinasti bangsa Tiongkok sampai kepada munculnya Negara Republik pertama pada tahun 1912 mengakhiri periode kekaisaran dua ribu tahun era dinasti Qing, merupakan sebuah kisah sejarah yang panjang penuh dengan konflik kental dengan intrik dan siasat. 

Intrik dan siasat ini kemudian membentuk banyak karya seni perang tentang sebuah bangsa yang terus secara terpusat melanjutkan apa yang mereka anggap sebagai budaya untuk membantu rakyat mereka dalam berpikir dan bertindak, sehingga perlu dipahami dalam pola pikir inilah sesungguhnya jalan dasar kebijakan luar negeri Negara Republik Rakyat Tiongkok terpetakan. Akan tetapi perlu digaris bawahi sangat sulit jika kita mencoba mencocokan secara umum sejarah panjang bangsa Tiongkok terkait kebijakan netralitas tersebut, sehingga diperlukan metode kerangka berpikir untuk mempermudah pemahaman hubungan antara sejarah dan kebijakan di era modern tersebut. 

Buku berjudul Karya Tiga Puluh Enam Strategi oleh Wang Jingze salah seorang penulis karya seni perang terkenal Tiongkok akan digunakan disini sebagai alat kerangka berpikir, yang bertujuan menguraikan lebih dalam apa tujuan dari kebijakan Republik Rakyat Tiongkok tersebut.

Wang Jingze pada bukunya Karya Tiga Puluh Enam Strategi, bab 4 strategi 23, mengatakan.: "Berteman dengan Negara jauh dan serang Negara tetangga, Negara yang berbatasan satu sama lain menjadi musuh sementara negara yang terpisah jauh merupakan sekutu yang baik. Ketika anda adalah yang terkuat di sebuah wilayah, ancaman terbesar adalah dari terkuat kedua di wilayah tersebut, bukan dari yang terkuat di wilayah lain". 

Penjelasan tentang kutipan Wang Jingze ini cukup jelas jika kita lihat dalam konteks warisan budaya seni perang bangsa Tiongkok, yaitu menjalin hubungan harmonis dengan Negara jauh karena tidak menguntungkan jika melawan mereka dan juga merugikan jika berkonflik dengan mereka. Kemudian alangkah baiknya tingkatkan lebih perhatian pada Negara terdekat, karena bahaya dekat sesungguhnya yang bisa membawa bencana jika dibiarkan tanpa pegawasan.

Dalam konflik Rusia dan Ukraina, Republik Rakyat Tiongkok melihat bahwa kedua belah pihak sebagai rekan Negara jarak jauh sehingga tidak ada keuntungan apa-apa jika mendukung salah satu kubu yang terlibat konflik tersebut. 

Dalam kalkulasinya Republik Rakyat Tiongkok memiliki hubungan dekat dengan Ukraina dalam hal ekonomi pasca kemerdekaan Negara Ukraina dari Soviet pada tahun 1991 dan sudah membentukan jembatan diplomasi resmi tahun 1992, kerjasama kedua Negara terbentuk kuat dari keuntungan ekonomi dan dapat dirasakan begitu baik bagi kedua Negara. Untuk Rusia lebih baik lagi karena Republik Rakyat Tiongkok sudah menjalin hubungan kuat dalam berbagai bidang terutama bidang energi dan kerjasama militer, dalam hal lain Rusia juga sekutu tunggal terkuat bagi Republik Rakyat Tiongkok untuk menjadi penyeimbang kekuatan Amerika Serikat dan Uni Eropa. 

Akan tetapi kedua keuntungan kerjasama dari Rusia dan Ukraina tersebut tidak dapat menutup kerugian besar Republik Rakyat Tiongkok jika ia terlibat mendukung salah satu dari Negara bertikai, misalkan dalam analisanya jika ia mendukung Rusia maka ancaman sanksi global akan membuat Republik Rakyat Tiongkok terisolasi lebih jauh dan akan membuat ekonominya terpuruk.

Sebaliknya jika Republik Rakyat Tiongkok mendukung Ukraina mungkin tidak akan menerima sanksi global, akan tetapi dampak yang diberikan lebih kepada hilangnya keuntungan hubungan bilateral yang sudah terjalin kuat antara Rusia dan Republik Rakyat Tiongkok. Hubungan bilateral kedua Negara akan berada pada posisi terpuruk karena Rusia merasa dikhianati dengan manuver tersebut sehingga perlahan bisa berdampak pada diputusnya bidang kerjasama militer dan sektor energi gas alam serta minyak. Perlahan tapi pasti hal ini juga dapat membuat ekonomi Republik Rakyat Tiongkok terpuruk dan memunculkan kekacauan karena sektor industrinya akan sangat terdampak akibat suplai gas menurun, efeknya akan menyebar dan akhirnya juga dapat berdampak pada resesi nasional.

Sesuai dengan penjelasan diatas Republik Rakyat Tiongkok lebih memilih mempertahankan hubungan bilateral yang baik dengan Ukraina dan Rusia karena menerima keuntungan ekonomi dan politik jika kerjasama berjalan stabil, lengkah ini kemudian terwujud nyatakan dalam bentuk posisi netral yang menyenangkan semua pihak tanpa ada membuat salah satu pihak terancam. 

Dalam situasi konflik Rusia dan Ukraina masalah yang muncul sangatlah kompleks bagi hubungan internasional terutama pihak yang terlibat dan yang tidak terlibat tetap merasakan dampaknya, netralitas tentu sebuah langkah geopolitik yang baik bagi Republik Rakyat Tiongkok sebagai cara negaranya melihat situasi menguntungkan posisi negaranya secara nasional maupun internasional. Tetapi sesuai dengan perkataan Wang Jingze maka seharusnya sisi kedua yang harus menjadi perhatian ialah negara mana yang dianggap sebagai tetangga yang mengancam, dalam hal ini Negara tetangga yang secara langsung bisa membawa konfrontasi berbahaya bagi Republik Rakyat Tiongkok. 

Untuk mengetahui hal tersebut maka dapat diperhatikan dari besar dan kecil tekanan pegaruh kepentingan yang Republik Rakyat Tiongkok berikan kepada beberapa negara yang bertetangga dengannya secara langsung, pola negara yang menjadi ancaman terbesar terkuat kedua di wilayah tersebut akan menarik penuh perhatian Republik Rakyat Tiongkok dengan besarnya alokasi satuan militer dan tekanan politik yang diberikan kepada Negara tersebut dari Republik Rakyat Tingkok. Dari sekian negara yang berbatasan langsung dengan Republik Rakyat Tiongkok beberapa diantaranya memiliki isu masalah terkait perbatasan dan sengketa, tetapi tidak satupun yang memiliki tekanan politik terbesar yaitu Taiwan.

Taiwan merupakan Negara yang cukup kontroversial dikarenakan statusnya bagi Republik rakyat Tiongkok dinyatakan sebagai tidak sah dan tidak memiliki dasar, dalam prosesnya Taiwan berupaya melakukan berbagai diplomasi dengan negara lain agar memberikan dukungan kepadanya, hal ini menciptakan situasi serius karena Amerika Serikat sebagai negara adidaya memberikan bantuan militer dan dukungan politik meskipun belum sampai pada tahap pengakuan. 

Dalam masalah ini Republik Rakyat Tiongkok mengklaim status Taiwan sebagai Negara adalah ilegal yang berdiri sendiri tanpa klaim, Republik Rakyat Tiongkok sendiri mengklaim legitimasi negaranya atas kepualauan Taiwan dengan kebijakan satu Tiongkok sebagai dasar kebijakannya. Bisa terlihat dari kebijakan ini Republik Rakyat Tiongkok menaruh perhatiannya dan tekanan kuat demi menjaga Taiwan untuk tidak bisa berdiri merdeka dan tidak memiliki dukungan dari publik internasional, Republik Rakyat Tiongkok melalui kebjiakan itu mengatur kepada Negara lain yang ingin membuka hubungan diplomasi dengan mereka harus terlebih dahulu mengakui kebijkan satu Tiongkok. 

Kebijakan ini tentu saja membawa tujuan dan dasar tersendiri bagi kepentingan luar negeri Republik Rakyat Tiongkok yaitu menjaga klaim legalitas mereka atas Taiwan, dengan menarik sebanyak mungkin negara yang mengakui klaim tersebut sehingga dukungan kemerdekaan kepada Taiwan akan semakin kecil dan dorongan de facto maupun de jure dari negara lain terhadap kemerdekaan Taiwan akan sangat sulit. 

Tujuan dari semua ini ialah proses penyatuan Taiwan kedalam Republik Rakyat Tiongkok diharapkan dapat berjalan mudah dan tidak membawa konflik besar seperti penyatuan Hong Kong yang berjalan damai dari bekas koloni Inggris, saat itu Hong kong mendapat status dipinjamkan kepada Inggris selama 99 tahun dan setelah waktu peminjaman selesai Inggris dan Republik Rakyat Tiongkok dapat mencapai kesepakatan yang baik.

Dalam pandangan lain Republik Rakyat Tiongkok melihat kasus Taiwan sebagai terkuat kedua karena karena Taiwan mampu membawa pengaruh negara adidaya yaitu Amerika Serikat untuk sampai terlibat dalam konfllik tersebut, jika dibiarkan hal itu dapat membawa konflik besar antara Republik Rakyat Tiongkok dan Amerika Serikat serta memberikan hasil akhir yang berbahaya bagi Republik Rakyat Tiongkok. 

Amerika Serikat seiring waktu berjalan perlahan mulai memberikan dukungan politik pada Taiwan yang diharapkan bisa memperkuat hubungan antara dua negara sebagai langkah luar negeri menolak pengaruh Republik Rakyat Tiongkok, hal ini terlihat jelas pada periode Trump yang mana pertama kalinya melakukan perbincangan lewat telepon untuk kesepakatan pemberian bantuan senjata senilai 18 milyar dolar. Kemudian dilanjutkan oleh periode Biden dimana melanjutkan pemberian bantuan senjata militer dan pertama kalinya memberikan izin kepada juru bicara DPR Amerika Serikat yaitu Nancy Pelosi untuk melakukan kunjungan resmi ke Taiwan demi menunjukkan dukungan politik. 

Republik Rakyat Tiongkok menanggapi ini semua sebagai langkah serius dari Amerika Serikat untuk mendukung kemerdekaan Taiwan, oleh karenanya hal ini menjadi alasan mengapa Republik Rakyat Tiongkok menambah tekanan militer dengan melakukan patroli dan latihan militer di wilayah Taiwan sebagai sebuah upaya melawan dukungan Amerika Serikat.

Kesimpulan akhir dari analisa ini ialah dalam beberapa tahun kedepan isu kemerdekaan Taiwan akan tetap menjadi isu yang diutamakan Republik Rakyat Tiongkok sebagai ancaman negara terdekat yang sangat membahayakan, besarnya pengaruh Republik Rakyat Tiongkok baik itu dalam bentuk tekanan politik maupun tekanan militer menunjukan keseriusan mereka dalam melihat isu ini. Sebaliknya apapun kondisi dan hasil akhir bagi konflik antara Rusia dan Ukraina tetap tidak akan menarik Republik Rakyat Tiongkok demi menjaga hubungannya dengan kedua negara tersebut, keputusan netral merupakan langkah luar negeri yang akan terus dijaga dan dilaksanakan oleh Republik Rakyat Tiongkok demi menjaga hubungan luar negeri yang stabil.

Sumber: https://www.reuters.com/world/russia-vetoes-un-security-action-ukraine-china-abstains-2022-02-25/

https://www.washingtonpost.com/opinions/2022/03/15/china-ambassador-us-where-we-stand-in-ukraine/

https://imperialcombatarts.com/thirty-six-stratagems.html

https://www.cfr.org/backgrounder/china-taiwan-relations-tension-us-policy-biden

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun