"Pendidikan adalah usaha memuliakan manusia muda menjadi manusia dewasa." (Novianta Yonantias, Tanpa Tahun). Dengan kata lain, pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan pengetahuan, serta keterampilan dan proses mendewasakan diri seseorang agar menjadi lebih baik dan lebih penuh wawasan dan menjadi pribadi yang cerdas. Salah satu kriteria kesuksesan pembangunan nasional adalah dilihat dari keberhasilan pendidikan. Karena pendidikan akan melatih generasi cerdas, berbakat, siap menentukan arah pembangunan bangsa ini. Seperti yang bisa kita lihat, di sebagian besar negara maju kualitas pendidikan yang sangat baik, mulai dari segi fasilitas, proses pembelajaran, kurikulum dan kinerja siswa.
Dunia pendidikan selalu berubah dari waktu ke waktu. Kita bisa melihat perubahan itu melalui perubahan program dan kurikulum, peraturan dan regulasi, pendekatan proses pembelajaran, dan fasilitas pendukung pendidikan. Semua itu dilakukan pemerintah untuk bersaing dengan negara lain agar bisa menghadapi tantangan masa depan. Pendidikan adalah kunci kesuksesan kemajuan suatu bangsa. Agar negara kita tidak tertinggal dari negara negara lain di dunia, pendidikan kita harus mampu beradaptasi dengan dinamika pembangunan waktu.
Tetapi mencapai pendidikan yang adil dan berkualitas jelas tidak mudah, karena fakta masih mengungkap beberapa permasalahan, seperti: Kondisi geografis Indonesia yang menyebabkan beberapa daerah sulit dicapai, rendahnya kesadaran pendidikan di daerah tertinggal, persebaran guru tidak merata.Â
Indonesia merupakan negara kepulauan. Dengan kondisi geografis yang sangat beragam, ini tentunya menjadi tantangan bagi bangsa kita dalam proses memeratakan pendidikan.Â
"Kesenjangan yang terjadi antara jumlah guru di desa dan di kota. Jumlah guru yang belum memadai masih banyak terjadi di wilayah 3T dan biasanya jumlah guru yang tersedia hanya 3-4 orang. Sedangkan, di daerah perkotaan seringkali terjadi penumpukkan pada jumlah pendidiknya." (Nasution, 2008).
Di daerah kota kota besar seperti yang kita lihat pembangunan sekolah kebanyakan dalam tahap baik dari segi infrastruktur maupun tenaga pendidiknya. Namun jika kita melihat daerah pelosok dan terpencil, masih banyak sekolah dengan infrastruktur yang tidak memadai, serta kurangnya tenaga pendidiknya. Daerah daerah terpencil yang sulit dijangkau kendaraan terkadang hanya memiliki gedung sekolah yang sederhana.Â
Tidak jarang ditemui sekolah yang memiliki bangunan yang sudah tidak layak pakai, seperti misalnya atap yang bocor dimana mana, sehingga saat hujan dapat mengganggu proses aktivitas belajar mengajar. Bukan hanya infrastruktur yang tidak memadai, akses untuk mencapai sekolah itu juga sulit dijangkau. Ada yang harus menyeberangi sungai dengan menggunakan jembatan yang hanya terdiri dari dua bilah bambu, hingga ada yang harus berjalan kaki melewati hutan dengan jarak yang sangat jauh. Hal ini menyebabkan proses belajar mengajar di daerah terpencil menjadi terhambat.Â
Rendahnya kesadaran pendidikan di daerah terpencil juga menjadi permasalahan yang kerap terjadi di ranah pendidikan Indonesia. Kebanyakan anak anak di daerah pelosok menghabiskan waktu mereka bermain atau membantu orang tuanya dengan bekerja untuk mencari makan sehari hari. Mereka berpikir bahwa dengan ikut orang tua bekerja, mereka bisa lebih tau saat memasuki dunia dewasa mereka dan bisa bertahan hidup. Oleh karena itu mereka tidak terlalu mementingkan pendidikan.Â
Kekurangan tenaga pendidik juga merupakan faktor yang mempengaruhi ketertinggalan daerah pelosok dari segi pendidikan. Tidak banyak guru yang mau ditempatkan di daerah pelosok karena mereka merasa sulit untuk melakukan pekerjaan mereka tanpa didampingi oleh infrastruktur yang memadai seperti tidak tersedianya wifi ataupun sinyal yang mengakibatkan mereka tidak bisa mengakses info info mengenai pendidikan melalui internet. Adanya daerah yang tidak di aliri listrik juga menjadi penyebab kesulitan tenaga pendidik dalam proses mengajar, karena mereka kesulitan melaksanakan tugas mereka yang membutuhkan alat elektronik seperti laptop atau ponsel pribadi. Hal ini menyebabkan banyak guru yang tidak tahan ditempatkan bertugas di daerah pelosok, sehingga banyak sekolah kosong dan kekurangan guru.
Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah dalam mengatasi masalah pemerataan pendidikan seperti program wajib belajar 9 tahun, dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), relokasi subsidi BBM, dan penggunaan APBD. Namun upaya tersebut masih belum merata.
Saran saya sebaiknya pemerintah lebih meningkatkan upaya-upaya pemerataan pendidikan di Indonesia dan pengawasan terhadap penyaluran berbagai bantuan yang akan diberikan kepada masyarakat miskin agar bantuan tersebut tepat sasaran. Program relawan untuk mengajar ke daerah pelosok juga sangat dibutuhkan agar bisa membantu proses pemerataan pendidikan berkualitas di Indonesia.