Mohon tunggu...
Rotama Suri Leksana
Rotama Suri Leksana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Hubungan Internasional

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Komparasi Munculnya Liberalisme Ekonomi di Indonesia dan Burma

15 Maret 2024   14:35 Diperbarui: 15 Maret 2024   14:36 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Praktik Liberalisme dan Pertumbuhan di Burma

Cara liberalisme ekonomi diterapkan di dua wilayah jajahan yang berbeda dengan dua negara koloni yang juga berbeda. Studi kasusnya adalah Burma dan Hindia Belanda. Inggris dan Belanda menggunakan pendekatan yang berbeda dalam mengelola pemerintahan mereka di koloni. Inggris menerapkan sistem pemerintahan langsung, mencoba menerapkan prinsip-prinsip institusi Eropa kepada penduduk pribumi. Sementara itu, Belanda menerapkan sistem pemerintahan tidak langsung dengan dualisme administrasi, sebagian menerapkan institusi Barat dan sebagian mengikuti kebijakan adat setempat. Meskipun pendekatannya berbeda, tujuan utamanya adalah meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

Burma terletak di wilayah yang geografisnya lebih terpencil dan terisolasi dibandingkan dengan Indonesia. Karena kedudukannya yang terpencil, wilayah ini tidak memiliki peranan yang signifikan sebagai tempat strategis untuk perdagangan. Hasil utama dari Burma adalah kayu jati. Dibandingkan dengan Hindia Belanda, Burma merupakan negara yang jauh lebih miskin secara ekonomi.

Struktur Administrasi, Hukum dan Pendidikan

Ketika Inggris tiba di Burma, mereka terlambat dalam konteks sejarah. Pada awal abad ke-19, Burma masih merupakan bagian dari Provinsi India. Di Burma, pemerintah kolonial Inggris menerapkan dua prinsip kebijakan dasar: kebebasan ekonomi dan penerapan hukum. Mereka menekankan pembentukan institusi pemerintahan sendiri, di mana administrasi pemerintahan dipisahkan menjadi unit-unit desa yang baru tanpa mempertimbangkan struktur sosial yang sudah ada sebelumnya. Selain itu, Inggris juga mengembangkan struktur kecamatan dengan mengakuisisi tanah. Di tingkat desa, mereka membagi kekuasaan biara menjadi departemen-departemen baru yang berfokus pada profesionalisme, seperti sanitasi, kesehatan masyarakat, dan pendidikan.

Dengan diperkenalkannya sistem pengadilan, kekuatan pengawas polisi, dan administrasi desa, sistem otoritas yang dulunya bersifat personal di Burma berubah menjadi impersonal. Contohnya, di kawasan Pegu, aturan tanam paksa dibagi ke dalam lima distrik yang masing-masing dikelola oleh deputi komisioner. Distrik ini terdiri dari berbagai pejabat rendah, hakim, dan penarik pajak. Peran kepala desa (thugy) menjadi lebih terbatas karena pengumpulan pajak pendapatan sebagian besar dikelola oleh polisi desa. Desa-desa di Burma mengalami transformasi menjadi sekumpulan individu yang berkompetisi satu sama lain, bukan lagi komunitas yang saling terikat. Orang Burma mulai terikat pada peminjam uang dari luar, dan pemilik toko, pedagang, broker, dan saudagar, yang didominasi oleh etnis Cina dan India, mulai membeli tanah untuk mengendalikan pasokan padi.

Implikasi Sosial dari Liberalisme dan Pertumbuhan Ekonomi

Berbeda dengan kebijakan pemerintah Inggris di Burma, pemerintah Hindia Belanda mempertahankan otoritas personal melalui penerapan kebijakan ekonomi politik. Mereka menerapkan sistem pemerintahan tidak langsung dengan mempertahankan dualisme administrasi yang sebagian mengadopsi model Barat dan sebagian lainnya tetap mengikuti tradisi lokal. Berbeda dengan Inggris, Belanda tidak mengubah sistem pemerintahan tradisional dan hukum adat di wilayah koloninya. Mereka tetap menjaga hukum adat dan memelihara kepemilikan tanah agar tetap berada di tangan masyarakat pribumi. Akibatnya, desa tetap menjadi satu kesatuan sosial yang utuh.

Kesimpulan

Pertumbuhan liberalisme pasca kolonial merupakan tahap lanjut dari kondisi yang sangat buruk pasca perang. Secara global, liberalisme ekonomi diilustrasikan oleh kesepakatan pasca perang seperti Bretton Woods dan Washington Consensus, yang bertujuan untuk merancang peningkatan perdagangan sambil tetap mengendalikan arus modal, yang pada akhirnya membatasi arus modal dari negara-negara pascakolonial dan memaksa aliran modal tersebut ke negara-negara kaya (OECD). Secara umum, kebutuhan akan pasar global yang terintegrasi mendorong negara-negara untuk mengurangi campur tangan mereka dalam regulasi perdagangan. Salah satu dorongan utama terhadap liberalisme ekonomi adalah lembaga keuangan internasional seperti IMF dan Bank Dunia, yang memiliki kekuatan finansial yang melebihi PDB negara-negara pascakolonial. Namun, hal ini tidak berarti bahwa negara-negara bebas dalam mengatur pasar; sebaliknya, ada tekanan untuk menciptakan institusi yang mengatur liberalisme pasar, contohnya adalah pembentukan institusi deregulasi perbankan dan desentralisasi.

Konsep liberalisme ekonomi sebenarnya tidak menciptakan pasar yang benar-benar bebas karena kebijakan-kebijakan terkait liberalisme ekonomi masih tetap di bawah kendali aliansi lembaga keuangan internasional dan negara-negara. Negara-negara pascakolonial yang menganut ekonomi neoliberal sering kali harus menghadapi persaingan dengan barang-barang impor seperti beras dan jagung yang telah disubsidi oleh pemerintah di negara-negara maju. Liberalisme ekonomi sering menjadi agenda utama dari rezim imperialis, yang salah satu tujuannya adalah untuk menghindari kebijakan sosialisme, kesejahteraan, dan redistribusi di negara-negara jajahan, karena kebijakan semacam itu dapat menghambat distribusi produk ekspor yang dilakukan oleh negara-negara seperti Amerika Serikat dan Inggris.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun