Merkantilisme adalah sistem ekonomi yang mendominasi perkembangan di Inggris pada abad ke-17 dan ke-18. Pertumbuhan merkantilisme di Inggris mencakup campur tangan pemerintah yang ketat dalam kegiatan perdagangan untuk melindungi kepentingan ekonomi negara dari persaingan asing. Intervensi pemerintah melibatkan penerapan undang-undang yang mengatur sektor perdagangan dan industri dalam kegiatan perdagangan negara. Pemerintah memiliki kewenangan untuk membentuk perusahaan dagang berdasarkan piagam kerajaan. Melalui piagam kerajaan ini, setiap perusahaan dagang dari negara asal memiliki keunggulan dan monopoli perdagangan di wilayah jajahan.
Pengaruh Merkantilisme di Negara Federasi Melayu
Joseph Chamberlain, Sekretaris Kolonial Inggris, menjadi tokoh pionir dalam menerapkan kebijakan merkantilisme dengan mengenalkan reformasi tarif dan preferensi kekaisaran di wilayah jajahan pada awalnya. Pada tahun 1902, dalam Konferensi Kolonial, Chamberlain berhasil memperoleh persetujuan pemerintah Inggris untuk menerapkan kebijakan preferensi kekaisaran. Melalui preferensi ini, pedagang Inggris dapat mengimpor atau mengekspor barang dari wilayah jajahan dengan tarif bea cukai yang rendah atau bahkan dibebaskan dari bea cukai.
Tarif bea cukai ini ditetapkan berdasarkan kendali pemerintah Inggris atas jenis barang impor atau ekspor. Langkah ini diambil untuk melindungi dan memperkuat kinerja perdagangan Inggris. Kesadaran akan sulitnya menerapkan doktrin perdagangan bebas dalam situasi saat itu mendorong pemerintah Inggris untuk menyetujui kebijakan perdagangan preferensial ini.
Dalam pidatonya di konferensi tersebut, Joseph Chamberlain mengusulkan peningkatan "kontribusi kolonial" untuk pertahanan kekaisaran. Ia juga menyarankan penerapan kebijakan perdagangan bebas hanya di wilayah kerajaan Inggris. Meskipun demikian, pajak bea cukai tidak akan dihapuskan sepenuhnya, tetapi akan tetap dikenakan, terutama pada barang-barang yang tidak diproduksi di Inggris.
Kebutuhan akan pertahanan kekaisaran mendorong negara-negara jajahan yang kaya sumber daya ekonomi untuk berpartisipasi dengan menyumbangkan dana kepada pemerintah Inggris, khususnya untuk keperluan militer dan industri pelayaran.
Pengaruh gagasan merkantilisme Inggris di Malaya telah dapat dipelajari sejak tahun 1895, ketika Sekretaris Kolonial Joseph Chamberlain menyetujui pembentukan Negara Federasi Melayu Pembentukan federasi ini sejalan dengan kebijakan merkantilisme Chamberlain yang bertujuan untuk mengendalikan sumber bahan mentah, sumber pangan, dan membentuk pasar kolonial di wilayah jajahan demi kepentingan Inggris. Persetujuan Chamberlain untuk membentuk federasi Negara Federasi Melayu didasarkan pada kebutuhan melindungi kepentingan ekonomi Inggris di negara bagian Perak, Selangor, Negeri Sembilan, dan Pahang.
Selanjutnya, pembentukan Federal Meeting Council (FMC) pada tahun 1909 oleh Inggris merupakan upaya tambahan untuk menciptakan alat kontrol terhadap aktivitas perdagangan merkantilisme di Negara Federasi Melayu. Sir John Anderson, Komisaris Tinggi di Malaya, memainkan peran penting dalam sentralisasi administrasi keuangan Negara Federasi Melayu melalui pembentukan FMC pada Kantor Kolonial pada tahun 1907. Melalui sentralisasi administrasi keuangan, Inggris berhasil mengontrol kekayaan yang diperoleh Negara Federasi Melayu dari kegiatan perdagangan merkantilisme, terutama kelebihan neraca keuangan.
Fokus pada ekspor dalam sistem perdagangan merkantilisme di Negara Federasi Melayu memungkinkan Inggris mengakumulasi surplus neraca keuangan, menjadi indikator kunci tingkat kekayaan pemerintah Negara Federasi Melayu. Melalui FMC, Inggris juga dapat melindungi kepentingan ekonomi para pedagang Eropa dengan memberikan kendali terhadap aktivitas perdagangan merkantilisme di Negara Federasi Melayu. Dengan demikian, setelah pertimbangan oleh Kantor Kolonial, Sekretaris Kolonial akhirnya menyetujui pembentukan FMC untuk Negara Federasi Melayu pada tahun 1909.
Pembentukan FMC juga merupakan pencapaian penting Inggris dalam membentuk badan legislatif yang mengendalikan seluruh pemerintahan dalam sistem perdagangan merkantilisme di NNMB. Melalui FMC, Inggris berhasil menguasai sistem keuangan, sistem tarif, dan ekonomi ekspor, yang merupakan bagian integral dari sistem perdagangan merkantilisme.
Sistem Keuangan
Sistem keuangan menjadi elemen krusial dalam sistem perdagangan merkantilisme di Negara Federasi Melayu. Inggris menggunakan FMC untuk mengkonsolidasi administrasi sistem keuangan secara federal melalui Undang-undang Sekretaris Utama (Korporasi) yang disahkan oleh FMC pada tahun 1911. Melalui undang-undang ini, jabatan Residen Jenderal diubah menjadi Sekretaris Utama, yang berperan sebagai kepala eksekutif pemerintahan Negara Federasi Melayu di bawah Komisaris Tinggi Inggris di Malaya.
Penunjukan Sekretaris Jenderal di tingkat federal menjadi langkah strategis agar Inggris dapat mengendalikan seluruh pengeluaran pemerintah di Negara Federasi Melayu. Undang-undang ini memberikan kewenangan kepada Sekretaris Jenderal untuk mengatur urusan perdagangan, termasuk perjanjian kontrak dan hak untuk melakukan pembelian atas nama pemerintah Negara Federasi Melayu. Beberapa pandangan menganggap kebijakan ini sebagai upaya untuk mengurangi beban administratif Komisaris Tinggi Inggris, sehingga kontrol kolonial dan implementasi kebijakan di Negara Federasi Melayu dapat dipertahankan.
Meskipun demikian, anggota tidak resmi MFMC memiliki pandangan berbeda, yaitu bahwa penggunaan FMC oleh Inggris untuk menyetujui langkah ini sebenarnya bertujuan untuk menggabungkan pemerintahan NNMB dengan pemerintahan kolonial di NNS. Selain itu, pemberian wewenang administratif kepada Sekretaris Jenderal mencerminkan upaya Inggris dalam mengelola pendapatan Negara Federasi Melayu yang tinggi dan berlebih.
Inggris mengadopsi sistem keuangan standar emas dalam sistem perdagangan Negara Federasi Melayu sejak awal abad ke-20, setelah Departemen Keuangan Inggris menyetujui usulan tersebut oleh Menteri Kolonial pada tahun 1903. Penerapan standar emas ini melibatkan Dewan Majelis di negara bagian Perak, Selangor, Negeri Sembilan, dan Pahang, yang diserahi tugas menyetujui Pemberlakuan Impor dan Ekspor Uang yang seragam di masing-masing negara bagian.
Undang-undang ini bertujuan membatasi impor Dolar Inggris, Dolar Meksiko, Yen Jepang, dan semua koin tembaga dan perunggu dari British North Borneo, Sarawak, dan Brunei. Dengan pemberlakuan ini, pemerintah negara bagian mendapatkan kewenangan untuk mengontrol ekspor Straits Dollar dan mengatur peredaran mata uang asing. Meskipun proses persetujuan berada di bawah yurisdiksi Majelis Negara Bagian, Resident General memegang otoritas tertinggi di tingkat federal untuk mengendalikan semua jenis impor dan ekspor uang di Negara Federasi Melayu.
Penduduk Inggris di negara bagian ini harus mendapatkan izin dari Resident General untuk melakukan kegiatan impor dan ekspor uang, termasuk pertukaran mata uang di Negara Federasi Melayu. Ini menunjukkan bahwa pemberlakuan Undang-Undang Impor dan Ekspor Uang tidak hanya bertujuan untuk menetapkan nilai Dolar Selat, tetapi juga sebagai langkah perlindungan terhadap sistem mata uang. Instruksi dari Sekretaris Kolonial kepada Komisaris Tinggi Inggris di Malaya untuk melarang ekspor mata uang asing ke pasar mata uang di Malaya, juga menegaskan upaya untuk menjaga stabilitas nilai Straits Dollar melalui proteksi mata uang.
Mata uang Straits Dollar, yang lebih dikenal dengan sebutan 'Straits Dollar' ($), diperkenalkan sebagai langkah penggantian terhadap penggunaan mata uang asing seperti dolar perdagangan Inggris dan mata uang dolar Meksiko, sesuai dengan standar emas. Keputusan Inggris untuk mengadopsi mata uang berdasarkan standar emas bertujuan memberikan kontrol atas aktivitas pertukaran mata uang dengan menetapkan nilai tukar. Dalam standar emas, setiap mata uang yang menggunakan sistem ini dapat ditukarkan dengan emas pada nilai tukar yang tetap.
Hal ini memungkinkan Straits Dollar dapat ditukarkan dengan mata uang lain yang mengikuti standar emas, termasuk mata uang Sterling Inggris, dengan kurs tetap yang didasarkan pada nilai emas. Situasi ini menciptakan stabilitas nilai tukar mata uang, suatu kebutuhan penting bagi Inggris di Negara Federasi Melayu untuk menarik investasi asing, terutama dalam sektor penelitian ilmiah dan pelatihan teknis yang krusial dalam pengembangan ekonomi perdagangan merkantilisme dan ekspor di Malaya
Selain itu, penerapan sistem mata uang standar emas memungkinkan pedagang Inggris untuk mengurangi risiko pertukaran mata uang asing. Dengan demikian, para pedagang Inggris dapat berinvestasi dan melakukan perdagangan di Malaya tanpa risiko signifikan, berkat stabilitas sistem keuangan yang diterapkan. Hal ini memberikan insentif bagi investor asing dan menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pertumbuhan ekonomi di Malaya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI