Mohon tunggu...
M. Rosikhul Ilmin Nabil
M. Rosikhul Ilmin Nabil Mohon Tunggu... Mahasiswa - kuliah

hobi menulis

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Narasi Kontra Radikalisme dalam Kasus Bom 3 Gereja di Surabaya

25 November 2024   19:32 Diperbarui: 26 November 2024   16:42 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Pada Mei 2018, Surabaya diguncang oleh serangan bom bunuh diri yang menargetkan tiga gereja: Gereja Katolik Santa Maria Tak Bercela, Gereja Kristen Indonesia Diponegoro, dan Gereja Pantekosta Pusat Surabaya. Ledakan yang terjadi pada Minggu pagi, 13 Mei 2018, ini menyisakan duka mendalam bagi korban, keluarga mereka, dan masyarakat. Kejadian tersebut mengejutkan publik Indonesia dan dunia, terutama karena pelaku bom bunuh diri berasal dari satu keluarga yang turut melibatkan anak-anak mereka.

Tragedi ini menunjukkan urgensi melawan radikalisme yang kian menyusup dalam berbagai lapisan masyarakat, termasuk keluarga. Di tengah kesedihan dan amarah, kesadaran untuk membendung ideologi radikal dari akarnya semakin kuat. Upaya melawan radikalisme dan terorisme menjadi tanggung jawab bersama, bukan hanya pemerintah.

1. Memahami dan Menanggulangi Radikalisme
Radikalisme adalah paham yang menghendaki perubahan ekstrem, yang sering kali diwujudkan melalui kekerasan untuk mencapai tujuan tertentu. Beberapa kelompok radikal di Indonesia menggunakan agama sebagai kedok untuk menjustifikasi tindakan kekerasan, meskipun sebenarnya tidak ada agama yang mengajarkan terorisme. Setiap tindakan terorisme selalu didasari oleh ideologi yang menyebarkan kebencian terhadap kelompok lain.

Mencegah radikalisme membutuhkan kemampuan untuk mendeteksi tanda-tanda paham radikal, baik di lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Pendidikan berperan penting dalam langkah awal melawan radikalisme. Dengan mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan, toleransi, dan saling menghormati, kita bisa menghambat penyebaran ideologi radikal sejak dini.

2. Peran Keluarga dalam Mencegah Radikalisme
Kasus bom gereja di Surabaya memperlihatkan bahwa radikalisme bisa menyusup hingga unit terkecil masyarakat, yaitu keluarga. Para pelaku bahkan membawa anak-anak dalam aksi bom bunuh diri ini, menunjukkan kuatnya pengaruh doktrin radikal yang mereka anut. Sejak peristiwa ini, peran keluarga dalam menangkal radikalisme semakin menjadi sorotan.

Orangtua memiliki tanggung jawab besar untuk menanamkan pemahaman agama yang benar dan mengutamakan nilai-nilai kasih sayang serta kemanusiaan. Anak-anak perlu diajarkan bahwa agama tidak mengajarkan kekerasan, dan bahwa hidup dalam keberagaman adalah bagian dari keindahan hidup. Orangtua juga perlu berhati-hati terhadap ajakan atau pengaruh eksternal yang mungkin memengaruhi pandangan anak-anak mereka.

3. Peran Pendidikan dalam Menanamkan Toleransi
Institusi pendidikan memiliki peran penting dalam upaya menangkal radikalisme. Sekolah dan lembaga pendidikan perlu membangun sikap toleransi dan menghargai perbedaan. Pendidikan agama yang moderat dan penuh kedamaian perlu disampaikan agar generasi muda lebih kritis terhadap informasi yang mungkin mengandung pesan radikal.

Di era digital, media sosial kerap menjadi sarana penyebaran paham radikal. Karena itu, kemampuan berpikir kritis dan selektif sangat penting bagi generasi muda. Program literasi digital yang mendorong pola pikir terbuka dan bijak dalam bermedia sosial juga dibutuhkan.

4. Kontribusi Masyarakat dan Pemerintah dalam Mengatasi Radikalisme
Pemerintah dan masyarakat berperan penting dalam upaya menangkal radikalisme. Pemerintah telah mengambil berbagai langkah, seperti meningkatkan keamanan, mengawasi aktivitas ekstremis, serta bekerja sama dengan pihak-pihak lain untuk mencegah penyebaran paham radikal. Program deradikalisasi juga terus digalakkan untuk membantu para mantan teroris kembali ke jalan yang damai.

Masyarakat juga memiliki andil besar dalam menjaga lingkungan sosial agar tetap aman dari ideologi radikal. Sikap proaktif dalam melaporkan aktivitas mencurigakan, partisipasi dalam kegiatan sosial, dan menciptakan lingkungan yang toleran akan menjauhkan kita dari paham radikal yang berbahaya.

5. Perdamaian dan Harapan di Tengah Tragedi
Tragedi bom gereja di Surabaya merupakan peristiwa menyakitkan bagi Indonesia, namun sekaligus menjadi kesempatan refleksi untuk memperkuat persatuan. Setiap agama mengajarkan cinta kasih dan perdamaian. Radikalisme dan terorisme adalah bentuk penyimpangan yang tidak mewakili ajaran agama apa pun. Peristiwa ini justru menjadi pengingat untuk mempererat persaudaraan dan saling mendukung.

Cara menghadapi ancaman radikalisme, kita perlu bertindak bijaksana dan tegas. Jangan biarkan radikalisme meresap ke dalam masyarakat. Dengan kerjasama yang solid antara keluarga, pendidikan, masyarakat, dan pemerintah, kita dapat melindungi negara ini dari ancaman yang merusak persatuan dan keberagaman kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun