Mohon tunggu...
Rosi Narulita
Rosi Narulita Mohon Tunggu... Lainnya - Bebaskan Ekspresimu

Jadilah dirimu sendiri, tak usah pura-pura jadi orang lain. Dunia ini hanya sementara

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Rendah Hati dan Jarang Update Status adalah Suatu Kesalahan

21 Desember 2022   15:36 Diperbarui: 21 Desember 2022   15:46 2750
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Rendah hati atau tidak sombong semakin sulit kita temui di jaman sekarang, apalagi setiap orang punya gadget.

Di manapun dan kapanpun orang bisa dengan mudah update status kapan saja. Dengan mudahnya orang bisa mengunggah foto selfi bersama keluarga, bersama pasangan atau dengan teman-teman kantornya untuk sekedar menunjukan keberadaannya disuatu tempat.

Tidak cuma itu saja, termasuk makan-makan atau piknik bahkan belanja di mall yang terlihat elegan juga diunggah dengan santainya.

Menariknya lagi, mereka bangga memamerkan barang yang telah dibelinya. Ada juga yang memamerkan harta pribadinya biar dianggap berada. Hal seperti itu hanya untuk sekedar membuktikan bahwa kita bukan bangsa kaleng-kaleng tapi termasuk golongan borjuis.

Fenomena seperti ini sebenarnya telah lama ada di masyarakat, tapi belum begitu terlihat karena dunia medsos tidak seperti sekarang.

Keanehan justru terjadi ketika ada orang-orang tertentu yang tidak suka update status atau tidak suka menyombongkan dirinya. Mereka bukannya dihormati, tapi justru dianggap golongan ke bawah karena tidak pernah memamerkan apapun.

Beberapa pemikiran orang-orang yang dianggap kudet ketika rendah hati di antaranya adalah:

#1 Dianggap kuper.

Saya sendiri termasuk golongan yang kurang begitu suka update-update status tiap hari. Kalau sesekali bolehlah pasang status saat bersama keluarga besar dan orang tua dan saudara-saudara lainnya.

Tapi untuk update di setiap moment termasuk jarang saya lakukan. Hal ini ternyata menimbulkan fitnah bagi orang yang tidak tahu diri saya yang sebenarnya.

Suatu saat ada yang mengajak saya jalan-jalan ke tempat wisata dimana saya sebenarnya sudah lama pernah mengunjunginya. Tapi orang itu tidak tahu kalau saya pernah kesana. Dan anehnya orang itu bisa langsung menjudge orang lain dengan pede nya.

Pertanyaannya cukup menggelitik "Ayo mbak kesana ajak keluarga, kan belum pernah tho?..sekali-kali refreshing gitu lho, jangan di rumah terus".

Wadidaw! pertanyaan yang cukup berkesan namun ampuh membuat batin saya bergejolak. Kalau saya jawab "sudah pernah" nanti membuat lawan bicara saya menanggung malu. Jujur saya termasuk orang yang jaga perasaan, walaupun orang lain banyak yang acuh dengan perasaan saya.

Tapi kalau saya jawab "belum" berarti membohongi diri sendiri. Dan pada akhirnya saya hanya tersenyum dengan pertanyaan tersebut. Apa iya cuma gara-gara tak pernah update status, trus kita dianggap kuper gitu?..

#2 Dianggap hidupnya biasa-biasa saja.

Karena tak pernah update status dengan harta yang dimilikinya bukan berarti kita miskin. Memang banyak sekali saya melihat orang-orang yang dengan bangganya memamerkan keberhasilan ketika jualannya laris, ketika naik pangkat atau ketika sukses menjalankan sebuah proyek.

Lagi-lagi saya bukan orang yang senang untuk memamerkan segala sesuatunya. Tapi terus terang kalau kita dianggap orang tak punya, rasanya dongkol juga dalam hati. Apalagi untuk urusan ibadah, tak sepatutnya dipamerkan kepada khalayak ramai.

Kejadian ketika hari raya kurban, saya terbiasa untuk ikut kurban sapi atau kambing. Dan karena saya lebih sering mudik, maka kurban saya juga ikut kurban keluarga, tak pernah ikut kurban masjid di lingkungan tempat tinggal.

Hingga sampai akhirnya pas hari raya kurban belakangan suami tidak bisa mudik karena terhalang tugas kantor. Akhirnya kami putuskan untuk ikut kurban di masjid komplek tempat tinggal. Karena ini suatu bentuk ibadah, saya pun tak pernah menyuarakan keikutsertaan saya untuk kurban. Hanya panitia kurban saja yang tahu tentang ini.

Dan pada saat waktunya tiba, setelah pagi hewan kurban disembelih. Maka siangnya saya bagikan ke tetangga. Dan lagi-lagi pertanyaan muncul yang membuat pikiran saya harus beradu dengan perasaan dan hati. Seketika ada salah satu tetangga yang dengan bahasa polosnya "lho dapat daging dari mana?...dari saudaranya ya?".

Gubraakk antara hati, perasaan dan bibir ikut berpikir bagaimana menjawab pertanyaan ini tanpa menyinggung lawan bicara. Tanpa bermaksud merendahkan kujawab saja "untuk tahun ini ikut kurban masjid sini, biasanya ikut kurban di masjid kampung" sambil tersenyum dan mengalihkan pokok pembicaraan.

Apa iya hanya karena saya tak pernah mempublikasikan bentuk ibadah saya, trus saya dianggap kurang mampu gitu?.

#3 Dianggap tak punya skill atau pekerjaan.

Jarang update mengenai pekerjaan yang digelutinya, bukan berarti kita pengangguran yang dianggap sebagai komunitas kaum rebahan.

Walaupun saya jarang keluar rumah dan ngegosip ngalor ngidul dengan ibu-ibu komplek, bukan berarti kerjaan saya cuma tiduran dan beres-beres rumah. Banyak hal yang saya lakukan ketika di rumah seperti menulis cerpen, gabung grup online untuk memasarkan jualan.

Namun saya akui untuk memasarkan produk di status WA memang jarang saya lakukan, jadi sebagian dan hampir kebanyakan kurang tahu tentang pekerjaan saya yang sesungguhnya. Menulis cerpen juga saya lakukan tanpa woro-woro.

Masalah ini sebenarnya simpel dan hampir kebanyakan orang hanya mengutarakan apa yang mereka lihat. Yang mereka ketahui saja, kadang bisa jadi fitnah dan diputarbalikan fakta, apalagi yang tidak mereka ketahui.

Lagi dan lagi kejadian ketika belanja di warung tetangga ada yang nyeletuk tanpa basa basi dan penuh makna "mbak kamu enak di rumah tidur-tiduran sambil nunggu suami pulang, semua kebutuhan dicukupi suami".

Astaga...sepertinya kalau kita tidak pernah membanggakan atau menyombongkan pekerjaan kita bakal jadi fitnah ya?. Padahal dirumah kerjaan aku sehari-hari di depan laptop. Ya itulah ketidaktahuan seseorang memang bisa menimbulkan bencana.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun