Indonesia telah memilih sistem demokrasi sebagai sistem politik sejak era kemerdekaan. Pemilu yang dilaksanakan secara reguler setiap 5 tahun sekali menjadi parameter kunci terpenuhinya prosedur demokrasi. Namun sampai saat ini, kualitas demokrasi Indonesia masih jauh dari harapan publik.Â
Banyak organisasi mencirikan politik Indonesia sebagai "prosedur demokrasi," yang formalitasnya seperti konstitusi dan majelis nasional telah ditetapkan, namun aspek substantif demokrasi seperti partai politik yang sempit, akses publik terhadap politik di kalangan masyarakat umum, dan partai politik nasional belum dilaksanakan.
Untuk itu, diperlukan perspektif baru untuk mencapai demokrasi yang bermakna di Indonesia. Salah satu strategi krusialnya adalah meningkatkan partisipasi politik setiap anggota masyarakat. Dengan meningkatnya politik warga, proses demokrasi Indonesia akan menjadi lebih aspiratif dan berkualitas dengan tetap memperhatikan kepentingan masyarakat luas.
Partisipasi politik warga negara mencakup beberapa bentuk partisipasi masyarakat dalam proses politik, baik resmi maupun informal. Partisipasi politik formal dapat mencakup keterlibatan masyarakat, bergabung dengan partai politik, memposisikan diri sebagai legislator atau pelaksana, atau berpartisipasi dalam pengambilan kebijakan publik.
Sebaliknya, partisipasi informal mencakup kegiatan-kegiatan seperti debat politik, memberikan nasihat kepada pejabat pemerintah, menyusun surat keluhan kepada masyarakat, terlibat dalam advokasi langsung, dan terlibat dalam debat politik atau pemilu.
Politik merupakan hal yang penting karena merupakan salah satu pilar utama demokrasi substantif, selain politik sipil dan warga negara, serta beberapa faktor lainnya. Dengan tingginya sensitivitas politik masyarakat, maka proses perumusan kebijakan politik di lingkungan pemerintahan akan menjadi lebih aspiratif dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat.
Sayangnya, tingkat partisipasi politik warga Indonesia saat ini masih cukup rendah. Misalnya, angka golput (golongan putih tidak memilih) pada Pilpres 2019 cukup tinggi di level 22,7%. Atau, minimnya aspirasi publik yang terakomodir dalam produk legislasi dan kebijakan daerah.
Berikut beberapa langkah konkret yang dapat ditempuh: Â
- Pertama, memasukkan pendidikan politik ke dalam kurikulum resmi dan informal. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan kesadaran politik dan literasi di kalangan masyarakat umum sejak awal peradaban. Pemahaman politik yang efektif mendorong warga negara untuk berpartisipasi aktif dalam proses demokrasi.
- Kedua, meningkatkan transparansi dan aksesibilitas data politik melalui pengembangan konsep open data dan e-Government. Pemerintah perlu membuka dan mengakses secara demokratis data terkait kepentingan publik, inventarisasi kebijakan, profil legislatif, dan informasi politik strategis lainnya. Secara umum masyarakat dapat merumuskan keputusan politik yang lebih tepat.
- Ketiga, mendorong partisipasi politik dan aspirasi seluruh masyarakat. Misalnya dengan menyediakan forum digital untuk mendorong aspirasi masyarakat dan interaksi dengan pengambil kebijakan. Alternatifnya, menghadirkan debat politik dan musyawarah tingkat tinggi yang melemahkan tatanan konstitusi.
- Keempat, memberikan akses yang setara dan adil kepada setiap kelompok masyarakat untuk terlibat dalam pendirian partai politik dan proses pencalonan politik. Tidak boleh ada hambatan struktural bagi perempuan, pemuda, dan kelompok marginal untuk berkompetisi dalam kancah politik. Negara juga perlu mendorong representasi politik kelompok rentan melalui mekanisme affirmative action.
- Kelima, menghormati prinsip serikultur, ekspresi, dan persatuan yang menjadi landasan politik setiap warga negara. Jangan biarkan aparat negara bertindak terlalu represif dan melakukan tindakan kriminal terhadap aktivisme politik masyarakat pedesaan. Sistem checks and balances yang kuat diperlukan dalam demokrasi.
- Keenam, efektivitas manajemen proses politik yang dilakukan oleh komunitas Sipil cukup tinggi. Untuk meminimalkan kemungkinan terjadinya malpraktik dan kecanggungan dalam proses demokrasi, diperlukan negarawan independen dalam jumlah yang cukup, yang tidak sesuai dengan peraturan dan infrastruktur nasional.
Kesimpulan
Sampai saat ini, demokrasi di Indonesia masih banyak bertumpu pada hukum acara. Hal ini tercermin dari relatif lemahnya partisipasi masyarakat dalam politik dan kurang optimalnya perlindungan terhadap hak individu dan kedaulatan negara.