Wartawan, mata tombak pers yang harus menjaga kewarasannya di era sekarang. Wartawan tidak hanya sebagai sosok yang mencari dan menuliskan berita, ia juga menjadi sosok yang harus menanggung beban berbagai ancaman anak panah. Sosok wartawan masa kini harus berhadapan dengan berbagai kenyataan pahit yang sering kali tidak sejalan dengan prinsip-prinsip pers atau jurnalis.
Media informasi yang kian menjamur memaksa para wartawan mengencangkan ikat pinggangnya untuk berlomba berburu berita. Terutama mereka yang bekerja pada media-media baru. Tak ayal, banyak wartawan yang berbondong-bondong dikejar tayang. Padahal berita yang ditulisnya justru tidak berbobot bahkan tidak mencerdaskan masyarakat.
Potensi Berita Bodong
Wartawan yang dikejar tayang memiliki potensi untuk menerbitkan berita bodong. Berita bodong merupakan berita yang tidak memiliki makna atau isi yang mencerdaskan. Bahkan berita yang diterbitkan bisa jadi tidak berisi atau justru mengulas hal lain. Hal ini dapat menodai etika jurnalistik yang mewajibkan wartawan untuk menghasilkan berita yang akurat dan berimbang. Tidak hanya itu, berita bodong yang diterbitkan juga berpotensi meresahkan pembaca. Bahkan, tidak sedikit berita-berita tersebut menggiring opini pada pihak tertentu sehingga menjadi penyebab perpecahan suatu golongan.
Aksi Cepat dengan Copy-paste
Tekanan kejar tayang memaksa wartawan untuk meng-copy paste naskah berita. Baik dari kawan sendiri maupun dari berita yang sudah tayang. Ironi seperti ini seakan menjadi budaya bagi kalangan wartawan “kejar tayang.” Beruntung jika redakturnya tidak sensitif dengan naskah berita copy-paste. Tapi akan jadi malapetaka apabila redakturnya memiliki sensitivitas yang tinggi terhadap naskah berita yang copy-paste.
Awas! Klik Bait Mematikan
Wanti-wanti (peringatan) bagi wartawan dan media pemula yang terjun di kancah jurnalistik. Bagi wartawan maupun media pemula jangan sembarangan memasang klik bait. Meskipun klik bait dapat mendatangkan jumlah klik yang banyak, tetapi klik bait ini dapat memicu pembaca yang tidak suka dengan hal tersebut sehingga melaporkan media maupun wartawan kepada dewan pers. Pelaporan tersebut justru berpotensi mematikan media bahkan dapat diblokir oleh dewan pers. Terutama bagi media yang tidak memiliki izin tayang dan izin edar.
Opini Pribadi menjadi Fakta atau Opini Narasumber
Akan sangat berdosa wartawan yang menjadikan opini pribadi menjadi opini narasumber bahkan menjadi fakta. Biasanya, kasus ini muncul ketika wartawan tidak atau lupa merekam pembicaraan narasumber. Untuk memenuhi kejar tayang, wartawan akan menulis opininya sebagai bagian dari opini narasumber.
Meskipun berada di bawah tekanan kejar tayang, wartawan tetap wajib menjaga profesionalismenya dalam menjunjung tinggi kode etik jurnalistik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H