Guru ngaji pertamaku adalah ibuku, beliau bernama Ibu Nanik Marianti, yang kerap di sapa dengan panggilan Ibu Nanik. Beliau merupakan sosok wanita yang ramah, baik, Â cerdas, tangkas, tangguh, penuh semangat dan bertanggung jawab. beliau merupakan sosok Ibu sekaligus guru ngaji yang hebat.Â
Beliau memiliki Riwayat Pendidikan dari tingkat SD, SMP, SMA. Kemudian beliau sempat melanjutkan ke jenjang perkuliahan jurusan hukum, akan tetapi karena suatu hal, beliau harus memutus kuliahnya. Setelah memutus kuliahnya, beliau pun memasuki salah satu pondok pesantren khusus Al-Qur'an di dekat rumah beliau untuk menimba ilmu .Â
Setelah beberapa tahun menimba ilmu di pondok pesantren, beliau pun boyong dan akhirnya menikah.
Setelah menikah beliau di bangunkan oleh almarhum kakekku sebuah mushola kecil di samping rumah. Mushola tersebut bernama mushola "Nurul Iman". Selain untuk sholat, mushola tersebut juga digunakan untuk sebuah taman Pendidikan Al-Qur;am atau biasa disingkat dengan sebutan TPA.Â
TPA tersebut tentunya didirikan oleh ibuku, dan ibuku sendiri yang menjadi guru ngaji di TPA tersebut. Pada waktu itu, aku masih balita. Di usiaku yang balita, tak jarang ibuku mengajakku ke mushola untuk ikut dengan beliau mengajar mengaji. Setelah selesai mengajar murid-murid nya, pasti ibuku lanjut mengajariku ngaji secara privat.
Dalam mengajar mengaji, ibuku memiliki trik tersendiri untuk membuat murid-muridnya mudah mengingat huruf-huruf hijaiyah. Misalnya salah satu murid ibuku sering lupa dengan huruf hijaiyah Wawu / wa (jika berharakat fathah), maka ibuku meminta muridnya mengingat-ingat tetanggaku yang bernama wahyu. Akhirnya dengan trik itu, murid-murid ibuku termasuk aku, mudah mengingat huruf-huruf hijaiyah.
Ketika mengajar mengaji, ibuku sangat tegas dan telaten dalam mengajari murid-muridnya termasuk aku, dalam membaca dan menulis. Tak jarang juga ibuku bersikap galak dan menegur dengan nada agak keras kepada murid-muridnya ketika ada murid-muridnya yang bandel, dan suka menganggu teman yang lain yang sedang mengaji.Â
Tetapi di balik kegalakannya itu tidak membuat muridnya takut, tetapi membuat muridnya semakin semangat belajar mengaji agar tidak terkena marah oleh ibuku yang sekaligus guru ngajiku itu.
Tak terasa waktupun terus berjalan, aku dan teman-teman mengajiku sudah menginjak usia belia, dan pada saat itu kami sudah mengalami peningkatan. Dari yang awalnya belajar mengaji menggunakan buku Iqro, sekarang sudah mulai mengaji menggunakan Al-Qur'an.Â
Tentunya dalam mengaji Al-Qur'an kami masih sangat pelan-pelan dan tak jarang lupa akan Panjang pendek bacaan dan tajwidnya. Akan tetapi Ibu Nanik sangat telaten dalam mengajari kami. Tak jarang kami juga masih sering kena marah oleh beliau karena sudah sampai Al-Qur'an tetapi mengajinya masih saja salah kaprah.