Bapak Haji Ridwan, kurang lebih berumur 90 tahun. Beliau merupakan penduduk laki-laki asli tertua di  Kelurahan Sumbersari Kota Malang, selain itu beliau juga merupakan seorang imam masjid Manarul Huda dengan kurun waktu kurang lebih 30 tahun. Beliau merupakan sosok yang intelektual, cerdas, tekun, ramah, baik, dan sangat mengagumkan.Â
Di usia yang mendekati kepala 9 itu beliau masih bisa berbahasa Inggris dan sedikit bahasa Jepang, ingatan beliau sangat kuat. Bahkan beliau pernah merasakan bangku perkuliahan di sebuah Univesitas yang sekarang bernama Universitas Brawijaya. Beliau juga telah menunaikan ibadah haji selama 2 kali dan ibadah umroh sebanyak 12 kali. Sebuah anugerah terindah dapat bersilaturahmi dengan orang hebat seperti Bapak Ridwan.
Bapak Ridwan menjelaskan bahwa di Kota Malang, khususnya Kelurahan Sumbersari, terdapat sebuah tradisi yang biasa dilakukan masyarakat untuk menyambut bulan suci Ramadhan. Tradisi tersebut bernama "Megengan". Beliau berkata, sebenarnya istilah megengan itu tidak terdapat di syariat Islam tetapi istilah megengan ada sejak pada zaman wali, yang kemudian mandarah daging hingga saat ini.Â
Acara megengan sebenarnya tidak memiliki makna khusus, acara megengan memiliki tujuan hanya untuk menyambut bulan suci Ramadhan, dan sebagai rasa syukur atas kedatangan bulan suci umat Islam yang dinanti-nati. Megengan biasanya dilakukan dengan cara memasak makanan, kemudian dimasukkan ke dalam tempat nasi yang dikenal dengen istilah "cething" kemudian di bawa ke masjid dan mengadakan doa bersama.Â
Ketika megengan biasanya terdapat sebuah kue yang menjadi ciri khas yang bernama apem, kue tersebut bertekstur lembut dan basah, yang terbuat dari tepung beras, santan, ragi atau tape singkong. Kue apem memiliki rasa yang manis dengan sedikit rasa asam yang khas.
Selain tradisi megengan, juga terdapat tradisi bersih desa, biasanya dilakukan dengan cara membersihkan makam yang ada di desa, dengan tujuan agar makam menjadi bersih dan terawat. Selain membersihkan makam, biasanya masyarakat Kelurahan Sumbersari juga membersihakan tempat ibadah seperti mushola dan masjid.Â
Tak lupa, masyarakat Kelurahan Sumbersari juga membersihkan rumah masing-maisng dan lingkungan sekitar rumah. Hal tersebut dilakukan lagi-lagi agar mushola, masjid dan lingkungan sekitar menjadi bersih, dan indah dipandang untuk menyambut bulan suci Ramadhan.
Kemudian Pak Ridwan berkata dengan ekspresi sedih, bahwa tradisi megengan pada zaman dahulu dan zaman sekarang sangat berbeda. Pada zaman dahulu, ketika megengan akan dilaksanakan, para masyarakat Kelurahan Sumbersari sibuk memasak didapur mereka masing-masing, untuk membuat makanan yang akan diantar ke masjid dan didoakan bersama-sama. Namun, zaman sekarang masyarakat Kelurahan Sumbersari memilih untuk membeli makanan di orang lain, kemudian diantar ke Masjid.Â
Dahulu masyarakat Kelurahan Sumbersari sibuk membuat kue apem, tetapi sekarang mereka memilih jalan yang praktis yaitu cukup membeli kue apem kemudian dimasukkan ke dalam kantong plastic bersama makanan lainnya. Kemudian di antar ke masjid. Tak hanya itu, Pak Ridwan juga mengeluhkan bahwa Ramadhan semakin hari semakin sepi rasanya, tidak se ramai dahulu.Â
Tetapi beliau menyadari bahwa zaman semakin maju, teknologi semakin canggin. Jadi, wajar saja jika tradisi-tradisi menyambut bulan suci Ramadhan tidak se meriah dahulu dikarenakan godaan dari tekonologi sekarang seperti godaan gadget yang secara tidak langsung membuat manusia menjadi sosok individual bagi yang tidak bisa memanfaatkan teknologi dengan bik dan benar.
Dari sini dapat kita Tarik kesimpulan, bahwa masyarakat Kelurahan Sumbersari Kota Malang mengadakan tradisi megengan dan bersih desa untuk meyambut datangnya bulan suci Ramadhan. Selain itu, dapat kita mengambil pelajaran bahwa orang Jawa yang memiiliki banyak tradisi, kita sebagai orang Jawa seyogyanya tidak melupakan tradisi begitu saja.Â