Mengapa demikian? Karena di pondok mereka mendapatkan ilmu-ilmu segalanya, seperti ilmu muamalah, teologi, ekonomi semua telah disajikan didalam lingkup pondok pesantren. Mungkin sebagian besar dari kita mengira bahwa dibalik tembok pondok pesantren hanya mengulik tentang keagamaan dan akhirat saja padahal di dalam pesantren juga mempelajari dan menerapkan semua aspek kehidupan yang nyata ketika diluar pondok.Â
Namun, dengan adanya aturan yang ada, yang menjadikan santri tidak terlihat. Kyai Kafabihi dawuh bahwa semua peraturan di pondok semata-mata agar santri cepat dalam mencapai tujuan.
Dengan demikian, kita tahu bahwa sesungguhnya santri memiliki banyak ilmu yang berhubungan dengan dunia dan akhirat. Lalu, di era saat ini bagaimana santri bisa menjadi garda terdepan?. KH. Ma'ruf Amin menyampaikan bahwa "Santri tidak boleh berdiam diri melihat ada yang mengancam Indonesia. Tantangan kita saat ini adalah menghadapi kelompok-kelompok yang ingin merusak negara RI.Â
Santri harus di depan untuk mengawal NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia), NKRI adalah harga mati, santri harus tampil jadi bagian dari sumber daya manusia yang tangguh dan unggul. Oleh karena itu selain menguasai agama, para santri harus bisa tampil di berbagai lapangan,".
Menurut saya, berdasarkan pernyataan diatas, cara agar santri menjadi garda terdepan adalah, dengan mengamalkan nilai-nilai keilmuan yang didapatkannya selama di pesantren kepada masyarakat, berani tampil kedepan untuk berbicara kepada masyarakat, tak hanya untuk masyarakat saja, seorang santri juga harus mengamalkan ilmunya untuk bangsa dan negara.Â
Sebagai contohnya, ketika seorang santri telah menjadi alumni, ia bisa mencalonkan diri menjadi anggota legislatif dengan berpegang teguh dan menerapkan ilmu-ilmu yang didapatkannya dengan baik dan benar. Dengan begitu santri diharapkan membawa perubahan besar untuk bangsa dan negara.Â
Santri juga harus bisa  menunjukkan bahwa ia ahli dalam ilmu fiqh, ahli dalam nahwu, ahli dalam ekonomi dan sebagainya. Seperti dawuh Gus baha yaitu, "kita harus mengultimatum diri bahwa kita juga bisa, kita ahli dalam fiqh, ahli dalam ushuluddin, dan lain sebagainya." Tetapi semua itu dilakukan semata-mata mengharap ridho Allah dan membantu masyarakat yang kurang faham mengenai masalah dikehidupan, bukan untuk sarana menyombongkan diri bawa ia ahli dalam segala ilmu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H