Mohon tunggu...
Rosyad Faruq
Rosyad Faruq Mohon Tunggu... Penulis - All social media : @rosyadakew

de omnibus debitandum

Selanjutnya

Tutup

Politik

Sema Paramadina x Orde Baru

12 Maret 2020   16:50 Diperbarui: 12 Maret 2020   16:51 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia mengalami kejangalan demokrasi yang dinamakan dengan Demokrasi Terbatas yang terjadi pada masa Orde Baru.  Menurut penjelasan Arief Budiman Demokrasi Terbatas muncul dengan indikasi yang muncul dari kebijakan pemerintahan yang berkuasa bahwa partai politik hanya ada tiga partai, masif nya tekanan terhadap kebebasan pers, dominasi militer di berbagai lini pemerintahan, dan pembentukan ormas harus mendapat izin dari Pemerintah, dan ormas tersebut mesti berideologi Pancasila. Polemik tersebut menguatkan pendapat bahwa terkadang demokrasi merupakan bentuk pemerintahan yang semu karena tidak adanya keseimbangan antara penguasa yang kuat dan masyarakat yang dipasung dengan jargon palsu pemerintah.

Fenomena tersebut penulis yakini memiliki kemiripan dengan apa yang terjadi dilingkungan kampus yang tengah menghadapi Kongres Serikat Mahasiswa Universitas Paramadina yang walaupun memiliki sistem pemilihan representatif yang diwaliki oleh tiga orang dari setiap Oganisasi Kemahasiswaan Universitas Paramadina (OKUP) untuk menentukan Sekretaris Jendral Mahasiswa sebagai pejabat tertinggi kampus dikalangan mahasiswa.

Dengan kondisi tersebut, penulis khawatir akan munculnya sifat represif karena terjadinya kemiskinan sumber daya politik yang dimiliki oleh pengurus organisasi kampus sehingga kebijakan organisasi yang hadir hanya berdasarkan kepentingan kelompok atau elite yang enggan terusik kepentingan nya di lingkungan kampus dimana superioritas penguasa terlahir karena menguatnya konsolidasi elite lalu menyebabkan transisi politik sehingga memunculkan sifat klientalisme yang berarti hubungan politik hanya dimaknai sebatas dukungan elektoral dengan imbalan tertentu.

Jakarta, 12 Maret 2020

Rosyad Faruq

 (Mahasiswa Prodi Hub. Internasional Universitas Parmadina)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun