Mohon tunggu...
Roswitha Ndraha
Roswitha Ndraha Mohon Tunggu... -

Ibu rumah tangga yang suka menulis. Ibu dua putra.

Selanjutnya

Tutup

Edukasi

Fenomena Bapak Rumah Tangga

26 November 2011   08:06 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:10 1533
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Beauty. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sulitnya mencari pekerjaan dewasa ini berimbas pada perubahan peran pria dan wanita, termasuk dalam keluarga.

Teman kami, sebut saja bernama Santi akhirnya membuat dirinya menjadi pencari nafkah utama dalam keluarga.  Apa boleh buat, suami Santi kena PHK karena pengurangan pegawai.
“Lebih mudah bagi seorang perempuan mendapatkan pekerjaan, ketimbang para pria.” kata Santi. Tentu saja.

Kebanyakan pemberi kerja harus menyantun keluarga dari karyawan laki-laki. Tidak demikian dengan karyawati. Jarang perusahaan menanggung pekerja wanita beserta suami dan anak-anaknya. Maka sejak Santi bekerja, peran dalam rumah tangga berubah.

Ayah yang Mengurus Rumah

Karena Santi bekerja di sekolah anak-anaknya, jam kantornya mulai pukul 7. Setiap hari Santi tetap bangun pukul 4.30. Dia memasak untuk sarapan dan makan siang. “Sebagian bahan sudah saya siapkan malam hari. Jadi paginya bisa dikerjakan lebih cepat,” katanya menjelaskan. Sedangkan Arman, suaminya membantu anak-anak bersiap sekolah.

“Arman mengantar kami setiap hari ke sekolah, kemudian dia pulang dan mengerjakan pekerjaan rumah tangga,” Santi melanjutkan. “Suami saya menaruh pakaian kotor ke mesin cuci otomatis. Nanti agak sore ada pembantu yang pulang hari membantu menggosok, mengepel, dan membersihkan dapur. Untung saja Arman suka beres-beres halaman, jadi bagian luar rumah selalu rapi.

Pukul 11 Arman menjemput si kecil, kemudian mengajaknya main. Saya pulang dengan si besar dan sampai rumah sekitar pukul 4 sore. Kalau diperlukan saya mampir ke supermarket untuk membeli keperluan dapur atau belanja bulanan.”

Pulang kantor Santi masak untuk makan malam, sedangkan suaminya main dengan anak-anak, mengantar les, atau membantu anak-anak mengerjakan PR. Kadang-kadang mereka makan malam di mal atau restoran dekat rumah.

Hari Sabtu dan Minggu mereka bisa lebih santai. Setiap Sabtu pagi mereka ajak anak-anak bersepeda sampai ke Taman Kota, bertemu teman-teman gereja atau mengerjakan aktifitas kebersamaan yang lain.

Suami Tetap Pemimpin

Arman dan Santi tidak pernah berpikir keadaan jadi terbalik. Tetapi dalam pernikahan suami dan istri memang harus bersiap menghadapi segala kemungkinan terburuk. Menurut Santi, hal ini pernah mereka bicarakan sebelum menikah walaupun pada kenyataannya banyak sekali penyesuaian baru pasca PHK, yang harus dijalani.

Pada awalnya, Santi mengakui mereka mengalami banyak konflik. Arman sama sekali tidak tahu mengurus rumah, apalagi mengajari anak-anak bikin PR. Tangannya tidak pernah kena sabun cuci piring. Minggu-minggu pertama kerja Santi stress sekali karena ketika pergi dan pulang ia mendapati rumah sama kacaunya. “Suami saya bingung mau kerjakan apa. Jadi pulang jemput Niel, mereka nonton TV.

Habis makan siang piring ditaruh begitu saja di dapur, air tumpah dibiarkan saja di lantai, hanya ditutupi kain pel atau baju kotor. Aduh, pusing saya,” kata Santi mengingat saat-saat itu. Tidak heran, Santi banyak marah dan ngomel pada suaminya. Tangisan Nia, putri sulung mereka yang tidak tega melihat ibunya menangis, akhirnya mengingatkan Santi dan Arman bahwa mereka harus berubah.

“Saya mengingatkan Arman bahwa dialah pemimpin saya,” Santi bercerita lebih lanjut. Karena itu, Santi memegang tangan suaminya dan mohon bantuan bagaimana cara mengurus semua ini.
“Istri saya menguatkan saya,” kata Arman nimbrung. “Sebenarnya dengan membiarkan Santi mencari nafkah saya mulai merasa tidak berguna sebagai suami. Tetapi saya bertekad bahwa ini tidak untuk seterusnya. Ini memang saat-saat sulit bagi kami, dan kami harus menjalaninya.”

Komunikasi

Arman meminta bantuan istrinya untuk mengajarinya menjadi bapak rumah tangga. Mereka sepakat bahwa keduanya harus tetap bangun pagi. Bedanya, kalau dulu ayah yang ke kantor, sekarang ibu. Arman mengurangi aktifitasnya di gereja. “Saya rasa saya harus siap mendampingi anak-anak jika istri saya kelelahan,” katanya.

Malam hari Arman dan Santi tetap melakukan kebiasaan mereka sebagai suami dan istri, dan orangtua bagi kedua putra-putri mereka. Sebelum anak-anak tidur, Arman bercerita pada mereka. Itu adalah tugasnya sejak lama; sedangkan Santi menyiapkan kebutuhan sarapan. “Sebelum tidur kami banyak ngobrol,” tutur Arman. “Kadang-kadang Santi memberikan ide apa yang bisa kami lakukan ke depan. Kami membicarakan kemungkinan pekerjaan atau usaha atau apa saja. Kami melakukan brainstorming.”
Percakapan sebelum tidur ini merekatkan hubungan Arman dan Santi lebih dari sebelumnya.

Entah bagaimana, lewat peristiwa PHK ini Santi mendapati dirinya lebih respek terhadap suaminya. “Saya kagum padanya. Ternyata Arman bisa menjadi ayah yang hebat buat Niel dan Nia. Arman lebih dekat dengan anak-anak. Nampaknya anak-anak juga lebih tertib dan disiplin daripada kalau bersama saya,” Santi mengakui.
“Saya tidak tahu bagaimana itu terjadi. Saya hanya sekedar melakukan tugas-tugas saya dan ternyata anak-anak menaatinya,” jawab Arman ketika ditanya rahasianya.

Fenomena bapak rumah tangga menimpa cukup banyak keluarga. Jika hal serupa terjadi atas kita, satu hal perlu kita ingat bahwa bukan hanya kita yang mengalaminya. Ada keluarga-keluarga lain yang juga sedang bergumul dengan masalah yang sama. Jalan keluar bagi masing-masing juga berbeda. Ada yang cepat, dan ada yang harus menjalaninya selama bertahun-tahun.
Ada yang happy ending, tetapi ada juga yang berakhir dengan perceraian.

Berikut ini adalah beberapa tip untuk Pembaca:

1.      Sebelum hal-hal yang tidak diinginkan terjadi dalam keluarga Anda usahakanlah membangun relasi dan komunikasi yang baik dengan pasangan. Ini adalah modal Anda menghadapi peristiwa seburuk apa pun yang mungkin menimpa.

2.      Jobless bukan berarti tidak punya apa-apa. Hitunglah apa yang masih Anda miliki, jangan menangisi yang hilang. Anda bisa meneruskan hidup dengan apa yang ada. Peliharalah itu.

3.      Modal Anda terbatas sekarang. Karena itu untuk memulai suatu usaha, pikirkan dengan matang, diskusikan dengan pasangan, siap menanggung risiko. Anda bisa untung, Andapun bisa rugi.

4.      Pertahankan ordo yang benar. Walaupun suami Anda bukan lagi pencari nafkah utama, dia tetaplah pemimpin. Seorang suami yang memimpin dengan cinta akan tetap dihargai seisi rumahnya

Witha.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Edukasi Selengkapnya
Lihat Edukasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun