Ketegangan itu berlangsung beberapa jam. Saya bersyukur massa tidak masuk ke daerah perumahan kami. Mereka beraksi di sepanjang jalan protokol.
Mendadak suami saya telpon dari rumah Abangnya di asrama Perwira Polisi pengadegan, Jakarta Selatan.
Saya marah dan mendesak suami saya pulang: "Ayo, papa sekarang harus pulang, ada penjarahan dan pembakaran ruko dekat kompleks kita...sekarang!"
Hampir dua jam kemudian suami saya pulang. (rupanya sempat tertahan menjelang masuk cinere raya). Meski sempat jengkel, saya merasa lega melihat dia pulang dengan selamat.
"Ma....aku tadi lihat-lihat kondisi di kota..." cerita Julianto bersemangat, "jalanan sepi, bekas kebakaran ada di mana-mana. Mobil berserakan. Aku juga ke daerah harmoni, lalu sempat ke rumah Abang di Pancoran, hingga melihat kondisi sekitar jalan raya pasar minggu"
"Kamu sudah makan?" potong saya.
"Aku makan di rumah abang. Tadi sempat stres juga lihat kondisi Jakarta, Jadi aku mampir ke Rumah Bang Joni", suami saya menjelaskan.
Peristiwa itu sungguh mengerikan, sangat menakutkan. Ahh,  semoga tidak terjadi lagi di Negara kita. Sungguh jangan pernah terulang lagi. Tak terbayangkan derita para korban yang langsung maupun tidak langsung. Bagi sebagian saudara periswtiwa itu sangat traumatik dan berbekas.
Roswitha Ndraha
Penulis "Mencinta Hingga Terluka" - Gramedia
(Bersama suami saya, Julianto Simanjuntak. Pengantar: Prof. Irwanto, Ph.D & Endorsemen: Agung Adiprasetyo, CEO KOMPAS GRAMEDIA)